Eternal Love - Bab 465 Takut Dia Tidak Menginginkannya Lagi

Tanpa menunggu Alberto bereaksi, Miranda lanjut berkata: “Sudahlah, aku sudah cukup kenyang, aku pergi dulu, masih ada urusan lain.”

Mendengar perkataan Miranda, Alberto segera berdiri dari tempat duduk, berkata pada Miranda: “Aku antar kamu.”

Tanpa menunggu Alberto melakukan gerakan lainnya, Miranda segera melangkah keluar restoran, hanya meninggalkan sebuah bayangan yang tegas padanua. “Tidak perlu, aku pergi dulu, aku menyetir sendiri.”

Dalam hati Miranda berpikir, jika sudah memutuskan tidak berurusan lagi dengan Keluarga Ji, akan lebih baik juga mengurangi komunikasi dan hubungan dengan Alberto setelah ini.

“Baiklah…..” Melihat Miranda pergi begitu saja, barulah Alberto memahami segalanya, soal kejadian tahun itu, meski bibir Miranda tidak mengatakannya, tetapi dalam hati dia benar-benar keberatan, semua kejadian itu meninggalkan kesan buruk dalam hati Miranda.

Berpikir demikian, Alberto pun menghela nafas dengan berat, kini telah tercipta jarak lebar yang memisahkan dia dan Miranda. Teringat keadaan Miranda saat ini, dalam seketika berbagai perasaaan menyelimuti hatinya, tidak mampu dibedakan.

Setelah Miranda pergi, Alberto pun turut meninggalkan restoran itu, awalnya dia mengemudi menuju arah rumah, namun teringat hubungan Keluarga Ji dan Miranda Wen saat ini, kepalanya terasa kacau, sebaliknya malah memutar arah menjauh dari arah rumahnya.

Dalam sebuah bar malam, suara bising menambah keramaian, berkali-kali mengetuk hati setiap pengunjung yang datang, di setiap sudut terdapat laki-laki dan perempuan yang bersuka ria. Alberto Ji duduk di tempat paling pojok, wajah dan wibawa dalam dirinya berhasil menarik perhatian banyak orang, tetapi saat melihat wajahnya yang dingin dan menolak setiap kedatangan orang, semua harapan sirna, hanya bisa memandangnya dari jauh.

Alberto hanya duduk di tempat itu, menghabiskan gelas demi gelas minuman, hingga saat telepon dari Joyce Qin tiba, Alberto melihat layar handphone yang menyala, barulah menegakkan posisi duduk, bersiap-siap pulang.

Saat ini Joyce dan Violet sedang duduk di sofa menunggu kepulangan Alberto. Di saat keduanya sedang berbincang, tiba-tiba saja Alberto melangkah memasuki rumah.

Baru tiba dalam rumah, aroma alkohol yang ikut bersamanya membuat Joyce Qin sedikit memejamkan mata, menjulurkan tangan menutup hidung sendiri, berkata dengan kesal: “Alberto, kenapa kamu minum banyak sekali.”

Mendengar perkataan sang ibu, Alberto Ji hanya melihatnya sekilas, tidak mengatakan apapun, langsung berjalan menaiki tangga, kembali ke kamarnya sendiri.

Tak menyangka baru berjalan dua langkah, Alberto kehilangan keseimbangan hingga hampir terjatuh ke lantai, untung saja ada Joyce Qin yang dengan cepat memapahnya dari samping: “Alberto, lihatlah dirimu, sekalipun pergi menghadiri undangan teman atau rekan bisnis, kamu tetap saja tidak boleh seperti ini. Sama sekali tidak peduli dengan kesehatan sendiri.”

Joyce Qin mengomelinya sambil memapahnya kembali sofa, berekspresi penuh cemas. Sebab dia sama sekali tidak pernah melihat Alberto seperti itu.

Melihat Joyce bersikap demikian, hati Alberto sedikit terharu.

Dia merapatkan bibir, lalu berkata: “Aku tidak apa-apa, Bu.”

Joyce kurang percaya dengan jawaban Alberto, membalikkan bola mata melihatnya sekilas, berkata: “Kamu tidak apa-apa, lihat saja apakah kamu kelihatan seperti orang yang tidak apa-apa? Lain kali jangan minum terlalu banyak, tubuhmu bisa rusak.” Selesai berkata, Joyce memberikan sebuah tatapan isyarat pada Violet Qin di samping: “Violet, tuangkan segelas teh untukku.”

“Baik.” Setelah menganggukkan kepala, Violet segera berlari ke dapur untuk menyeduh teh. Dalam hati merasa sangat curiga, kenapa Alberto minum sebanyak itu, ketahuilah dirinya sama sekali tidak pernah seperti itu sebelumnya.

Tetapi Violet tiba-tiba teringat sesuatu, bola mata berputar cepat. Jika Alberto mabuk karena minuman, bukankah artinya ini kesempatan yang baik bagi dirinya sendiri? Berpikir demikian, kedua ujung bibir Violet pun terangkat membentuk senyuman tipis.

Setelah menyeduh teh, Violet membawakannya ke depan Joyce dengan cepat: “Sudah siap, tehnya.”

Joyce Qin menerima gelas teh yang diberikan, pandangan mata kembali tertuju pada Alberto Ji yang terbaring di atas sofa, putranya sendiri, mungkinkah dirinya tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan? Jika bukan karena menghadapi masalah yang rumit dan mengacaukan hati, Alberto tidak mungkin seperti itu. Beprikir demikian, terlintas ekspresi prihatin dalam mata Joyce, dia pun menjulurkan tangan memapah Alberto.

“Alberto, minum dulu tehnya, kamu akan merasa lebih baik. Lihatlah dirimu, sekalipun kamu tidak prihatin, Ibu yang merasa prihatin. Alberto, apakah kamu sedang menemui masalah besar, kamu boleh memberitahu Ibu, Ibu pasti membantu semaksimal mungkin.”

“Bu, aku baik-baik saja.” Alberto Ji hanya menggelengkan kepala, lalu tidak mengatakan apapun lagi. Masalah itu tidak mungkin dia ceritakan, tidak mungkin bisa dia ucapkan. Jika dia berkata semua karena Miranda, masalah pasti akan semakin besar.

Berpikir demikian, Alberto menghela nafas dengan tak berdaya, sudahlah, lebih baik tidak perlu diceritakan.

Alberto Ji meneguk semua teh dalam gelas, setelah merasa jauh lebih baik, dia pun berdiri dengan cepat, berjalan menuju lantai atas.

Melihat gerakan Alberto yang sedikit sempoongan, Joyce segera menghampiri dan memapahnya: “Kamu ini, suka sekali memaksakan diri….”

Hanya sayang sekali, sebelum perkataan Joyce selesai, sebelum tangannya menyentuh Alberto, Alberto malah memotongnya dengan ketus: “Aku tidak apa-apa, tidak perlu papah aku.”

Melihat sikap Alberto yang keras, Joyce Qin pun tidak bisa berbuat apapun. Bola matanya berputar, melihat Violet yang berdiri di samping, segera berkata padanya: “Violet, karena Alberto tidak ingin dipapah olehku, kamu saja yang memapahnya ke lantai atas, lihatlah keadaannya seperti itu, bagaimana mungkin aku tenang.”

Sebenarnya Joyce Qin mengatakannya dengan maksud tersembunyi, dia berharap dengan kesempatan kali ini, Violet bisa memanfaatkannya dengan baik, demi terjadi hubungan-hubungan dengan Alberto. Setelah itu, tidak perlu takut Alberto tidak menginginkannya lagi.

Mendengar perkataan Joyce, hati Violet Qin langsung berbunga-bunga, namun tidak terlalu diekspresikan pada wajah. Dia segera berjalan ke depan, menggandeng tangan Alberto sambil berkata: “Alberto, pelan-pelan jalannya, aku papah kamu……”

Tanpa menunggu Violet selesai berbicara, Alberto malah menghempaskan tangannya, menatapnya dengan kesal: “Pergi, sudah aku katakan tidak perlu dipapah siapapun, apakah kamu tidak mengerti.”

Novel Terkait

Baby, You are so cute

Baby, You are so cute

Callie Wang
Romantis
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
5 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu