Eternal Love - Bab 40 Ia Sedang Tidak Senang

Tanpa disadari Albert menopang pinggang Miranda, sesaat tubuh keduanya menempel dengan begitu berdekatan, bertatap empat mata, keduanya terpaku.

Wajah wanita yang ada di dalam pelukan itu hanya sebesar telapak tangan dan putih merona, terlihat memerah karena pusing, tatapannya sedikit mabuk, terlihat kabur dan mempesona, begitu pula kecantikannya.

Hidungnya yang mancung, perlahan menarik perhatian dari dalam hati Alberto.

Sedangkan Miranda memandangnya dengan kebingungan, dengan sepasang matanya yang hitam pekat, sesaat ia sedikit tidak sadar, tunggu ketika ia kembali sadar, barulah menyadari betapa ambigunya gerak tubuh mereka berdua, langsung wajahnya terasa panas.

Tapi tidak tahu mengapa, aroma di tubuh Alberto membuatnya merasa tidak asing.

“Kamu tidak apa-apa?”

Sampai ketika suara rendah Alberto terdengar, barulah Miranda langsung menjaga jarak dengannya, tersenyum dengan bodoh, “Maaf, aku tidak sengaja minum terlalu banyak.”

Ketika berbicara ia pun semakin mabuk, tatapannya menjadi buram.

Meski tidak tampak namun jelas hati Alberto tersentak, terpancar emosi yang tidak bisa dimengerti orang melalui tatapan matanya, tatapannya memandang terus Miranda, dan bertanya, “Apakah masih bisa berdiri?”

“Aku bisa berdiri sendiri.” Miranda mengangguk dengan berat, alhasil ia tetap tidak berdiri dengan stabil dan seluruh tubuhnya lagi-lagi jatuh ke samping.

Untung saja tangan dan mata Alberto cukup gesit, ia menopang pinggang Miranda tepat pada waktunya, sehingga ia tidak jatuh ke lantai.

Mengapa Alberto bisa melupakan ketidak mampuan Miranda dalam minum bir.

Alberto menghela napas pasrah, “Ku antar kamu kembali ke kamar.”

“Kalau begitu aku minta tolong, Kakak.”

Menyadari ia tidak bisa kembali sendiri, Miranda pun tidak menolak saran Alberto, seluruh tubuhnya yang ringan bersandar pada tubuh Alberto, hanya merasa kedua kakinya tidak stabil seperti menginjak kapas.

Mencium aroma wangi dari tubuh Miranda, tatapan Alberto pun semakin lama semakin dalam, kata hatinya terlalu menyiksanya, lain kali ia tidak akan membiarkan Miranda minum bir lagi.

Saat mengantarnya sampai ke kamar, Alberto berkata “Istirahatlah dengan baik” lalu buru-buru pergi.

Melihat punggung Alberto yang buru-buru pergi, Miranda pun tampak bingung.

Kakak, apakah dia marah? Miranda berpikir dengan sedikit kecewa.

Tiba-tiba hatinya merasa sedih, ia pun memukul kepalanya sendiri, memarahi dirinya sendiri adalah kepala babi, tidak ada apa-apa mengapa minum begitu banyak bir.

Tapi rasa kesalnya tidak bertahan lama, rasa ngantuknya lebih kuat.

Hari berikutnya, Miranda membawa Bernando pergi makan seperti biasanya, ia melihat Alberto di meja makan, memikirkan yang terjadi tadi malam, hatinya merasa malu.

Lalu Alberto terlihat seakan masalah kemarin tidak dimasukan ke hati, tidak ada ekspresi apapun di wajahnya, melihat Miranda lalu mengangguk, bisa dibilang menyapanya.

Mengetahui Alberto tidak marah padanya, barulah Miranda merasa tenang.

“Istriku Miranda, setelah kita makan, bagaimana kalau kita ke taman di belakang, di sana bunga sedang bermekaran dengan cantik!” Bernando tertawa dan menarik baju Miranda sambil berbicara.

Sejak ketika dahulu Bernando melindunginya, pandangan Miranda akan dirinya berubah banyak, meski sekarang belum bisa menganggapnya sebagai suami sendiri, tapi setidaknya bisa menjadi teman.

“Oke, Tapi Bernando harus makan dengan baik.” Miranda memandangnya dan tersenyum manis, nada bicaranya seperti sedang merayu anak kecil.

“Hm, Bernando akan menurut.” Bernando berkata sambil mengangguk keras.

Alberto yang melihat ini semua, tatapannya pun berubah menjadi suram, perasaannya juga menjadi dingin, ia meletakkan sumpitnya dan berkata dengan suara berat, “Aku pergi kerja.”

“Hati-hati di jalan.” Ibu Ji berkata seperti biasanya.

Alberto mengangguk, tidak lagi berkata apa pun dan pergi.

Tidak tahu kenapa, Miranda melihat Alberto tiba-tiba terasa aneh.

Kakak, apakah ia tidak senang?

Perubahan perasaannya berubah dengan cepat, meski ia tidak menunjukkannya dengan jelas, tapi ia bisa merasakan dengan jelas emosi Alberto yang menurun.

Tapi sebenarnya karena apa?

……

Begitulah berlalu dua hari, tiba-tiba Alberto seperti menjadi sibuk, setiap hari pergi pagi dan pulang malam, meski Miranda dan dia hidup satu atap, tapi ada kalanya tidak bertemu, apalagi berbicara.

Tadinya ada beberapa masalah manajemen perusahaan yang ingin ditanyakan pada Alberto, melihat keadaan, ia pun hanya bisa menunda, menunggu sampai Alberto tidak sibuk baru akan mengatakannya.

Tapi karena beberapa hari ini ia fokus menggambar desain, jadi ia tidak merasa bosan.

Malam ini, sketsa gambarnya baru selesai satu bagian, tiba-tiba perutnya memberontak, Miranda pun turun ke lantai bawah dan mencari sesuatu untuk di makan, alhasil begitu membuka kulkas, ia pun menyerngitkan alisnya.

Di dalam kulkas tidak ada makanan jadi, hanya ada sedikit telur dan mie.

Makanan setiap hari Keluarga Ji selalu disiapkan dari dapur, jadi tidak aneh jika di sini tidak ada makanan apa pun.

Tapi semalam ini, ia tidak ingin merepotkan dapur, setelah berpikir, ia pun hanya bisa memasak semangkuk mie dan telur, ia menyantapnya dengan lahap, siapa kira tiba-tiba pintu ruang tengah di dorong oleh seseorang.

Semalam ini, Miranda pun terkejut, ia tersedak mienya, selama beberapa saat ia terbatuk tanpa henti.

Begitu Alberto masuk dan melihat keadaan tersebut, ia pun segera menuangkan segelas air dan memberikannya pada Miranda, ia mengerutkan alis sambil berkata, “Bagaimana, tidak apa-apa kan?”

Miranda yang masih terbatuk pun menggelengkan kepalanya, memaki kesialan di dalam hatinya, makan mie saja masih bisa tersedak, kali ini lagi-lagi memalukan diri di hadapan Kakak.

Setelah susah payah batuknya berhenti, barulah ia menjawab, “Sudah jauh lebih baik.”

Saat itu barulah ia memperhatikan orang di depannya dengan serius, hanya terlihat Alberto dengan pakaian kemejanya, terlihat tampan dan berkharisma, di tubuhnya terdapat sedikit aroma bir, jelas ia habis menjamu klien.

Orang-orang hanya tahu betapa hebatnya ia di depan orang lain, orang yang sangat beruntung, tapi tidak tahu berapa banyak yang dia usahakan.

“Kakak, kamu belum makan kan?” Miranda bertanya dengan perhatian.

Jamuan bisnis, semuanya hanya demi melayani dan membicarakan bisnis, tidak bisa menghindar dari minum bir, tapi tidak begitu ada waktu untuk makan.

Sudah diduga, Alberto menggeleng, “Masih belum.”

“Kalau begitu apakah mau makan mie, kebetulan di dalam kulkas ada mie dan telur, menurutku kemampuan memasakku tidak buruk, apakah Kakak mau mencoba?” Miranda mengedip-kedipkan matanya.

“Kamu bisa masak?”

Miranda memasang wajah bangga, “Tentu saja.”

Tadinya Alberto tidak ingin merepotkannya, tapi ia tidak tega menolak maksud baik Miranda.

Karena melihat semangkuk mie yang ada di depan Miranda dan menelitinya sebentar, terlihat warna kuah yang pucat, di atasnya ada sedikit daun bawang, meski terlihat sederhana, tapi sepertinya tidak buruk, barulah ia mengangguk.

“Kakak tunggu sebentar, mie akan segera jadi.” Ucap Miranda sambil tersenyum.

Novel Terkait

Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
4 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu