Eternal Love - Bab 415 Cemburu Dalam Hati

Setelah pesawat terbang mulus di udara, Miranda Wen mengeluarkan novel dari tas kulitnya dan membacanya dengan tenang.

Seorang anak laki-laki berambut pirang berusia sekitar tujuh atau delapan tahun yang duduk di sampingnya juga melihatnya dengan rasa ingin tahu yang tinggi, melihat gambar-gambar yang ada pada judul novel tersebut, dia mengulurkan jari-jari kecilnya yang gemuk.

Anak laki-laki kecil itu menunjuk ke gambar di atas dan bertanya dalam bahasa Prancis, "Kakak, apakah ini lukisan neraka?"

Miranda Wen tercengang seketika saat diberi pertanyaan seperti itu oleh anak kecil, sesaat kemudian dia tersadar dan menjawabnya dengan senyum bingung, "Ya, gambar ini menggambarkan perang antar malaikat."

Sebenarnya buku ini dia ambil secara acak sebelum dirinya berangkat, buku berjudul Paradise Lost ini sudah dibacanya beberapa kali, gambar yang ada di dalam novel tersebut juga sudah sangat familiar baginya.

Namun yang menarik adalah gambar yang ada di dalam novel digambar mirip dengan aslinya, dia malahan pertama kali membahas gambar tersebut dengan seorang anak kecil yang baru berusia tujuh atau delapan tahun.

Anak laki-laki kecil itu menunjukkan ekspresi polos dan bingung, dia menggelengkan kepalanya dengan sungguh-sungguh dan berkata, "Tidak ada malaikat di dalam gambar, yang aku liat semuanya adalah iblis dari neraka.."

Melihat bocah kecil itu mencibir mulutnya dengan serius, Miranda Wen tidak bisa menahan tawa dan dengan sabar menjawabnya, "Sebenarnya, Setan di dalam juga terbuat dari malaikat, tetapi setelah mereka membuat kesalahan, mereka dikirim ke neraka oleh Tuhan, itulah mengapa neraka selalu bermusuhan dengan surga."

Anak laki-laki kecil itu mengangguk pelan dan menggaruk kepalanya yang bulat sambil berkata, "Jadi, apakah mereka hanya malaikat berjubah setan?"

Miranda Wen juga tersenyum dengan maksud setuju dengannya, dia tidak menyangka bahwa seorang anak kecil memiliki ide yang begitu banyak, seluruh isi pikirannya penuh dengan sesuatu yang aneh.

Pada saat ini anak laki-laki itu tiba-tiba menggerakkan tubuhnya ke arahnya. Menepuk lengan Miranda Wen, dia bersandar ke telinganya dan berbisik, "Kakak, sekarang aku akhirnya mengerti kata pujian ayah kepada ibuku."

Miranda Wen membuka matanya dan memandang anak laki-laki itu dengan mata penasaran yang sama dan bertanya, "Kata pujian apa yang diberikan ayahmu pada ibumu?"

Anak laki-laki itu berpikir sejenak, dan sepertinya sedang mengatur bahasa di kepalanya, kemudian perlahan berkata, "Ada suatu hari, aku melihat ayahku dan ibuku berpelukan di ranjang, ayahku berbaring di atas tubuh ibuku dan memujinya: wajahmu seperti malaikat, tetapi bagian bawah tubuhmu seperti iblis kecil! Aku akan menaklukkanmu hari ini... "

Dengan terengah-engah, Miranda Wen buru-buru menutup mulutnya dan hampir tertawa terbahak-bahak, tak heran mengapa bocah kecil ini bisa memiliki ide seperti ini, ternyata dia mencontoh gerak-gerik dari keluarganya.

Saat ini, anak laki-laki itu berbisik lagi, "Jadi menurutku ibuku dan kakakku mirip dengan setan yang ada di dalam buku tersebut, ibuku pasti memakai celana setan pada saat itu!"

Miranda Wen mengangguk setuju, dan tertawa mendengarkan cerita anak kecil yang sangat jujur tersebut.

Tetapi ketika anak kecil itu ingin melanjutkan pembicaraannya pada Miranda Wen, penumpang yang duduk di belakangnya tiba-tiba menongol dan menepuk pundaknya sambil berkata, "Nona, anak aku pasti telah mengganggumu kan? Entah mengapa tempat kami terpisahkan, apakah kamu bersedia mengganti tempat duduk denganku?"

Miranda Wen tersenyum dan mengangguk, "Tentu saja, kita bisa menggantinya sekarang."

Setelah berganti tempat duduk, Miranda Wen sekali lagi memandang langit biru cerah di luar jendela secara sendirian, melihat gumpalan awan dan kabut menutupi badan pesawat seperti negeri dongeng.

Tak lama kemudian, dia menyipitkan mata dan mulai tertidur di kursi pesawat.

Sebelum melakukan perjalanan ini, dia tidak pernah memiliki waktu untuk santai seperti ini. Saat ini otaknya tidak perlu memikirkan apa pun, dia hanya duduk diam di tempatnya dan menunggu tiba di tujuannya.

Di kabin first class, Alberto Ji tidak merasa kantuk, dia mengesampingkan majalah yang dia anggap bosan, pemandangan di luar jendela juga sudah membuatnya terasa jenuh.

Meski berada di kabin first class, tetapi dia tetap merasa berada di tempat yang sempit dan sulit baginya untuk meregangkan badannya.

Alberto Ji meregangkan ototanya kemudian membuka ruangan pribadinya dan memilh duduk di sebuah kursi yang kosong.

Dia membuka celah kecil tirai, dan melihat kelas bisnis di belakangnya damai dan tenang.

Sayangnya di luar sana sama saja membosankan, tidak banyak penumpang first class pada penerbangan ini, hanya tiga atau empat orang.

Saat Alberto Ji hendak kembali ke ruangan pribadinya dan masih dalam keadaan linglung, dia tiba-tiba mendengar keributan di kelas bisnis.

Untuk menghabiskan waktu, dia memutuskan mengambil inisiatif untuk menonton sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan dia.

Kemudian, dia melihat pramugari buru-buru menghampiri tempat duduk di tengah-tengah kelas bisnis, dan area itu langsung dikelilingi oleh semua orang.

Alberto Ji sedang memikirkan apa yang terjadi pada mereka dan tiba-tiba mendengar bunyi siaran radio.

Dari isi siarannya, Alberto Ji mengetahui bahwa, penumpang yang menduduki kelas bisnis mengalami tekanan psikologis yang tinggi saat menduduki pesawat dan tekanan darahnya tiba-tiba naik sehingga membuatnya sesak napas.

Karena hanya ada obat P3K yang sederhana dan obat umum yang digunakan di pesawat, tidak ada cara untuk mengatasi asma akut yang mendadak terjadi.

Siaran tersebut mencari penumpang yang sekiranya berpengalaman sebagai dokter, tetapi sayangnya hanya ada seorang perawat yang berdiri dan menyatakan kesediaan untuk membantu pasien memeriksa kesehatannya.

Akhirnya, perawat memberikan nasehat profesional, menyarankan agar membaringkan pasien agar mendapatkan istirahat yang benar.

Saat ini, Alberto Ji tiba-tiba mendapat ide bahwa dia ingin membantu pasien asma yang membutuhkan pertolongan.

Dia menghentikan pramugari yang masuk ke kabin first class, Alberto Ji menyatakan kesediaannya untuk membiarkan penumpang beristirahat di dalam ruangan pribadinya.

Setelah kedua pihak menyetujuinya, mereka membawa pasien tersebut menuju kabin first class, Alberto Ji dengan elegan menyerahkan temapt duduknya miliknya pada penumpang tersebut.

Namun saat ini, salah seorang penumpang kelas bisnis menyatakan tidak puas bahwa dia juga memiliki fobia terhadap pesawat, jadi dia juga sedang tidak enak badan dan menanyakan kepada pramugari apakah dirinya juga boleh beristirahat ke kabin first class.

Implikasinya jelas, dia cemburu, tapi dia tidak bisa menemukan alasan yang jelas untuk mengambil keuntungan ini.

"Pak, jika Anda juga sedang tidak enak badan, kami akan berusaha sebaik mungkin untuk mengaturnya untuk Anda, tetapi Anda juga sudah melihatnya bahwa kondisi penumpang tadinya sangat tidak baik, bahkan dirinya masih dalam tahap pemulihan."

Pramugari menjelaskan dengan suara lembut dan sabar, tetapi tetap tidak bisa mendapatkan persetujuan dari penumpang yang rumit ini.

"Sudahlah, tadinya aku melihat masih banyak tempat kosong pada kabin first class, saat ini aku sedang tidak enak badan, aku meminta untuk beristirahat di sana."

Alberto Ji mendengar insiden di kelas bisnis yang baru saja mereda, tiba-tiba mulai ribut lagi, dia langsung membuka tirai dan berjalan keluar.

Ketika dia berjalan di depan orang itu, Alberto Ji mengarahkan pandangan dinginnya dan wajahnya yang galak, lalu berkata dengan dingin, "Pak, jika kami berdua duduk di kabin first class membuat kamu merasa tidak nyaman, aku bersedia berganti tempat duduk dengan penumpang tersebut, maka insiden ini tidak berhubungan dengan keadilan lagi, hanya saja kesepakatan yang kami capai secara pribadi."

Selesai berbicara, di bawah kekaguman para penumpang, Alberto Ji mengenakan setelan jas gelap berjalan menuju ke tengah kelas bisnis.

Dia menemukan posisi penumpang tadi, lalu duduk di kursi dekat lorong.

Alberto Ji berada tepat di sebelah anak laki-laki yang sangat aktif tadi, dan ibunya sekarang sedang duduk di tempat Miranda Wen berada sebelumnya.

Novel Terkait

My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
4 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
4 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
5 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu