Eternal Love - Bab 463 Tidak Akan Pernah Luluh

Sikap keras Yenny Shen jelas-jelas sedang melakukan pemaksaan, sepenuhnya ingin mendorong tanggung jawab pada diri Miranda, seolah jika Miranda tidak menyetujuinya, dia akan terus mengerahkan berbagai cara.

Hanya saja Miranda bukanlah orang yang suka menahan diri, dulunya, karena melihat identitas sebagai bagian dari Keluarga Wen, dia tidak pernah mengambil keputusan yang keterlaluan. Namun sekarang, jika orang-orang itu menginginkannya sendiri, dia pun tidak akan sungkan lagi.

Berpikir demikian, Miranda mengangkat alis, langsung berkata: “Tidak mungkin, jika kalian berencana mengambil sesuatu dari tanganku, aku pastikan itu sama sekali tidak mungkin.” Keputusannya sudah bulat, tidak akan berubah sedikitpun. Apalagi, berharapan dengan orang serakah seperti mereka, hati Miranda tidak akan pernah luluh. Maka dari itu, sikapnya sudah ditunjukkan dengan sangat jelas.

Melihat Miranda begitu berkeras hati, Yenny Shen sedikit terlengah. Dia sama sekali tidak menyangka Miranda akan sekeras itu, saat ini cara apapun sepertnya tidak akan berguna di hadapannya.

“Miranda Wen, kamu sungguh serigala bermata putih, sekalipun tidak pernah menganggapku, seharusnya kamu berpikir soal Ayahmu….”

Tidak menunggunya selesai bicara, Miranda Wen langsung memotongnya, dia benar-benar tidak mampu berkomunikasi dengan orang serakah sepertinya, yang penting keputusannya sudah jelas, jika orang-orang itu masih saja tidak mengerti, maka jangan salahkan dirinya tidak sungkan lagi.

Miranda segera berdiri dari tempat duduk, berkata pada Melvin dan Yenny dengan nada dingin: “Tidak mungkin, jangan berpikir terlalu banyak, aku tidak mungkin mengalihkan perusahaan menjadi naungan Perusahaan Besar Wen, lebih baik kalian lupakan semua harapan dalam diri, jika tidak, jangan salahkan aku tidak sungkan lagi.” Setelah meninggalkan kalimat itu, Miranda pun berbalik badan keluar dari restoran.

Baru tiba di depan pintu, sebuah angin dingin meniup badan Miranda yang terbilang kurus: “Sssttt, dingin sekali.” Miranda Wen segera menarik ujung baju demi melindungi dirinya sendiri.

Dia berjalan lurus menuju parkiran, sambil terus terbayang kejadian barusan, membuatnya tersenyum dingin, sekujur tubuh mulai dipenuhi hawa dingin. Ternyata itu yang dinamakan keluarga, itu yang disebut hubungan darah.

Miranda menggelengkan kepala, merasa tidak ingin memikirkannya lagi, semakin terpikir semakin marah, hati terasa sangat dingin. Tiba-tiba saja, rasa lapar menyerang, Miranda menghela nafas dengan berat, baru saja terlalu larut dalam pertengkaran, hingga tidak mengisi perut dengan makanan apapun.

“Huh, jika tahu dari awal lebih baik makan sesuatu dulu, sekarang sendirian, entah harus makan dimana.”

Di saat Miranda Wen sedang mengesalkan keadaan, tiba-tiba saja terdengar sebuah suara laki-laki yang familiar dari belakang: “Miranda, kenapa kamu disini.”

Miranda Wen menoleh ke belakang, terlihat wajah familiar milik Alberto Ji muncul di hadapannya, sama sekali tidak menyangka akan bertemu dengannya disana, Miranda merasa aneh sekaligus heran: “Aku mengurusi sesuatu disini, kenapa kamu bisa disini….”

Mendengar perkataan Miranda, Alberto segera mengangguk, seolah mengerti apa yang dia maksud: “Aku berencana makan ke restoran lain, oh ya, kamu sudah makan belum?”

Mendengar kata makan, Miranda bisa merasakan bunyi dalam perutnya yang kosong, dia pun menggelengkap kepala dengan tak berdaya. “Belum…”

Jika bukan karena munculnya Melvin dan Yenny secara tiba-tiba, dia pasti sudah makan bersama Elisha. Teringat tingkah dua orang itu, hati Miranda kembali terasa kesal, terasa benar-benar kacau.

Melihat sikap Miranda seperti itu, Alberto pun mengerti apa yang sedang dia pikirkan, segera tertawa kecl, berkata: “Kalau begitu makan bersamaku saja, lagipula aku juga merasa bosan makan sendiri, makan berdua akan lebih menyenangkan.”

Mendengar kata Alberto, Miranda merasa bimbang sesaat, setiap kali teringat kejadian waktu lalu, dia selalu merasa tidak nyaman, sudahlah, di situasi seperti ini lebih baik tidak banyak berurusan dengan Alberto Ji.

Berpikir demikian, Miranda pun membuka mulut berkata: “Ti……” Hanya sayang sekali, sebelum perkataannya selesai, suara Alberto langsung mendahului: “Dengar-dengar takoyaki di restoran ini enak sekali.”

Selesai berkata, mulut Alberto tetap mempertahankan senyuman secara samar-samar. Baru saja, saat melihat sikap bimbang Miranda, dia tahu apa yang sedang dipikirkannya, dia tidak percaya, setelah berkata demikian, Miranda akan terus tidak bereaksi.

Benar saja, sama seperti yang Alberto duga. Mendengar kata takoyaki, raut wajah Miranda berubah dalam seketika, ketahuilah, takoyaki adalah makanan yang paling dia sukai.

Miranda mengumpat dalam hati, Alberto benar-benar curang, tetapi dia sama sekali tidak bisa menolak godaan dari takoyaki. Miranda pun mengangguk tanpa ragu, menerima ajakan Alberto Ji: “Baiklah, kalau begitu kita makan bersama saja.”

Tetapi ada baiknya juga, sebab dalam hati Miranda masih tersimpan banyak pertanyaan yang ingin disampaikan pada Alberto, dia ingin bertanya apa yang sebenarnya terjadi saat itu, juga ingin bertanya, soal anak….

Berpikir demikian, hati Miranda pun ikut menjadi berat, ada banyak hal yang bertolak belakang dalam hatinya, dia ingin sekali tahu apa yang terjadi saat itu, tetapi juga merasa takut, takut tidak bisa menerima kenyataan itu.

“Miranda, ayo jalan.” Alberto mengangguk, berjalan di depan Miranda Wen.

Setelah berjalan beberapa langkah, Alberto tidak merasakan reaksi dari belakang, segera menoleh kembali, terlihat Miranda masih berdiam diri di tempat semula, seolah mengunci diri dari semua suara di sekitar, hanya larut dalam dunianya sendiri.

Alberto pun berjalan ke sampingnya, menjulurkan tangan melambaikan tangan di depan matanya: “Miranda, Miranda!”

Merasakan gerakan tangan Alberto, barulah Miranda tersadar dari lamunan, segera melihat Alberto sambil berkata: “Ya, kenapa.”

Melihat Miranda tidak lagi melamun, Alberto pun tersenyum kecil, melihatnya dengan penuh kasih: “Barusan kamu begitu larut dalam pemikiran sendiri, ayo jalan, sebentar lagi restorannya tutup.”

“Baiklah.” Wajah Miranda memerah, segera menganggukkan kepala sambil berjalan mengikuti Alberto, keduanya menuju tempat yang berlawanan dengan restoran tadi.

Novel Terkait

Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
5 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu