Eternal Love - Bab 81 Kakak akan baik-baik menyayangi kamu

Setelah kembali duduk di tempat istirahat, Alberto menatap Miranda, dari tatapan matanya tampak sedikit cemas, ia bertanya : “Apakah kamu terluka?”

Miranda tersenyum kecil dan menggeleng, “Tidak.”

Kalau ada terluka pun dia akan bilang tidak ada, dia sungguh tidak ingin membuatnya khawatir.

Dan kalau dia tahu dirinya disakiti oleh Yenny mereka, mungkin akan diberi pelajaran lagi.

Melihat ekspresinya tidak seperti biasa, Alberto pun tidak banyak bertanya lagi,

Dia memberikan hansaplast ke Miranda, “Tempel, biar kakinya tidak terlalu sakit.”

Melihat hansaplast yang dia sodorkan, dalam hati Miranda sekilas merasa hangat, tapi mengingat dia juga akan demikian kepada Violet, Miranda pun agak kecewa.

Dia pendam kekecewaannya dan tersenyum manis, “Terima kasih kak.”

Senyuman lebar Miranda membuat Alberto agak tersentuh, dia segera memalingkan muka dan berkata dengan datar : “Tempel, setelah itu aku bawa kamu menemui yang lain.”

“Hm.”

Miranda segera menempel hansaplast tersebut, lalu berdiri dan berkata kepada Alberto dengan ceria : “Kak, ayo kita jalan.”

Alberto menatapnya dalam-dalam, lalu bangkit berdiri, dengan naturalnya Miranda melingkarkan tangan ke lengannya, lalu jalan menuju keramaian bersamanya.

……

Di tidak jauh sana, Sisca menatap Miranda dengan tatapan iri dan benci, melihat dia bisa menghadapi orang-orang terkemuka tersebut dengan lancar, berseri-seri, seolah-seolah biasa saja, ini membuat dia benci sekali.

Dulu dia lebih hebat dari Miranda dalam hal apa pun, tapi sekarang, sejak Miranda menikah ke keluarga Ji, statusnya sudah berbeda, orang yang ditemui juga berbeda, sudah bukan Miranda yang dulu lagi.

Iri membuat matanya memerah, tidak bisa, dia tidak boleh membiarkan Miranda enak terus.

Sisca mengayunkan tangan memanggil pelayan, dia sodorkan segelas bir ke pelayan tersebut, lalu menujuk ke Miranda yang sedang berbicara dengan orang lain, “Tolong kamu berikan bir ini ke nona itu.”

Pelayan juga langsung menyanggupi tanpa banyak berpikir.

Miranda menemani di sisi Alberto, senyuman manis terpancar di wajahnya, terkadang mengobrol sebentar dengan orang, meskipun hanya beberapa kalimat basa-basi, tapi dia menghadapinya dengan serius.

Memberikan kesan yang baik adalah hal yang harus ia lakukan, karena sekarang dia mewakili keluarga Ji.

“Nona.”

Tiba-tiba sebuah suara terdengar di telinganya, Miranda menoleh, tampak seorang pelayan.

Dia menyodorkan gelas tersebut ke dirinya, “Ada seorang nona menyuruh saya memberikan bir ini ke anda.”

“Siapa?” Tanya Miranda kebingungan, kenapa tiba-tiba ada yang memberikan bir ke dia?

Pelayan menoleh ke arah Sisca, tapi orangnya sudah tidak di sana, sehingga dia hanya tersenyum meminta maaf kepada Miranda, “Maaf, orangnya sudah pergi.”

“Tidak apa-apa.” Miranda tersenyum lalu menatap bir di tangannya, cairan bir yang berwarna kuning muda tampak lumayan cantik.

Dia mengicip sedikit, rasanya asam manis, lumayan enak.

Oleh karena itu, dia pun meneguknya lagi, kemudian lanjut menemani Alberto berkeliling ke para tamu.

Tidak tahu berapa lama kemudian, tiba-tiba Miranda merasa badannya panas, dari dulu dia bukan orang yang pandai minum bir, dan malam ini tidak sedikit dia minum, mengira dirinya akan mabuk dan demi tidak mempermalukan diri di depan umu, dia berbisik ke Alberto : “Kak, aku ke toilet sebentar.”

Alberto menoleh menatapnya dan mengangguk.

Dengan tergesa-gesa dia masuk ke toilet wanita, membuka kran air dan menyiram ke wajahnya, dan disaat ini pula tiba-tiba terdengar suara dari pintu.

Miranda mengangkat kepala, dari cermin tampak seorang pria masuk dengan sempoyongan.

Dia terkejut sekali, segera ia membalikkan badan : “Ini toilet wanita! Kamu salah masuk!”

Pria itu sepertinya tidak dengar, wajahnya merah semua, sepertinya sudah mabuk berat.

Melihat Miranda, dia tertawa “hehe”, “Ternyata benar-benar ada wanita cantik.”

Setelah itu, dia bersendawa dan hendak mendekati Miranda dengan terhuyung-huyung.

Miranda menyandarkan diri ke wastafel, serta membentak keras : “Silakan kamu segera keluar, kalau tidak, aku akan menjerit.”

“Cantik sekali saat marah.” Pria tersebut datang ke hadapannya, sekali ia membuka mulut, langsung tercium bau alkohol, sampai membuat Miranda ingin muntah.

Pria ini benar-benar mabuk sekali, Miranda mengatakan apa pun tidak ada gunanya, dan kalau dia masih tetap di sini juga tidak baik, sehingga Miranda pun hendak mengitarinya dan pergi.

Tapi pria tersebut mengulurkan tangan menghadangnya, wajahnya menunjukkan senyuman nakal, kedua matanya mengamati Miranda, “Jangan pergi, wanita cantik, kamu belum menemani aku bermain, kenapa sudah mau pergi?”

Miranda sama sekali tidak ingin mempedulikannya, dia hempas tangannya dan terus berjalan ke pintu keluar.

Karena mabuk, pria itu hampir jatuh karena terjengkal, tapi dengan cepat dia berdiri stabil lagi, melihat Miranda mau pergi, dia langsung menangkap pergelangan tangannya, “Cantik, jangan pergi, biarkan kakak baik-baik menyayangi kamu.”

Miranda kaget sekali, juga tidak tahu tenaga dari mana, dia dorong pria tersebut sekuat tenaga, kemudian membalikkan badan ingin membuka pintu dengan panik.

Tapi bagaimana pun dia memutar kenop pintu, tetap tidak bisa dibuka.

Wajahnya memucat, pintu dikunci dari luar.

Didorong olehnya, pria tersebut langsung marah seketika, dengan bengis ia berbisik ke telinganya : “Cantik, kamu yang patuh, biarkan aku menyayangi kamu, kalau tidak, aku akan membuat kamu tidak bisa keluar dari pintu ini.”

Ancamannya membuat Miranda semakin takut, dia mulai menggedor pintu dengan kuat dan berteriak : “Ada orang di luar? Tolong dibuka pintunya? Buka pintunya……Aaa!”

Terdengar sebuah jeritan, tangan Miranda ditangkap oleh pria itu sekali lagi, Miranda mulai meronta, “Lepaskan aku, lepaskan aku……”

Senyum pria tersebut semakin vulgar, “Mangsa yang sudah di tangan, bagaimana mungkin aku lepas.”

Tenaganya terlalu kuat, Miranda sama sekali tidak bisa menghempas tangannya, tapi dia masih berusaha meronta.

Semakin meronta, tubuhnya mulai menunjukkan reaksi yang janggal, rasanya panas, selanjutnya dia merasa tubuhnya lemas, seolah tidak ada tenaga sedikit pun.

Bahkan dia mendekat ke tubuh pria tersebut tanpa bisa ia kontrol.

Melihat reaksinya yang demikian, pria tersebut menyunggingkan senyum jahat, “Kelihatannya obat sudah mulai berefek.”

Obat?

Miranda terperanjat, “Obat apa?”

“Tentu saja obat penghilang kesadaran.”

Jawaban sang pria membuat Miranda semakin terkejut, kapan dirinya minum obat itu?

Tiba-tiba dia membelalakkan mata, jangan-jangan bir itu?!

“Cantik, kalau memang obatnya sudah berefek, lebih baik nikmati dulu.” Pria itu mengusap wajahnya, sentuhan yang mulut membuat pria itu bersemangat, “Kamu tenang saja, kakak pasti akan baik-baik menyayangi kamu.”

Reaksi dalam tubuhnya membuat Miranda mengernyitkan dahi, dia berusaha menggigit bibir untuk menyadarkan diri sendiri.

Tidak bisa, dia tidak boleh duduk diam menunggu ajal.

Dia mau keluar, dia harus keluar!

Novel Terkait

Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
3 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
3 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu