Eternal Love - Bab 31 Sayang, Sakit Tidak

Saat situasi memalukan itu semakin buruk, Alberto Ji tiba-tiba berkata, "Kakek, ayah, ibu, jika tidak ada hal lain, aku akan naik dan beristirahat dulu."

Mendengarnya, sontak mata semua orang tertuju pada Alberto Ji, Miranda Wen pun seketika merasa lega.

Ayah Ji mengangguk, "Pergilah, urusan kantor beberapa hari ini akan diserahkan kepadamu."

Ibu Ji yang melihat lingkaran hitam di bawah mata anaknya, seketika merasa sedih, "Tadi malam berkerja lembur hingga tidak tidur semalaman, cepatlah kembali ke kamar dan beristirahatlah, nanti aku akan menyuruh orang dapur untuk mempersiapkan makanan untuk menambah nutrisi dan diantar ke kamarmu."

"Terima kasih Bu." Alberto Ji tersenyum.

Kakek Ji pun ikut bangkit berdiri, "Anak muda harus bersusah-susah dahulu itu bagus, tapi juga harus memperhatikan kesehatan, baiklah, kalian sibuklah, aku juga akan mencari teman lamaku dan bermain catur."

Segerombolan orang itu pun seketika pergi, hanya tersisa Miranda Wen seorang yang berdiri di posisi awalnya, tidak tahu harus melakukan apa.

Alberto Ji yang bersiap untuk naik ke lantai atas, melihat Miranda Wen yang tampak bingung, berbalik dan berkata kepada Bernando Ji, "Bernando, bawalah Miranda naik dan melihat-lihat."

Mendengarnya, mata Bernando Ji pun berkilat, "Baik baik!" Sambil berkata dia pun berlari dan menarik tangan Miranda Wen, dan tertawa riang, "Miranda sayang, aku bawa kamu bermain ke atas....."

Sebelum Miranda Wen sempat berkata apa-apa, dia sudah ditarik ke atas oleh pihak lainnya.

Begitu lepas dari pandangan Ibu Ji, Miranda Wen seketika menghembuskan nafas panjang, dia merasa sangat lega.

Sebenarnya dia juga agak tidak tahan dengan aura menekan yang dikeluarkan oleh Ibu Ji, jangan-jangan semua ibu utama di keluarga konglomerat begitu semua?

Di kepala Miranda Wen terus berputar beberapa hal ini, terlihat seperti agak tidak fokus, Bernando Ji tertawa seperti anak kecil, saat mendapati kemana mata Miranda Wen memandang, dia pun langsung memperkenalkan benda tersebut.

Tentu saja perkenalannya hanya sampai pada batas yang begitu sederhana, seperti suka, tidak suka, bagus atau tidak bagus.

"Miranda sayang, aku bawa kamu ke kamarmu ya?" Bernando Ji menyeret tangannya, jelas-jelas Bernando lebih tinggi satu kepala daripadanya, tapi selalu saja membawa aura manja seorang anak kecil.

Miranda Wen terdiam, dan kemudian bertanya: "Kamarku bukankah kamarmu juga?"

Dia hanya melihat Bernando Ji menggelengkan kepala, "Bukan, kamar Bernando di sana....."

Sebelum datang ke rumah keluarga Ji, Miranda Wen berpikir nantinya dia akan tinggal di satu kamar yang sama dengan seorang lelaki dan merasa tidak nyaman, setelah berpikir lama-lama, tidak disangkanya ternyata dia memiliki kamarnya sendiri.

Alberto Ji yang dari tadi ada di samping dua orang itu mendengarnya, dan menjelaskan, "Bernando tidur dengan tidak tenang, takutnya kamu tidak terbiasa jadi baru mempersiapkan kamar ini."

Miranda Wen yang mendengar suara itu, baru menyadari bahwa Alberto Ji belum pergi, teringat dia tadi berkata ingin beristirahat, Miranda Wen semakin merasa sungkan karena merepotkan pihak yang lain.

"Ternyata begitu, kak, kamu pergilah istirahat, ada Bernando Ji yang menemaniku."

Alberto Ji tidak mengatakan apa-apa, dan juga tidak beranjak dari situ.

Melihat keras kepalanya pihak lainnya, Miranda Wen merasa tidak berdaya, mungkin karena dalamnya kepedulian Alberto Ji kepada adiknya, takut Miranda tidak bisa merawatnya, jadi dengan sengaja melihat dari sisi samping.

Kemudian, di bawah petunjuk Bernando Ji, mereka pun berkelilng rumah secara acak, sebentar ke bawah sebentar ke atas, sepenuhnya mengikuti kesenangan Bernando Ji.

Saat sampai di ruang baca, Miranda Wen sekali lagi dikejutkan oleh keadaan itu, karena sama sekali tidak sama dengan ruang baca orang awam, ruang baca keluarga Ji itu adalah sebuah aula koleksi, semua jenis buku, kaligrafi dan lukisan selebriti, termasuk beberapa buku langka terpelihara dengan baik.

Tidak seperti beberapa keluarga bangsawan yang lain yang menganggap buku itu hanya sebagai hiasan, setelah lewat beberapa lama bahkan sampul buku itu pun penuh dengan debu.

Setelah melihat ruang baca keluarga Ji, Miranda Wen baru mengerti apa itu menjadi sebuah ketenaran yang nyata, ini semua bukanlah sesuatu yang bisa dihancurkan dengan uang, pembentukan ketenaran dan kekayaan nyata ini dibentuk oleh akumulasi generasi sebelumnya dan akhirnya melebur ke tulang generasi mendatang.

Melanjutkan perjalanannya, mereka pun sampai di taman keluarga Ji, di dalamnya ditanami dengan berbagai macam tumbuh-tumbuhan hijau, ada beberapa yang bisa disebutkan namanya oleh Miranda Wen, tapi sebagian besar belum pernah ia jumpai, ditambah lagi ini adalah kesukaan kakek, ada banyak tanaman yang memang secara khusus didatangkan dari luar negeri.

Setelah selesai mengelilingi rumah, keseluruhan proses nya kira-kira memakan waktu selama 2 jam, kaki Miranda Wen yang awalnya sudah terluka, setelah berjalan begitu lama pun nyaris saja patah.

Setelah itu Bernando Ji terus menerus meributinya untuk bermain dengannya, kaki Miranda Wen sakit bukan main, mana ada semangat untuk menemaninya bermain, seketika ekspresi tidak bersedia mengkilat di wajahnya.

Alberto Ji baru melihat kaki Miranda Wen membengkak, dia mengerutkan dahi, dan segera memanggil pembantu untuk memperban kaki Miranda Wen.

"Miranda sayang, sakit tidak?" Bernando Ji yang melihat kakinya terluka, baru menyerah soal bermain, dan menatap dengan heran ke arah pembantu yang sedang memasang perban.

Miranda Wen menggelengkan kepala.

Selama itu, Alberto Ji sama sekali tidak pergi, Miranda Wen yang merasakan pandangan yang jatuh di kakinya, tak terasa telinganya pun memerah, sampai setelah luka itu selesai diperban, barulah Alberto Ji membawa Bernando Ji untuk pergi.

Melihat bayangan Alberto Ji yang pergi, Miranda Wen merasa yang baru saja dipikirkannya itu hanyalah suatu kesalahan, mungkin Alberto takut dia akan merasa tidak terbiasa saat baru saja sampai ke rumah keluarga Ji, jadi dia dan adiknya pun membawanya berkeliling sejenak.

Sebenarnya dia juga tidak sedingin penampilannya, Miranda Wen tiba-tiba merasakan sedikit kehangatan di hatinya.

Tak lewat berapa lama, Ibu Ji pun menghampirinya.

"Bu, ada apa?" Miranda Wen masih merasa tidak biasa dengan panggilannya itu, begitu mengatakannya dia merasa seperti ada sesuatu yang tidak pas.

Joyce Qin untuk sementara waktu tidak berkata apa-apa dan hanya menatapnya saja, Miranda wen pun bertanya-tanya, apakah dia melakukan sesuatu yang tidak berkenan kepada Joyce Qin, ada apa ini?

"Di keluarga Wen apakah orangtuamu tidak pernah mengajarkan kepadamu bahwa di saat ada seseorang yang lebih tua berdiri, kamu juga harus berdiri?"

Mendengar peringatan Joyce Qin, Miranda Wen pun baru menyadari dimana letak kesalahannya, dan segera berusaha bangkit berdiri.

Dengan tanpa ekspresi Joyce Qin melambaikan tangannya, "Sudahlah, kamu duduklah saja, aku ke sini untuk memberitahumu tentang peraturan keluarga Ji, menjadi menantu keluarga Ji, kamu harus selalu tanggap memperhatikan ucapan dan perbuatanmu."

Ternyata peraturan keluarga bangsawan sungguh sangat banyak, Miranda Wen pun menjerit pahit dalam hati, tapi memasang wajah menurut, dan diam mendengarkan.

"Pertama-tama sebagai seorang perempuan, perbuatanmu harus lah bermartabat tinggi, makan dan tidur tanpa bicara adalah hal yang paling mendasar. Saat makan, para penatua harus duduk sebelum generasi muda bisa duduk, jika penatua tidak menggerakkan sumpit, maka generasi muda pun juga tidak boleh menggerakan sumpit, peletakan sumpit pun juga ada aturannya......"

Setelah penjelasan aturan panjang lebar, Miranda Wen mengira sudah selesai, baru saja dia menghembuskan nafas lega, dia melihat Joyce Qin minum seteguk air, kemudian melanjutkan berbicara: "Saat berjalan pandanganmu harus mengarah ke depan, tidak boleh jelalatan melihat ke kanan dan kiri....."

Kali ini, dia sungguh sepenuhnya tercengang.

Kemudian selanjutnya Joyce Qin juga memberitahunya bagaimana seharusnya dia merawat Bernando Ji, termasuk waktu makan 3 kali sehari, bahkan sampai jam berapa makan makanan kecil pun semuanya dikatakan secara mendetail.......

"Yang terakhir, masih ada satu, sebagai seorang wanita harus mematuhi cara para perempuan, dan tidak boleh melakukan apa pun yang bisa melukai wajah dan martabat keluarga Ji......"

Novel Terkait

Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
4 tahun yang lalu