Eternal Love - Bab 243 Membara

AlbertoJi menarik nafas dalam-dalam, dan mengontrol emosinya untuk turun, menunduk dan merenung sejenak, mengulurkan tangan dengan lembut dan menarik Miranda Wen untuk berdiri, matanya tidak lagi menatap Miranda Wen, dengan cepat berbalik dan kembali ke kamarnya sendiri, bahkan tidak memperhatikan piring yang terjatuh di atas lantai.

”Bam” sebuah suara yang keras, Alberto Ji kembali ke kamarnya dan menutup pintu kamar, dia bersandar di belakang pintu, terengah-engah, dan tanpa sadar teringat apa yang baru saja terjadi tadi.

Miranda Wen yang mengenakan handuk mandi dengan tubuh yang indah, memunculkan punggungnya yang indah, sebuah tetesan air seperti mutiara mengalir dari atas rambutnya dan menetas di pipi dan bibirnya yang merah, dan membuat tenggorokannya menegang.

Alberto Ji teringat kejadian pada saat Miranda Wen berbaring diatas tubuhnya, kelembutan di dadanya, membuat matanya semakin gelap.

Alberto Ji hanya merasa panas di bagian bawah perutnya, semakin dia memerintahkan otaknya untuk tenang, dia semakin tegang dan pikirannya masih penuh dengan penampilan menggoda Miranda Wen yang berulang kali muncul di benaknya.

Alberto Ji yang telah bersabar dan matanya juga tersipu malu, dan melihat melihat tubuh bagian bawah yang sudah lama tidak dilihat, Alberto Ji menghela nafas tak berdaya, benar-benar tidak tahu harus bagaimana terhadap wanita ini, setiap gerakannya selalu menyentuh hatinya.

Mata Alberto Ji yang dalam, dan tampah sedikit sulit untuk di tebak, dia tertegun, kemudian segera berbalik dan melangkah ke kamar mandi, setelah beberapa percikan air, Alberto Ji seperti sedang mengunakan metode penghapusan memory untuk menghilangkan panas dalam hatinya.

Di sisi lain, Miranda Wen yang di dorong oleh Alberto Ji hatinya berdetak cepat, dan tertegun disana.

Setelah beberapa lama baru merasakan kesejukan di tubuhnya, dan tubuhnya masih sedikit gemetaran, baru menyadari bahwa dirinya masih belum mengenakan pakaian, dia menundukkan kepalanya dan memperhatikan bahwa handuknya perlahan-lahan menurun, dan wajahnya kembali tersipu malu.

Sialan, apakah kakak tadi ada melihatnya atau tidak, jangan-jangan dia merasa aku ini murahan bukan?

Miranda Wen menutup pintu kamar, dan duduk di tempat tidur dengan ekspresi kesal, sambil memikirkan hal yang lain, dan juga sambil menjambak rambut sendiri.

Sudahlah, tidak perlu memikirkan hal begitu banyak, lebih baik mengenakan pakaian dulu, jika tidak maka kurang baik juga siapa nanti yang datang kesini.

Memikirkan hal ini, dengan cepat Miranda Wen berdiri dan mengambil pakaian dalam lemari dan mengenakannya, Miranda Wen yang berbaring di tempat tidur tanpa sadar teringat dengan adegan tadi.

Dia berbaring diatas tubuh Alberto Ji, dan memikirkan seluruh tubuhnya memiliki aroma pria, wajah Miranda Wen menjadi merah, dan adegan pemandangan itu tidak berhentinya muncul di benaknya.

Miranda Wen, Miranda Wen, kamu seharusnya sadari, itu adalah kakakmu sendiri bagaimana bisa berpikiran seperti itu, jangan berpikir begitu lagi.

Miranda Wen mengulurkan tangannya dan menepuk wajahnya, dan berharap setelah menampar pipi sendiri bisa terjaga, dengan sesaat bangkit, menatap matanya yang berbinar, tepat saat itu sedang memikirkan sesuatu, tiba-tiba ada sebuah hal yang menarik perhatiannya, sebuah mangkok yang pecah tergeletak di pojokan.

Dia hampir saja lupa, tadi Alberto Ji datang masuk membawa semangkok sup, tetapi sup itu tumpah oleh karena adukannya. Miranda Wen teringat akan Alberto Ji yang memegang sup dengan tangan yang merah, dan sedikit melepuh.

Jangan-jangan, ini kakak yang membuatnya sendiri?

Memikirkan hal ini, Miranda Wen merasa terharu, menundukkan kepala dan melihat ke mangkuk yang diatas lantai, dalam matanya terdapat perasaan yang aneh.

Dengan cepat Miranda Wen membersihkan pecahan diatas lantai, menoleh dan berbaring di tempat tidur, mengingat apa yang telah dilakukan Alberto Ji padanya, terdapat senyuman di sudut matanya, tersenyum seperti bulan sabit, dan perlahan-lahan terlelap.

Entah kenapa kejadian malam itu, apakah karena semangkuk sup yang dia buat sendiri, meskipun dia tidak meminumnya, tetapi merasa terharu dalam hatinya. Dengan begitunya Miranda Wen tertidur lelap sampai keesokan harinya, sebuah kelelapan yang jarang didapatkan.

Matahari yang cerah menyinari ruangan melalui celah-celah tirai di pagi hari, dan menyinari ke tubuh Miranda Wen, jarang sekali hari sabtu, bisa tidur sampai siang, memikirkan hal ini, Miranda Wen kembali berbaring di tempat tidur.

Setelah berbaring beberapa saat, “Gruk Gruk Gruk.” Miranda Wen merasakan rasa lapar dan kosong di perutnya, dia berdiri dan mencuci wajah dengan mengenakan gaun katun panjangan berjalan menuruni tangga.

Awalnya ingin pergi ke dapur dan mencari apa yang bisa di makan, tetapi ketika Miranda Wen ingin menuruni tangga berpapasan dengan Alberto Ji di ujung tangga, sesaat Miranda Wen merasa kaku, dan tidak tahu harus membuat apa.

Sekarang ketika dia melihat Alberto Ji, tidak tahu mengapa dia selalu memikirkan hal yang terjadi kemarin, sebuah wajah bodoh yang rona merah, yang membuatnya tidak berdaya.

Alberto Ji melihat Miranda Wen hari ini yang tidak menanggapinya dengan ceria, dia mengenakan gaun katun berwarna aprikot dengan tali pinggang hari ini, wajahnya yang kecil tanpa bedak dan terlihat cantik, Miranda Wen mengenakan rok panjang yang sederhana tetapi memiliki gaya yang berbeda.

Merasakan tatapan penuh kasih sayang dari mata Alberto Ji, Miranda Wen pun tertegun, menggaruk kepala dan melangkah maju untuk menyapa Alberto Ji. “Kakak.” setelah menyapa, Miranda Wen mengabaikan reakdi Alberto Ji dibelakangannya dan bergegas lari menuruni tangga dan berjalan ke ruang tamu.

Sebuah akhir pekan yang menyenangkan dan senang, setelah karena tindakan Alberto Ji, dan sekarang wajah Violet Qin yang menjijikan muncul di depannya lagi, dengan melihat Violet Qin yang duduk berdampingan dengan Joyce Qin, keduanya berbincang-bincang sambil tertawa.

Miranda Wen yang tertegun di tempat, tidak tahu apakah harus pergi menyapa Violet Qin atau tidak, tetapi jika dia pergi kesana juga akan merasa jengkel melihat Violet Qin.

Tepat saat Miranda Wen berkutat dengan apa yang harus dilakukan, suara Violet Qin tiba-tiba terdengar di samping telinga Miranda Wen, “Miranda, masih tidak cepat kemari, kamu baru bangun ya, kenapa tidak tidur sesaat lagi, jarang-jarang mendapatkan hari libur.”

Mendengar perkataan Violet Qin, memang terdengar sangat perhatian, tetapi sebenarnya setiap kata yang dia katakan menganggapnya salah.

Karena Violet Qin dari pagi sudah bergegas ke rumah Keluarga Ji, dan juga membuat sarapan bersama Joyce Qin, dan Miranda Wen yang seorang menantu tidur sampai jam segini, jika bukan karena lapar mungkin saja sampai sekarang belum bangun.

Meskipun keluarga Ji tidak kekurangan pembantu, dan juga tidak membutuhkan seorang menantu untuk membuat sarapan, tetapi perkataan ini keluar dari mulut Violet Qin saat ini, terutama penampilan kedua orang tersebut yang membandingkan orang, membuat alis Joyce Qin mengernyit.

Novel Terkait

Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
3 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
4 tahun yang lalu