Waiting For Love - Bab 266 Hidup di Dalam Pelukan Orang Lain pun Tak Apa

"Lewis." kata Clarice gemetaran sambil mengangkat kepalanya menatap Lewis.

Lewis sudah melepaskannya dari pelukan, sorotan matanya terlihat sangat dalam. Ia melihat ke arah bom waktu yang terikat di tubuh Clarice dengan mengerutkan alisnya.

"Lewis, apa bom ini rusak? Apa dia bisa meledak sewaktu-waktu?"

"Tidak akan." katanya dengan wajah muram. Ia merasa sepertinya mereka sudah dipermainkan oleh David.

Ternyata bom ini adalah bom palsu, kalau begitu perlengkapan anti getaran yang dipasang pada bom ini juga tak berfungsi. Sekarang, ia pun langsung melepaskan bom itu dari tubuh Clarice tanpa pikir panjang, kemudian ia melepaskan ikatan tali Clarice.

Begitu tali terlepas, Clarice langsung terjatuh ke bawah.

"Clarice, Clarice!" Lewis pun menggendongnya lalu keluar dari pabrik itu.

Di luar pabrik, Alex dan orang-orang lainnya ternyata tidak pergi dari tempat itu, mereka berdiri di kejauhan sekitar lima meter dari tempat itu. Setelah waktunya sudah tiba, bom itu tidak meledak juga, Alex dan kawan-kawannya pun sedang ragu apa mereka akan berjalan masuk ke dalam untuk melihat keadaannya atau tidak, namun mereka pun melihat Lewis menggendong Clarice keluar dari dalam sambil berteriak, "Dokter, dokter!"

Saat mereka datang, mereka tidak membawa ahli penjinak bom, namun mereka membawa dua orang dokter, kedua dokter itu pun segera melangkah maju ke depan dan memeriksa Clarice.

Alex juga bukan orang yang bodoh, melihat keadaan seperti ini, ia pun bisa langsung menebak apa yang terjadi.

Dari awal David sudah diringkus oleh orang-orang mereka, dua orang pria kekar berjubah hitam terus menekannya di atas tanah tanpa bisa berkutik. Lewis yang berapi-api pun menendang David beberapa kali.

"Sial, David Luo, beraninya kau mempermainkanku seperti kera!"

David yang kesakitan pun jatuh ke tanah, ia berusaha keras menengadahkan kepalanya, ia melihat Lewis membawa Clarice yang pingsan masuk ke dalam mobil off-road hitam, lalu mobil itu pun pergi.

Ia menatap ke arah mobil itu melaju sambil menggerak-gerakkan bibirnya, dengan suara yang sangat pelan ia pun berkata, "Clarice, aku tak pernah berniat untuk membuatmu mati, hidup di dalam pelukan orang lain pun tak apa."

......

Di sisi satunya, mobil Lewis pun sampai di rumah sakit, Clarice langsung diantarkan ke ruang gawat darurat.

Di luar ruangan itu, Lewis berdiri di luar dengan diam, wajahnya sangat muram, kemeja di tubuhnya dipenuhi dengan debu, rupanya sangat berantakan, namun sama sekali tidak bisa menutupi auranya.

"CEO Tang tenang saja, dokter-dokter yang menangani Nyonya Tang adalah dokter-dokter yang terhebat di Kota B, Nyonya Tang pasti akan baik-baik saja." Felix yang juga segera datang ke sana pun menemaninya di luar.

Lewis menengok ke arahnya lalu mengangguk-anggukkan kepala tanpa berkata apa-apa.

Banyak orang yang berlalulalang di depan ruang gawat darurat, begitu berisik sampai-sampai membuat orang lain sakit kepala. Tubuh Lewis yang besar dan tinggi itu bersandar pada dinding rumah sakit, dirinya terlihat sangat kelelahan, perasaannya bercampur aduk, tangannya memegang sepuntung rokok, belum dinyalakan, mungkin ia melakukan kebiasaannya itu hanya untuk mengurangi perasaan negatif yang ada di dalam dirinya.

Misalnya ketidaktenangan, misalnya ketakutan.

Iya, ketakutan. Meskipun selalu berada di tempat yang tinggi, CEO Tang yang selalu berada di puncak rantai makanan sejak lahir juga bisa merasa ketakutan.

Ia sangat takut Clarice meninggalkannya sendirian lagi. Selama ini, ia memang lebih bergantung kepada Clarice daripada Clarice yang bergantung padanya.

Kalau tak ada wanita ini, baik hidup ataupun mati, bagi Lewis semua sudah tak ada artinya lagi.

Sejak Clarice masuk ke dalam ruang gawat darurat, sampai proses penolongan selesai, semua itu hanya berlangsung selama tiga puluh menit saja. Namun bagi Lewis, tiga puluh menit itu terasa seperti berabad-abad, begitu lamanya.

"Bagaimana istriku?" tanya Lewis dengan tergesa-gesa.

"Ia dehidrasi tingkat tinggi, setelah melakukan pertolongan pertama, kondisi tubuhnya mulai pulih, namun untuk berjaga-jaga, lebih baik tinggal di rumah sakit selama dua hari ini." jawab dokter dengan tenang sambil melepaskan maskernya.

Mendengar perkataan dokter, Lewis pun mengangguk-angguk.

Clarice disekap David selama empat puluh delapan jam lebih, ia sama sekali tak makan tak minum, wajar saja kalau dia dehidrasi. Kondisi Clarice tak jauh berbeda dari perkiraan Lewis, namun seketika itu barulah Lewis merasa tenang.

"Terima kasih." katanya pada dokter, lalu ia menyuruh Felix untuk mengurus semua prosedur rumah sakit Clarice.

Tak lama kemudian, Clarice pun langsung diantarkan ke ruang VIP, Lewis terus menemaninya, tak meninggalkannya sedetik pun.

Suasana di kamar itu sangat sunyi, bahkan terasa sedikit suram, rasanya jika sebuah jarum kecil jatuh ke atas lantai pun bisa terdengar jelas suaranya. Tangan kanan Clarice dipegang Lewis erat-erat, sangat amat erat.

Pandangan matanya terus menatap pada Clarice, matanya bahkan tak berkedip sedikit pun, ia takut kalau ia menutup matanya, Clarice akan langsung menghilang dari hadapannya.

Dari awal sampai akhir kejadian ini, membuat Clarice dan Lewis merasa seperti selamat dari malapetaka besar.

Dan pada keesokan harinya pun, Clarice tersadar.

Cerahnya cahaya matahari yang terpancar dari luar jendela terasa begitu terang dan hangat. Cuaca di luar sangat cerah, langitnya biru, dihiasi dengan awan-awan putih, seperti bunga-bunga teratai putih yang bertumbuhan di tengah lautan.

Clarice yang terbaring di atas ranjang rawat itu pun mulai membuka matanya perlahan-lahan.

Bola matanya tetap begitu hitam, namun terasa sedikit kebingungan. Ia menatap ke arah wajah tampan yang ada di hadapannya, seketika ia pun tercengang.

Namun, Lewis sama sekali tidak memberinya waktu untuk berpikir panjang, begitu melihatnya terbangun, Lewis pun langsung mencium bibir merahnya yang lembut dan dingin itu, menciuminya dengan sangat dalam.

Clarice membelalakkan matanya, membiarkan Lewis menciumnya sesuka hati tanpa bisa bergerak sedikit pun, merasakan keganasannya, juga kelemahlembutannya.

Ia diciuminya sampai kesulitan bernafas, matanya yang indah mulai tertutup perlahan-lahan, kedua tangannya memegangi kemeja Lewis, ia ingin mendorongnya, namun tenaganya tak cukup untuk melakukan hal itu.

Begitu Clarice hampir kehabisan nafasnya barulah Lewis melepaskannya. Bibir kecil itu pun mulai tersenyum indah, namun masih menempel di atas pipinya, supaya lebih mudah untuk menciumnya sewaktu-waktu.

Clarice menyipitkan matanya, bayangan Lewis tergambar pada bola matanya yang hitam itu. Ia memandangi Lewis sejenak, lalu membuka mulutnya perlahan-lahan, "Lewis, aku bukan sedang bermimpi kan?"

"Kau suka mimpi yang seperti ini?" tanya Lewis sambil tersenyum licik.

Clarice tak menghiraukannya, lalu bertanya lagi, "Kita di mana?"

"Rumah sakit. Dokter bilang kau harus dirawat selama dua hari untuk pemeriksaan lebih lanjut, setelah itu kau bisa segera keluar." kata Lewis dengan suara yang sangat lembut sambil menggandeng tangan Clarice yang sedikit dingin nan lembut, dan menciuminya.

"Tenang, sudah tidak apa-apa."

Clarice kelihatannya masih sangat lemah, senyumannya masih terlihat sangat pucat. Clarice memegang tangan Lewis, lalu menggerakkan tubuhnya dan menempelkan wajahnya pada telapak tangan Lewis.

Ia menutup matanya, bulu matanya yang panjang itu meninggalkan sebuah bayangan yang indah pada wajah yang terlihat sangat putih itu.

"Kita masih hidup, untung saja." kata Clarice.

Lewis mengangkat tangan satunya dan mengelus-elus kepala Clarice, ia berkata dengan nada bicara yang sangat sayang dan manja, "Aku sudah bilang, aku tak akan membiarkanmu mati...... Kalaupun mati, juga akan ada aku yang menemanimu."

"Bodoh." Clarice tidak membuka matanya, malah menirukan nada bicaranya yang sering mengejeknya 'bodoh'.

Lewis tersenyum.

"Bagaimana dengan David?" tiba-tiba Clarice bertanya.

Lewis pun mengerutkan keningnya tanpa sadar, saat ini ia paling tidak suka mengungkit-ungkit nama itu, "Sudah diantarkan ke kantor polisi, ia terlibat dalam penculikan dan pemerasan, polisi sudah memenjarakannya."

Selanjutnya, yang akan menunggu David adalah vonis jaksa dan hukuman penjara.

"Untuk apa mengungkitnya?" suara Lewis terdengar sangat kesal.

Clarice mengulurkan tangannya dan memeluk leher Lewis perlahan-lahan, wajah kecil yang sedikit pucat namun tetap cantik itu pun terlihat sangat lembut dan hangat, "Seharusnya aku berterimakasih padanya, dia yang membuatku tahu bahwa aku sama sekali tidak ingin meninggalkanmu."

Benar juga, David membuatnya mengerti, seberapa besar Lewis mencintainya, bahkan dengan taruhan nyawa.

Perkataannya itu berhasil membuat Lewis senang, Lewis pun menunduk dan mencium keningnya, dagunya ia gesek-gesekkan dengan mesra di pipi Clarice.

Setelah kedua orang itu bermesra-mesraan sejenak, Lewis pun berkata, "Kakakmu masih belum tahu kalau kau diculik oleh David......"

"Kalau begitu tak usah beritahu dia." potong Clarice.

Selama ini, Chris selalu tak suka pada Lewis, kalau sampai Chris tahu bahwa dirinya diculik karena Lewis, mereka berdua pasti akan bertikai lagi.

Lewis dan Chris adalah dua pria terpenting dalam hidup Clarice, ia merasa cukup sulit terjepit diantara mereka berdua.

Tentu saja Lewis tahu apa yang dipikirkan Clarice, oleh karena itu ia hanya mengangguk-anggukkan kepala. Namun, tak lama ia pun kembali teringat pada sesuatu, lalu berkata, "Mungkin Chris saat ini juga tidak akan punya waktu untuk mengurusi masalahmu, musuh bebuyutannya baru saja pulang dari Amerika......"

Novel Terkait

Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Someday Unexpected Love

Someday Unexpected Love

Alexander
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu