Eternal Love - Bab 84 Baik-baik melayaninya

Asisten tersebut membereskan masalah dengan cepat, dalam belasan menit dia sudah menelepon kalau pria tadi sudah ditangkap ke kantor polisi.

Alberto memanggil perawat, menyuruhnya baik-baik menjaga Miranda, ada masalah apa langsung menghubunginya, kemudian ia meninggalkan rumah sakit menuju kantor polisi. Asisten menunggunya di depan kantor polisi, sekali melihat Alberto, dia langsung datang menyambut, “Direktur, pihak polisi sedang menginterogasi pria itu.”

Alberto memandangnya sekilas, lalu masuk ke dalam.

Melihat dia, para polisi yang di dalam langsung berdiri dan memanggil dengan sopan : “Direktur Ji.”

“Mana orangnya?” Tatapannya menyapu ke seluruh polisi yang di ruangan.

Salah satu polisi segera menjawab : “Direktur Ji, orangnya ada diruang interogasi, mari saya antar anda ke sana.”

Di dalam ruang interogasi, tangan pria yang menyiksa Miranda diborgol, wajahnya sudah tidak tampak mabuk, dia sama sekali tidak takut terhadap polisi, malah berteriak : “Masalah ini tidak ada hubungannya dengan aku, cepat lepaskan aku.”

“Ada yang melihat kamu melakukan kekerasan terhadap seorang wanita, bagaimana bisa masalah ini tidak ada hubungannya dengan kamu?” Polisi melototinya dengan dingin, “Lebih baik kamu jelaskan semua, kalau tidak, kamu tidak akan bisa keluar dari sini.”

“Ada yang melihat?” Pria itu mencemooh, sikapnya masih congak, “Mana saksi matanya?”

“Saksi mata……”

Baru saja polisi ingin bicara, pintu ruang interogasi ditendang oleh seseorang dari luar, mengagetkan orang-orang yang di dalam.

Alberto berjalan masuk dengan langkah besar, tatapan matanya yang dingin lurus ke pria itu.

Polisi yang bertanggung jawab menginterogasi langsung berdiri dengan takut-takut ketika melihat Alberto, “Direktur Ji.”

Pria itu mengenali Alberto adalah orang yang merusak hal baiknya, mengingat tadi dia menendangnya, dalam hatinya langsung dendam, ia pun berkata ke polisi, “Tadi dia memukul aku, cepat tangkap dia.”

Beberapa polisi tersebut tidak berkutik, seolah tidak mendengar suaranya.

Pria itu semakin marah, “Kalian tahu siapa aku? Ayah aku adalah pejabat sekretaris pemerintah kota, kalau kalian tidak bergerak, kubuat kalian semua tidak punya sesuap nasi di rumah.”

Alberto mengambil tongkat polisi yang di samping, dengan satu tendangan, pria itu tersungkur ke lantai berserta kursinya.

Pria itu melototi Alberto dan mengecam : “Kamu berani memukul aku? Ayahku tidak akan melepaskanmu.”

Alberto memandangnya dari atas ke bawah bagaikan seorang raja menatap rakyat kecil, tatapan matanya dingin, dia mengangkat kaki menapak wajahnya dengan senyuman dingin, “Hanya sekretaris kecil sudah berani lagak begini?”

Nada bicaranya terdengar meremehkan.

“Apakah kalian sebagai polisi tidak peduli?” bentak pria tersebut ke polisi yang berdiri disamping, tapi polisi itu menunjukkan ekspresi datar, sama sekali tidak ingin ikut campur.

Saat ini, sang pria baru menyadari keluarbiasaan Alberto.

Sekali Alberto mengeluarkan tenaga, sang pria meringis kesakitan, matanya penuh ketakutan, “Kamu……Siapa kamu?”

Sebenarnya siapa dia? Malah tidak takut sedikit pun ketika mendengar ayahnya adalah pejabat pemeritahan kota.

Alberto tidak menjawab, melainkan bertanya : “Aku beri satu kesempatan ke kamu, kamu bukan yang memberinya obat?”

Mendengar itu, dia langsung menyangkal : “Bukan, bukan aku.”

Alberto tidak percaya, langsung ia pukul lengannya dengan tongkat.

Dalam ruang interogasi yang tidak besar ini bisa mendengar bunyi sesuatu yang patah.

“Aaa!” Pria itu menjerit kesakitan, air matanya mulai berlinang, “Tanganku……tanganku patah……”

Polisi yang di samping terkejut, mereka tidak mengira Alberto akan sekasar itu, tapi juga tidak ada yang berani mencegahnya.

“Aku beri satu kali kesempatan lagi, kamu bukan yang memberinya obat?” Tanya Alberto sekali lagi.

Pria tersebut sakit sampai wajah memucat, keringat dingin memenuhi keningnya, tapi kalau soal menyangkut nyawanya, dia juga tidak berani sembarangan, dengan menahan sakit ia berkata : “Sungguh bukan aku. Saat itu aku mabuk, sudah linglung, ada yang bilang ke aku dia mau menghadiahkan seorang wanita untukku, ada di toilet. Jadi aku pergi ke sana.”

Dia kelihatan tidak berbohong, Alberto mengernyitkan dahi, kemudian menarik kakinya kembali.

Melihat Pria yang kesakitan itu, dia kembali teringat dengan tatapan tidak berdaya dan putus asa Miranda tadi, seketika dia emosi lagi dan memukul pria itu beberapa kali.

Pria itu mengira Alberto akan melepaskannya setelah dia memberi penjelasan, tapi tidak diduga dia memukul lagi, dalam sekejap terdengar suara raungan dari ruang interogasi.

Para polisi tidak tahan sampai memalingkan muka.

“Bukan kamu yang memberi obat juga tetap pantas mati. Tahu siapa orang yang kamu temui itu? Dia adalah orang keluarga Ji, berani-beraninya menyentuh orang keluarga Ji, apakah merasa hidupmu terlalu panjang?”

Keluarga Ji? Air muka pria itu berubah, kenapa tidak menduga sedikit pun kalau dirinya sudah berurusan dengan keluarga Ji?

“Semua salah aku, tidak seharusnya aku menyentuh gadis itu, semua salah aku, mohon anda ampuni aku, aku mohon.”

Satu tangan pria itu yang sudah patah tergerai di lantai, ia menatap Alberto dengan wajah ketakutan.

Dia tahu, akan segampang mematikan semut kalau keluarga Ji ingin mematikannya. Dia menyesal sekali, kalau tahu gadis itu adalah orang keluarga Ji, mau seberani apa pun dia juga tidak berani menyentuhnya.

Saat ini, dia hanya bisa memohon Alberto mengampuninya.

Melihat pria itu tampak menyedihkan, Alberto baru merasa sedikit lebih baik, tapi dia tidak mungkin memaafkannya begitu saja.

Dia lempar tongkat polisi tersebut, lalu membalikkan badan berkata kepada polisi : “ Dia adalah anak pejabat pemerintahan, harus ingat baik-baik melayaninya.”

Para polisi yang melihat wajah suram dan dinginnya itu, mana berani mengatakan apa-apa, hanya bisa menganggukkan kepala : “Kami pasti akan baik-baik melayaninya, tidak membuat direktur Ji kecewa.”

Keluar dari kantor polisi, asisten yang di samping berkata, “Direktur, kamu tenang saja, orang yang memberi obat itu, pasti akan segera aku temukan.”

Alberto mengangguk tanpa ekspresi, “Kamu kembali ke perusahaan, aku mau ke rumah sakit.”

Setelah itu, dia pun menuju ke mobilnya sendiri.

Asisten tersebut mengikuti dari belakang, setelah ragu-ragu, akhirnya dia memutuskan untuk mendekat dan berkata dengan was-was : “Direktur, apakah anda mau kembali untuk mengganti pakaian dulu?”

Alberto menundukkan kepala melihat penampilannya yang acak-acakan, tadi ketika di rumah sakit sudah ada yang mengingatkannya, tapi sekali mendengar telepon asisten yang mengatakan bahwa pria itu sudah ditangkap ke kantor polisi, dia langsung datang tanpa peduli hal lain lagi.

Asisten tahu direktur selalu sangat mempedulikan nyonya muda kedua, tapi tidak disangka sampai tidak mempedulikan penampilannya seperti ini, kalau dilihat oleh karyawan perusahaan, pasti akan menerbalikkan kesan mereka terhadap direktur.

Alberto juga tidak menyangka dirinya akan kalang kabut kalau sudah merupakan masalah anak itu, bahkan bisa merelakan penampilan yang dari dulu sangat ia utamakan.

Dia menundukkan kepala tersenyum kecil, kelihatannya pengaruh anak itu ke dirinya benar-benar besar sekali.

Novel Terkait

Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
3 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
3 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
3 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu