Eternal Love - Bab 187 Setelah Mabuk

Baru sampai lantai dua, langsung berjumpa dengan ibu mertua yang sedang keluar dari kamar, melihat Miranda Wen yang menuntun Alberto Ji, Ia segera menyapa, “kalian ini ada apa?”

Melihat ekspresi ingin tahu dari wajah ibu mertua, Miranda Wen segera menjelaskan : “kakak mabuk, aku membantunya membawa ke atas.”

Mendengar ini, Joyce Qin menatap putra sulung, melihat matanya yang terpejam dan dalam kondisi mabuk, tidak bisa menahan untuk menyeritkan alis dan cemberut, lalu bergumam : “ ada apa dengan anak ini? Minum sampai dirinya sendiri mabuk?”

Bagaimanapun juga itu adalah anaknya sendiri, tidak sanggup banyak memakinya, ia menyuruh Miranda Wen : “pelayan semua sudah tidur, kamu bisa menjaga Alberto Ji.”

Miranda Wen terpaku, “oh, aku paham, bu.”

Awalnya berpikir kalau ibu mertua akan marah karena ia dekat dengan kakak tertua itu, tidak disangka malah menyuruhnya merawat kakak, mungkin karena merasa ia adalah istri dari Bernando Ji, jadi tidak terlalu banyak berpikiran yang aneh-aneh.

Miranda Wen menuntun Alberto Ji sampai kamar, menyuruhnya berbaring di ranjang.

Melihat Alberto Ji yang sudah menutup mata, ia menghela napas lega, membawa lelaki bertubuh besar dari bawah ke atas. Baginya sebagai seorang wanita, hal itu benar-benar merepotkannya.

Setelah istirahat sejenak, ia kembali kebawah dan kembali menuang air madu, berpikir membiarkan kakak meminumnya, akan menghilangkan rasa sakit karena mabuk.

“kakak, minumlah sedikit air madu.”

Miranda Wen sambil memegang cangkir berdiri di samping ranjang, mencondongkan tubuh lebih dekat ke Alberto Ji, dan dengan suara lembut berbisik kepadanya.

Dengan kesadarannya yang belum pulih, seolah-olah suara yang dikenalinya datang dari kejauhan, Alberto Ji dengan perlahan membuka matanya, matanya yang linglung menatap sepasang pupil yang cerah dan jernih.

Melihat mata Alberto Ji terbuka, Miranda Wen mengambil cangkir dan menaruhnya di atas ranjang, kemudian duduk di sisi pinggir ranjang, tangannya menahan belakang leher Alberto Ji dan membantunya duduk.

Setelah itu, ia memberikannya secangkir air madu, menyodorkan sampai ke bibirnya, “kakak, setelah minum ini bisa jadi lebih nyaman.”

Alberto Ji membiarkan dirinya bersender di bahu Miranda Wen yang ramping, dan tercium aroma samar dari tubuhnya yang menyegarkan, memberikan sedikit ketenangan dari kepalanya yang tengah kacau.

Ia membuka mulutnya, dan Miranda Wen menyuguhkan minuman itu.

Melihat ia telah menghabiskan air madu itu, Miranda Wen mengembalikannya ke ranjang dengan perlahan.

Miranda Wen mengerutkan keningnya, melihat rambut depan dahi yang berantakan dan basah, lalu berdiri dan pergi ke kamar mandi.

Ketika keluar, di tangannya terdapat banyak handuk.

Ia membungkuk, dengan lembut perlahan menyeka dahi, pipi, dan dagunya dengan handuk.

Ekspresinya yang sangat lembut, dan matanya yang sangat jernih sampai seperti tidak terkontaminasi sedikit kotoran.

Tatapan mata Alberto Ji memaku pada paras kecantikannya, seolah-olah ada sesuatu di dalam hatinya yang berteriak, matanya berangsur-angsur menebal, dan tiba-tiba, ia menariknya ke dalam pelukannya.

Ya Tuhan! Apa yang kakak lakukan? Bagaimana ia melakukan ini?

Ia mengangkat tangannya ke dada, mencoba melepasnya, bagaimanapun juga tidak bisa dilepaskan.

“huh...”

Ia membuka mulut ingin berbicara, tanpa diduga ia memberikannya kesempatan, lalu segera mengusap mulutnya, tanpa melewatkan satu sudut.

Ia merasakan sedikit rasa manis, napasnya berubah menjadi beray, detak jantungnya berdebar kencang.

Lalu hawa dingin tiba tiba datang dari belakang, ia tiba-tiba terbangun dari tidurnya yang menawan, lalu melihat kepala yang tersender di leher, dan ia terkejut.

Ya Tuhan! Ia sedang melakukan apa?

Tidak berpikir panjang, ia langsung menyingkir dari Alberto Ji, hampir tergelundung dari ranjang, lalu mengenakan sandal, dan langsung berlari keluar dengan panik.

Alberto Ji menyenderkan kepalanya di kepala ranjang, lalu mengangkat tangan dan menutup matanya.

Dia yang seharusnya mabuk, tetapi saat ini dia tersadar.

Aroma samar tubuh Miranda Wen masih tercium, bibir tipisnya tertutup rapat,

Bagaimana ia bisa melakukan hal seperti itu kepadanya?

Apakah karena mabuk lalu bingung? Atau perasaan yang tidak bisa ditahan?

Setelah semua ini terjadi, apa yang seharusnya ia lakukan?

……

Miranda Wen berlalu ke kamarnya sendiri, sangat beruntung semua orang sudah tertidur, jika tidak kalau ada orang yang melihatnya keluar dari kamar kakak, pasti akan ada kesalah pahaman.

Meskipun tahu apa yang telah terjadi, tetapi ia menganggap itu karena kakak sedang mabuk, dan tidak mengenali dirinya sementara waktu.

Tapi...

Ia duduk di pinggir ranjang, mengangkat tangan dan membelai bibir, dan di atasnya seperti ada nafasnya.

Kakak karena mabuk jadi tidak bisa berkata apapun, tetapi ia sendiri sadar, jelas-jelas bisa menyingkir darinya, tetapi kenapa tenggelam dalam pelukannya?

Menikmatinya? Ia menggaruk rambutnya dengan kesal.

Apa ia sudah gila? Bagaimana bisa ia menikmatinya?

Itu sebuah kesalahan!

“Miranda Wen, kamu adalah istri Bernando Ji, jangan memikirkan sesuatu yang bukan seharusnya milimu. Apakah paham?

Ia dengan sungguh-sungguh memperingatkan dirinya sendiri, tapi setiap ia memejamkan matanya, kejadian itu masih saja terngiang.

“Ah! Aku sudah gila!”

Ia lalu berbaring di ranjang, menggulingkan badan, dan menyelimuti dirinya dengan selimut.

Ketika ia memejamkan matanya, ia bisa merasakan napas kakak menyelimuti dirinya, sambil terkejut ia menyangkal : “tidak ada yang terjadi, tidak ada yang terjadi...”

Ia terus kepikiran, mungkin karena terlalu lelah, ia langsung tertidur dengan keadaan seperti ini.

……

Keesokan harinya, Miranda Wen masuk ke restoran, melihat sosok yang tidak asing baginya, perasaannya tidak tenang, lalu menggosok-gosokkan tangannya dengan gugup.

Bukannya ia seharusnya membalikkan badan dan keluar? Tetapi jika begitu apa tidak terlalu terlihat disengaja?

Ia masih menahan dalam hari, berpura-pura tenang dan menarik kursi lalu duduk, sudut matanya melirik dengan hati-hati lelaki diseberangnya itu, nampaknya ia seperti biasanya, tenang, dan tidak peduli dengan apa yang terjadi kemarin malam.

Melihat ini, Miranda Wen sangat lega, sepertinya kemarin malam kakak benar-benar mabuk, seperti ini lebih baik, menyelamatkan dua orang dari rasa malu.

Karena kakak tidak mengingatnya sama sekali, maka ia pun juga pura pura lupa.

Ia berpikir, perasaannya sangat lega, lalu mengambil sandwich dan menggigit, matanya menunjukkan rasa puas.

Jika perasaan sedang baik, makan apa saja terasa enak!

Alberto Ji mengambil susu, sambil meminumnya, secara tidak sengaja matanya tertuju pada perempuan itu, melihat wajahnya yang ceria, tetapi tersirat beberapa emosi yang rumit di matanya.

Novel Terkait

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
4 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu
Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu