Waiting For Love - Bab 43 Bagaimana Jika Aku Sudah Menyentuhnya?

"Saat itu kami masih terlalu muda. Saya saat itu mengira kami akan bisa bersama seumur hidup, tetapi orang tidak bisa lepas dari yang namanya takdir." Sudut bibirnya terangkat, ia tersenyum kecut menertawai dirinya sendiri.

Pada momen ini pria yang berdiri di hadapan Clarice Lu tampak seperti orang lain. Sebagai pria yang sangat beruntung hingga bisa sangat berkuasa di pasar B, putra ketiga keluarga Tang ini seharusnya tidak menunjukkan ekspresi yang demikian. Clarice Lu tidak bisa membayangkan bagaimana perawakan perempuan yang sanggup melukai hati orang ini hingga sangat dalam! Dan sekarang di mana perempuan itu? Apa alasan dia hingga tega menelantarkan darah dagingnya sendiri dan tidak pernah kembali untuk menengoknya bahkan untuk sebentar saja?

Clarice Lu punya banyak pertanyaan di benaknya, namun ia memilih untuk tidak mengungkapkannya. Urusan pria itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan dia. Maksudnya, kalau Lewis Tang bersedia berbicara maka ia akan mendengarkan, tetapi kalau Lewis Tang tidak ingin berbicara dia juga tidak akan berinisiatif bertanya.

Bibir Clarice Lu bergerak-gerak. Ia awalnya ingin menenangkan pria itu, tetapi ia cemas kata-katanya akan terdengar datar dan tidak bermakna. Apalagi dunia Lewis Tang sangat berbeda dengan dunianya. Ia sendiri bahkan tidak tahu mengapa Lewis Tang tiba-tiba menceritakan hal ini padanya.

Lewis Tang tidak melanjutkan ceritanya lagi dan Clarice Lu juga tidak berkata apa-apa. Mereka berdua diam tanpa kata.

Lewis Tang kemudian merokok dengan tenang sambil sesekali menghembuskan asap. Ketika rokoknya habis ia mengembalikan pandangannya ke Clarice Lu. Rambut samping Clarice Lu kebetulan agak berantakan, jadi ia mengulurkan tangannya dan membantu merapikannya ke belakang telinga wanita itu.

Jarak mereka semakin dekat, dan kini Clarice Lu bisa mencium aroma wangi tubuhnya. Pria melankolis ini punya suatu kharisma yang unik.

Clarice Lu merasa bibirnya masih bisa merasakan bekas yang ditinggalkan pria itu. Pipi dan lehernya memerah.

"Kamu jangan sentuh saya." Clarice Lu mundur satu langkah dengan panik. Ia ingin menjaga jarak aman dengan pria itu.

Lewis Tang mematikan rokoknya sambil tersenyum sinis. "Bagaimana jika aku sudah menyentuhnya?" ujarnya dengan nada mencemooh.

Mata indah Clarice Lu membelalak, ia menggigit-gigit bibir. Ia merasa otaknya barusan pasti bermasalah sampai-sampai ia bisa bersimpati pada pria kurang ajar seperti ini.

Clarice Lu tidak mau menghiraukannya lagi. Wanita itu berbalik badan dan bersiap pergi, namun sebelum ia melangkahkan kaki Lewis Tang dengan sigap langsung menahan lengannya.

"Sudah terlalu malam, kamu saya antar saja."

"David Luo!"

"David Luo baik-baik saja, pembantu rumah pasti akan mengurusi dia." Satu tangan Lewis Tang dimasukkan ke dalam saku celana, sementara satu tangannya lagi merogoh kunci mobil. Ia duluan ke bawah.

Selama perjalanan pulang, suasana di dalam mobil kecil itu mencekam. Radio tengah malam memutarkan lagu nostalgia yang tidak populer. Nada musiknya pelan, siapapun yang mendengarnya pasti akan mengantuk.

Land Rover hitam Lewis Tang berhenti di depan gedung nomor tujuh kompleks Villa Country Bay. Clarice Lu ingin buru-buru melepas sabuk pengamannya dan keluar, tetap ketidaktenangaannya itu malah membuat sabuk pengaman tersangkut di tubuhnya. Ia tidak bisa turun, ia sungguh kesal.

Lewis Tang mematikan mobilnya. Ia mendekatkan tubuhnya ke tubuh Clarice Lu hingga Clarice Lu bisa mencium aroma tubuh dan bau rokoknya. "Jangan buru-buru, kamu sepertinya tersangkut."

Jari-jarinya yang yang kurus dan panjang langsung bergerak untuk melepaskan sabuk pengaman wanita itu.

Ketika sabuk pengaman itu sudah lepas Clarice Lu langsung buru-buru turun dari mobil. Lewis Tang mengikutinya turun. Mereka berdua kini berhadap-hadapan di sisi mobil.

"Terima kasih sudah mengantar saya pulang, CEO Tang. Kejadian di hotel hari ini anggap saja karena Anda minum bir terlalu banyak. Semoga kerjasama tadi kedepannya bisa berjalan lancar," ujar Clarice Lu tenang.

Film baru saja memulai tahap syuting, jadi ia harus menjaga sikapnya di hadapan Lewis Tang.

Clarice Lu belum selesai berucap, namun Lewis Tang langsung mengulurkan tangan dan memeluk pinggangnya. Ia kini ada dalam dekapan Lewis Tang dan bibir pria itu kini menempel di bibirnya.

Lewis Tang hanya mengecupnya sekilas dan langsung melepaskannya dari dekapan. Pria itu kemudian menatapnya dalam-dalam: "Clarice Lu, saya sangat sadar."

Lewis Tang selalu tahu persis apa yang ia inginkan.

Lewis Tang baru kembali ke mobilnya setelah melihat lampu tempat tinggal Clarice Lu menyala. Ia tidak langsung menyalakan mobilnya, ia merokok dulu.

Ponselnya yang ia taruh di laci mobil tiba-tiba berdering. Ia mengangkat telepon itu dengan tangan kanannya, tangan kirinya ia biarkan tetap menjepit rokok.

Suara Alex langsung terdengar dari ujung telepon. Nada bicaranya bahagia. "Jam segini harusnya sudah kelar dong urusanmu? Rasanya lega sekali pasti ya? Bro, kamu sudah lama kelelahan, urusan semacam ini harusnya dijalankan sedikit demi sedikit, bukan langsung sekaligus."

"Alex." Lewis Tang memotong kalimat Alex dengan suara dingin. "Siapa yang mengizinkanmu macam-macam di mobil dia? Kamu masak tidak tahu jalan tol sangat berbahaya? Pastikan ini adalah terakhir kalinya kamu melakukan ini, kalau tidak lain kali saya akan langsung usir kamu dari kantor."

Lewis Tang langsung mematikan telepon itu setelah menyelesaikan kalimatnya.

Jam hampir menunjukkan pukul dua subuh.

Seusai mandi Clarice Lu berbaring di ranjangnya. Ia kesulitan tidur. Entah berapa kali ia menggosok gigi, bibirnya masih terasa aneh.

Ini bukan pertama kalinya Clarice Lu menghadapi situasi seperti ini. Ia sebelumnya sudah pernah diajak "bermain" oleh pria-pria lain. Ia biasanya menanggapinya dengan mendorong mereka sekuat tenaga, tetapi karena hari ini pria yang dihadapinya adalah Lewis Tang ia tidak berani melakukannya.

Sejak pertama kali ia bertemu Lewis Tang, ia langsung tahu ia takut dengan pria ini. Ketakutannya itu tidak beralasan dan sama sekali tidak berkaitan dengan identitas Lewis Tang.

Pikiran Clarice Lu kacau, ia sama sekali tidak bisa tidur. Ia bangkit dari ranjang lalu membongkar laci-laci dan lemari-lemarinya untuk mencari obat penenang. Ia sungguh tidak tahan dengan perasaan tidak bisa tidur ini.

Ketika membongkar salah satu laci, mata Clarice Lu langsung tertuju pada buku catatan harian berwarna merah yang ada di dalamnya. Ia awalnya agak bingung buku apa itu, tetapi ia akhirnya mengambilnya. Ia kemudian duduk di kursi dan dengan rasa penasaran membolak-balik setiap lembarnya.

Penanggalan dalam buku itu dimulai dari tahun 2005. Saat itu ia berusia lima tahun, dan itu adalah masa-masa yang ia sengaja lupakan.

7 Desember 2005, salju tipis.

Saya tengkurap di atas sebuah tembok dengan tinggi dua meter. Kepala saya agak pusing ketika saya menengok ke bawah. Saya tidak tahu mengapa saya memanjat tembok ini, tetapi yang jelas sekarang saya tidak bisa turun.

Seekor kucing berbaring di atas telapak tangan saya. Ia menatap saya dengan wajah memelas. Oh, saya terjebak disini karena tadi saya menolong dia. Nah sekarang siapa yang akan menolong saya?

Novel Terkait

Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
3 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
3 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
3 tahun yang lalu