Eternal Love - Bab 101 Benar-benar Perih

“Biskuit?” Alberto Ji menaikkan sebelah alisnya, lalu berjalan mendekat, dan melihat di meja terdapat biskuit dengan berbagai macam bentuk, ada bentuk kucing, ikan, kelopak bunga, semuanya dengan ukuran yang super kecil dan lucu.

Miranda Wen tersenyum dan berkata: “Kami juga membuatkan untuk kakak. Pengurus rumah bilang, kakak sering minum kopi, akan lebih enak rasanya jika dibarengi dengan cemilan kecil.”

Kemudian, dia mengingat Alberto Ji yang tidak suka makanan manis, dan menambahkan: “Aku hanya memasukkan sedikit gula, tidak manis, kok.”

Setelah mengatakannya, dia menatap Alberto Ji penuh harap dan penasaran dengan jawabannya.

Tapi Alberto Ji tidak mengatakan apapun dan meliriknya dalam, lalu berbalik badan dan pergi.

Miranda Wen menatap bayangan tubuhnya dengan sedikit mengernyit dan heran, apakah Alberto Ji setuju atau tidak?

Tapi biar saja, walaupun Alberto Ji tidak menjawab, nanti dia tetap akan mengantarkannya untuknya.

“Bernando, ayo kita panggang biskuitnya.” Dia menoleh pada Bernando Ji, dan berkata dengan senyum.

Setelah memasukkan nampan penuh biskuit ke dalam oven dan mengatur waktunya, dia membersihkan Bernando Ji, setelah itu biskuitnya sudah selesai di panggang.

“Biskuitnya sudah matang, biskuitnya sudah matang.” Bernando Ji sangat girang seperti balita berumur 3 tahun, walaupun dia memang hanya IQ seperti seorang anak kecil.

Miranda Wen mengeluarkan nampannya, Bernando Ji mengulurkan tangannya tidak sabar untuk mengambil biskuit tersebut, dan Miranda Wen terlambat mencegahnya.

“Panas sekali!” teriak Bernando Ji.

Miranda Wen tersenyum dan memberitahunya: “Ini baru saja matang, masih sangat panas, tiup dulu sebentar, baru di makan.”

Miranda Wen pergi ke dapur dan kembali dengan piring di tangannya, dia dengan serius memilih biskuit dari nampan yang bentuknya lebih bagus dan menaruhnya ke dalam piring, karena ini untuk kakak, tentu saja harus memilih yang lebih bagus.

“Bernando, aku akan mengantarkan biskuit untuk kakak. Tunggu biskuitnya dingin dulu, baru kamu makan, ya.”

Dia meraih piring yang penuh dengan biskuit dan segera naik ke lantai atas, baru berjalan beberapa langkah, dia tiba-tiba teringat sesuatu dan menoleh balik melihat Bernando Ji, lalu berkata: “Bernando, jangan makan terlalu banyak biskuit, sebentar lagi kita akan makan malam.”

Bernando Ji mengangguk dengan patuh, tapi Miranda Wen tahu, dia tidak akan se-penurut itu, sangat jarang ada bisa biskuit, bisa jadi dia menghabiskan semuanya, tapi dia tidak berpikir banyak karena sekarang dia mau mengantarkan biskuit untuk kakak.

……

Sesampainya di lantai atas, Miranda Wen langsung berjalan ke pintu kamar Alberto Ji, dia mengulurkan tangan dan mengetuk pintu, namun tidak ada jawaban setelah sekian lama, alhasil dia membuka pintu sendiri dan berjalan masuk.

Tidak ada orang di dalam kamar, tapi ada suara air dari dalam kamar mandi.

Dia menjulurkan lidahnya, sungguh dia datang di waktu yang tidak tepat, kakak sedang mandi.

Awalnya dia berniat keluar setelah meletakkan biskuit, tapi ketika dia teringat ini adalah pertama kali dia masuk ke kamar kakak semenjak datang ke Keluarga Ji, dia tidak tahan untuk melihat-lihat sesaat.

Tapi sebenarnya selain pembantu yang masuk untuk bersih-bersih setiap harinya, juga sangat sedikit orang yang datang.

Dia memperhatikan kamar, gaya dekorasi sederhana dengan warna hitam dan putih, tidak terlalu banyak hiasan, bersih dan rapi, tetapi juga cocok dengan kepribadian kakak yang tenang dan acuh tak acuh.

Tepat ketika dia sedang melihat-lihat kamar itu, pintu kamar mandi terbuka, dan Alberto Ji keluar dengan jubah mandinya, lehernya terbuka lebar, dan rambutnya belum kering, air menetes dari ujung rambutnya ke dadanya, dan perlahan meluncur turun di dengan perlahan, menunjukkan pesonanya.

Miranda Wen yang mendengar pergerakkan segera menolehkan pandangan, tidak pernah terpikir olehnya akan melihat pemandangan seperti ini, tiba-tiba, matanya melebar dan tangannya bergetar ketakutan, piring yang dipegangnya jatuh ke lantai dengan suara gemerincing dan pecah, biskuitnya juga hancur di seluruh lantai.

Alberto Ji mengerutkan kening dan menatapnya dalam.

Miranda Wen memang tahu kakak tampan, tapi dia tidak pernah mengira bahwa tubuhnya akan sebagus ini, otot-ototnya bisa dilihat dari kerah di lehernya yang terbuka, Miranda Wen tidak bisa menahan untuk tidak menelan air liurnya, dia dengan cepat dan bingung mengalihkan pandangan matanya, wajahnya memerah.

“Aku…… aku sudah mengetuk pintu.” Miranda Wen takut Alberto Ji mungkin akan salah paham, mengira bahwa dia datang tanpa permisi, maka dari itu dia menjelaskan.

Tetapi Alberto Ji tidak mengatakan apa-apa, hanya menatapnya dalam diam, tatapannya dalam dan membuat Miranda Wen gugup.

"he he" Miranda tersenyum canggung, lalu melihat ke bawah ke piring yang rusak dan biskuit yang berserakan di lantai, matanya memancarkan sedikit sakit hati, sayang sekali dia telah bekerja begitu keras untuk membuat biskuit itu.

Miranda Wen berjongkong memungutnya, tepat pada saat itu, Alberto Ji berkata, “Biarkan saja, biar nanti asisten rumah tangga saja yang membersihkannya.”

“Tidak apa, aku saja.”

Miranda Wen mengulurkan tangannya untuk memungut pecahan kaca, siapa sangka, dia terluka oleh serpihan kaca yang tajam, dia menjerit dengan pelan, dan melihat darah merah segar mengalir keluar.

Mendengarnya, Alberto Ji segera mendekat dan melihat jari tangannya yang terluka, tatapannya dalam, dan menarik Miranda Wen menuju ruang kerjanya.

Miranda Wen duduk di sofa dan mengelap tangannya yag terluka dengan tisu.

Alberto Ji datang membawa kotak obat dan duduk di sebelahnya, tiba-tiba, aroma sabun mandi yang wangi dan segar masuk ke hidungnya, dan jantungnya berdetak lebih cepat.

“Sini tanganmu.” Ucap Alberto Ji.

Miranda Wen dengan taat memberikan tangannya, Alberto Ji membuang tisu yang sudah penuh dengan darah dari jarinya, ketika dia melihat luka itu, alisnya berkerut dengan sengit, dia mengeluarkan bola kapas dan membasuhnya dengan alkohol, satu tangannya memegang pergelangan tangan Miranda Wen , dan dengan lembut membersihkan lukanya dengan bola kapas di tangan lainnya.

Tangan hangatnya yang menempel pada kulit Miranda wen, membuat hatinya bergetar.

“Hiss!” ketika kapas yang dibasahi dengan alkohol menyentuh lukaya, Miranda Wen menghirup udara dingin, apakah memang seperih ini?

“Sakit?” Alberto Ji menengadah menatapnya.

“Tidak sakit.” Miranda Wen menggelengkan kepala.

Alberto Ji kembali menundukkan pandangannya, membersihkan lukanya dengan hati-hati, “Kalau sudah tahu sakit, lain kali kamu harus lebih berhati-hati.”

“Hmm.”

Miranda Wen menatap ekspresinya yang serius dan tidak bisa menahan diri untuk tidak memandangnya.

Dia benar-benar tampan, dengan mata dan alis yang tegas, rahang yang tajam, akan membuat semua wanita yang melihatnya tertarik.

Mungkin karena merasakan pandangannya, Alberto Ji mengangkat kelopak matanya, dan menatap matanya yang linglung.

Miranda Wen terkejut dan mengalihkan pandangannya melihat sekitar.

Melihat kegelisahannya, Alberto Ji tidak mengatakan apa-apa dan menurunkan pandangannya untuk menutupi emosi yang rumit di matanya.

Setelah membersihkan lukanya, dia meneteskan obat merah pada luka, kemudian dia mengambil sebuah bola kapas menutupi luka, lalu mengikatnya dengan perban.

Setelah selesai di perban, Miranda Wen berkata pelan: “Terima kasih, Kakak.”

Melihat Alberto Ji yang meliriknya sesaat, kemudian membereskan kotak obat dan bangkit pergi.

Tiba-tiba tidak ada orang di sampingnya, dan merasa kosong tanpa alasan.

Miranda Wen menunduk, dan melamun menatap lukanya yang telah diperban.

Setelah mengembalikan kotak obat, Alberto Ji kembali dan melihatnya yang linglung, dia mengerutkan kening, lalu dia berjalan dan duduk di seberangnya kemudian bertanya dengan suara yang dalam, "Bagaimana kabar perusahaan baru-baru ini?"

Miranda Wen tertegun, “Lumayan.”

"Aku dengar tenggat waktu untuk kuartal baru telah dimajukan?"

“Iya, dimajukan satu bulan.” Apakah ini berarti dia tidak begitu jelas tentang masalah ini?

“Apakah akan tepat waktu?” dia kembali bertanya.

Miranda Wen menganggukkan kepala, “Tepat waktu, hari ini sudah banyak desainer yang mengumpulkan rancangan, rancangannya cukup bagus. Kecuali……”

Dia terdiam, tetapi Alberto Ji tetap mengerti apa yang ingin dia katakan, dan bertanya: “Bagaimana dengan Bernessa Song dan lain-lain?”

Novel Terkait

Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
5 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu