Waiting For Love - Bab 224 Sayangnya Itu Bukan Kamu

"Bagaimana dengan papa? Apakah papa pergi bersama dengan kita? Dyson mengedipkan matanya yang hitam, besar dan berkilau itu, melihatnya dengan polos.

Clarice Lu terus menahan perasaannya sekuat tenaga, tapi malah tidak bisa menahan air matanya lagi karena perkataan anaknya yang polos. Dia memeluk Dyson dengan erat, menggigit bibirnya dengan kuat, tidak membiarkan dirinya menangis, tapi air mata malah mengalir desar bagaikan bendungan yang meluap.

"Kakak, ada apa denganmu? Ini semua karena Dyson tidak penurut, Dyson tidak akan mencari papa lagi."

Clarice Lu menangis, Dyson juga ikut menangis. Sang anak sepertinya telah terkejut, mulutnya sedikit cemberut, penuh dengan ekspresi yang kacau, sambil menangis, sambil menggunakan tangan yang lembut membantu Clarice Lu menghapus air mata.

Ruang tunggu merupakan tempat umum, terkadang ada pandangan mata orang lain yang melihat kemari. Terdengar sebuah pengumuman dengan bahasa mandarin dan bahasa inggris, bahwa penerbangan menuju Paris akan segera terbang, memperingatkan para penumpang untuk segera menaiki pesawat.

Clarice Lu mengulurkan tangan, bergegas menghapus air mata yang berada di pipi, "Hmm, kakak tidak menangis lagi, Dyson juga jangan menangis, bagaimana?"

"Hmm." Dyson menganggukkan kepala sekuat tenaga, di pipi yang putih lembut, masih terdapat lapisan air mata yang terlihat berkilau.

Clarice Lu membawa tiket pesawat dirinya dan Dyson, dengan lancar melewati pemeriksaan, dan menaiki pesawat menuju kota Paris di Perancis.

Kursi di bagian Business Class sangat lebar dan nyaman, Clarice Lu duduk di bangkunya sendiri, Dyson terus ingin berada di dalam pelukannya, sedikit memejamkan mata, merasa sedikit kantuk.

Pramugari berjalan melalui setiap tempat duduk para penumpang, dengan serius memeriksa sabuk pengaman setiap penumpang, dan memberi peringatakan untuk menonaktifkan ponsel.

Setelah itu, Pesawat mulai berjalan di landasan pesawat terbang, semakin lama bergerak semakin cepat, terdengar suara 'tit tit' dan memasuki proses untuk lepas landas.

Suara gemuruh dari mesin pesawat tiada hentinya berdenging di telinga, dan akhirnya pesawat telah lepas dari landasan, pergi menembus awan.

Clarice Lu duduk di tempat duduk samping jendela, menundukkan kepala melihat pemandangan di bawah semakin lama berubah menjadi semakin kecil, dan akhirnya, telah menghilang sepenuhnya dari pandangan mata. Dan di matanya, hanya tersisa pemandangan langit biru dengan gumpalan awan putih.

Cuaca hari ini sungguh bagus, begitu cerah, dan cahaya matahari sepertinya terlihat sedikit menyilaukan. Awan terus muncul selapis demi selapis, bagaikan sebuah laut yang tak terlihat di mana ujungnya.

Clarice Lu memejamkan mata, tanpa terasa, pandangan mata di depan telah menjadi kabur.

Clarice Lu tiba-tiba merasa, tidak mampu melihat jalan di hadapan mata dengan jelas lagi, perasaan kacau tanpa tujuan seperti ini, membuatnya menjadi mulai merasa tidak karuan.

Setelah pesawat memasuki tahap penerbangan yang stabil, di penyiar pengumuman mulai memutarkan sebuah lagu yang terkenal, juga memutar lagu yang tidak terkenal.

Pada saat ini, tepat sedang memutarkan lagu "Sayangnya Itu Bukan Kamu" yang dinyanyikan oleh Fish Leong, lagu ini, sangatlah bertepatan dengan keadaan Clarice Lu.

Sayangnya itu bukan kamu.

Yang menemaniku sampai akhir.

Sebuah jalan pepisahan yang dulu pernah dijalani bersama.

Terima kasih terhadap kamu,

yang pernah menggenggam tanganku.

Masih mampu merasakan kehangatan itu.

Di dalam pikirannya Clarice Lu, dengan sendirinya telah muncul gambaran memori satu per satu.

Di rumah nenek, dengan lorong yang panjang, jalan setapak yang kehijauan, telapak tangan sang pria dengan lembut menariknya untuk jalan bersama. Hati mereka pernah saling bersatu begitu dekat.

Clarice Lu pernah percaya, asalkan berada disampingnya, maka itu adalah kehidupan yang panjang dan abadi. Dirinya tidak pernah mengira, bahwa tetap akan berpisah walaupun terus bergandengan tangan.

Ternyata, di dunia ini, bukan berarti orang yang mencintaimu dengan tulus bisa menemanimu berjalan sampai akhir. Mungkin Lewis Tang hanya sekedar orang yang numpang lewat bagi Clarice Lu. Datang dengan cepat, juga pergi dengan pesat, telah terpahat sebuah kesan yang mendalam di dalam hatinya.

Walaupun sangat sakit, tapi tetap hanya bisa menerima rasa sakit ini, dan menahannya.

Clarice Lu tanpa sadar mengeratkan pelukannya terhadap Dyson yang berada di dalam pelukan. Untung saja, dirinya masih memiliki Dyson disisinya.

Dagunya dengan perlahan bersandar di kepalanya Dyson, setetes air mata mengalir melewati pipi, jatuh tanpa suara, dan tepat menetes di tangan Dyson yang mungil dan lembut, terasa hawa dingin yang membuat orang merasa sesak.

Dyson sepertinya telah terbangun karena rasa dingin ini, dia membuka matanya yang masih merasa kantuk, dan mengulurkan tangan untuk mengelus tangannya, telapak tangannya terasa basah dan dingin.

Dia mengangkat kepala mungilnya, mengedipkan matanya yang begitu jernih, melihat ke arah Clarice Lu, bertanya dengan suara yang imut, "Kakak, kenapa kamu malah menangis lagi?"

"Tidak menangis, melainkan ada debu yang telah memasuki mata." Clarice Lu menjawab, setelah mengulurkan tangan dan membasuh jejak air mata di pipinya, dia menunjukkan senyuman dengan sedikit memaksakan diri.

Dan tepat pada saat ini, Lewis Tang berdiri di atas gedung bandara, mengangkat kepala melihat langit biru, melihat pesawat yang sedang terbang menuju Perancis itu, melaju di landasan pesawat terbang, menembus awan, membawa pergi orang yang paling penting bagi dirinya dalam kehidupan ini, juga telah membawa serta hatinya pergi.

Yang tertinggal, hanyalah sebuah rangka badan yang tidak memiliki roh lagi, mulai dari sekarang, dia akan hidup bagaikan sebuah mayat berjalan.

Setelah menyadari pesawat itu telah menghilang di awan, baru Lewis Tang menarik pandangannya kembali, cahaya matahari ini sepertinya terlalu menyilaukan, membuat mata terasa perih, kabut air mata tak tertahankan untuk mengalir keluar.

Lewis Tang memejamkan mata dengan rapat, sekuat tenaga menekan air matanya kembali. Sosok tubuh yang tinggi besar, bersandar di sebuah pegangan, pergerakan tangannya yang sedang mengeluarkan rokok dan mancis dari kantong baju terlihat begitu lambat.

Jelas-jelas tidak ada angin, tapi mancis tetap tidak mampu menghasilkan api. Tangannya, sepertinya sedang gemetaran dengan hebat.

Sepasang tangan yang indah dan panjang itu, setiap jarinya terlihat begitu bersih, dan terlihat begitu jelas, bagaikan sebuah giok, putih hampir mendekati warna pucat.

Sang pria berdiri disana, dengan tubuh yang tegak dan berwarna putih pucat, cahaya matahari menyinari tubuhnya membentuk sebuah bayangan hitam yang panjang, dan bayangan itu memancarkan sebuah aura dingin yang sulit dijelaskan.

Kepergian Clarice Lu dan Dyson, merupakan sebuah pukulan yang kuat baginya, meskipun ada seseorang yang bisa sangat tegar, tetap ada saatnya untuk tumbang, sedangkan Clarice Lu, tepat merupakan kelemahan terbesarnya.

Sangat tak berdaya, tapi terpaksa harus menerimanya. Akhirnya, Lewis Tang memilih untuk tidak terus mencintai dan terus saling melukai, tidak ingin membuat Clarice Lu membenci dirinya.

Lewis Tang tidak pernah berpikir, ternyata, hal yang bisa dilakukan untuk dia, ternyata adalah dengan melepaskan kepergiannya.

Setelah melewati penerbangan panjang yang mencapai waktu belasan jam, melintasi satu per satu gunung dan lautan, akhirnya pesawat telah mendarat dengan lancar dan aman di Paris Charles de Gaulle Airport.

Pesawat mendarat pada pagi hari, di luar sedang terdapat kabut yang tipis, Clarice Lu menarik tangannya Dyson turun dari pesawat, sebuah angin yang sejuk menghembus ke wajah.

"Dingin tidak?" Clarice Lu melepaskan jaket di tubuhnya, dan membalut Dyson dengan erat.

"Tidak dingin, aku adalah seorang pria sejati." Dyson terbalut sampai hanya terlihat sebuah wajah yang imut, tapi malah berkata terhadap Clarice Lu dengan begitu normal.

Rasa takut dan khawatir karena berada di negeri asing, seketika telah sirna setengahnya, dia mengulurkan dua jari tangan, sambil tersenyum pergi mencubit pipi Dyson yang lembut.

Sebenarnya, musim dingin di Paris lebih hangat daripada dikota B, hanya saja, karena tadi baru saja keluar dari kabin pesawat yang hangat, wajar jika merasa tidak terbiasa untuk sesaat.

Clarice Lu telah pergi mengambil kopernya dari tempat pengambilan koper, lalu berjalan ke arah pintu keluar bandara.

Di pintu keluar, terdapat kerumunan orang yang memegang spanduk untuk menjemput seseorang, diantaranya, termasuk orang yang datang untuk menjemput mereka.

Di spanduk yang menuliskan nama Clarice Lu menggunakan bahasa mandarin juga bahasa inggris, orang yang memegang spanduk itu adalah seorang pria muda, kelihatannya baru berumur 27 atau 28 tahun, memakai celana jeans dengan baju ala barat berwana cream, paras wajahnya terlihat tampan.

Clarice Lu membawa Dyson, menghentikan langkah kaki ke hadapannya, berkata menggunakan nada bicara yang sangat sopan, "Apa kabar, aku adalah Clarice Lu."

"CEO Lu, apa kabar, saya adalah Charles Lin." Charles Lin bersikap sangat ramah dan mengulurkan tangan kanan.

"Manager Lin, senang bertemu denganmu." Clarice Lu menganggukkan kepala, tersenyum, berkata dengan sangat formal.

Nama besar dari Charles Lin telah Clarice Lu dengar dari dulu. Merupakan sebuah siswa unggul tamatan dari sekolah yang terkenal, dengan usia yang masih muda, dia telah mampu menduduki posisi sebagai wakil manager bidang pemasaran di sebuah perusahaan, sangat cerdik, dan sangat berkemampuan. Karena dia pernah sekolah di Perancis, makanya mampu menggunakan bahasa Perancis dengan lancar, setahun yang lalu, telah diutus ke Perancis, melakukan pekerjaan di bagian perencanaan awal sebuah kantor.

Clarice Lu tidak menyangka, bahwa Charles Lin akan menjemputnya, hal ini sangat menyanjungnya.

"Mobil berada di depan, aku akan membawa kalian pergi ke hotel dulu." Charles Lin mengambil koper dari tangannya Clarice Lu.

Clarice Lu mengucapkan terima kasih dengan sopan, dan Charles Lu membalasnya dengan sebuah senyuman yang begitu cerah, pria ini sungguh terlihat tampan saat dia tersenyum. Sayangnya, Clarice Lu telah terbiasa dengan pria seperti Lewis Tang dan Chris Lu, dan parasnya Charles Lin masih belum cukup untuk membuat Clarice Lu merasa terpana.

CEO Lu tidak perlu merasa sungkan, kedepannya kita akan menjadi rekan kerja, dan saya masih memerlukan banyak pengarahan dari CEO Lu."

Mobil yang dikemudikan oleh Charles Lin adalah mobil Mercedes Bens yang berukuran besar, bersikap sangat rendah hati. Dia memasukkan koper Clarice Lu ke bagasi belakang mobil, lalu membukakan pintu mobil, mempersilahkan Clarice Lu dan Dyson untuk masuk.

"Adik kecil, pelan-pelan ya." Dia berkata terhadap Dyson sambil tersenyum. Dan Charles Lin tidak bertanya terlalu banyak tentang hubungan Clarice Lu dengan Dyson, ternyata memang seseorang yang sangat mengerti situasi.

Clarice Lu berpikir, harusnya tidak akan kesulitan jika bekerja bersama orang seperti ini.

Hotel juga telah dipersiapkan dari awal, terletak di samping tempat kerja, hanya perlu melewati dua lintasan jalan. Pergi dan pulang kerja akan sangatlah mudah.

Kamarnya tidak begitu besar, memiliki dua kamar dengan satu ruang tamu, pencahayaannya sangat baik. terlihat rapi dan bersih, setiap hari akan ada pegawai pihak hotel yang akan datang untuk membersihkan ruangan di waktu yang telah ditentukan.

Sebelum menemukan sebuah apartemen yang cocok, tempat ini akan menjadi tempat tinggal bagi dia dan Dyson untuk waktu yang cukup lama.

Novel Terkait

Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
3 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
3 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
4 tahun yang lalu
Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
3 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu