Eternal Love - Bab 2 Salah Masuk Kamar, Salah Naik Ranjang

Keesokan paginya, matahari sudah hampir di atas kepala saat Miranda bangun.

Cahaya matahari memancar ke dalam dari jendela, sungguh menusuk mata sekali, dia bangkit duduk dari atas ranjang, serta mengangkat tangan menghalangi matanya. Kepalanya masih agak sakit karena mabuk semalaman, samar-samar ia ingat semalam sepertinya memimpikan sesuatu……

Di mimpi, sepertinya dia berlarut-larut dengan seorang pria asing semalaman.

Miranda merasa pasti dirinya masih belum sadar dari mabuk, minum bir benar-benar menangguh pekerjaan, malah membuat dia memimpikan sesuatu yang memalukan begitu.

Dia menggeleng-gelengka kepalanya dan ingin turun dari ranjang.

Tapi baru saja dia bergerak, rasa sakit dan pegal yang luar biasa terasa.

Dengan kaget Miranda melihat ke bawah, baru menyadari sekujur badannya penuh dengan bekas.

Miranda benar-benar langsung bengong.

Ternyata semua yang tampak semalam adalah kenyataan, dengan begitu kacau balau dia telah mempersembahkan pertama kalinya, bahkan sama sekali tidak tahu bagaimana rupa pria itu.

Semalam dia mabuk sekali, memang dia samar-samar melihat sebuah wajah, tapi sekarang sudah tidak ingat.

Dalam hati Miranda agak panik dan menyalahkan dirinya sendiri kenapa begitu tidak hati-hati.

Dengan sedikit menyeret dia masuk ke dalam kamar mandi, menampung air hingga penuh dan merendamkan diri ke dalam.

Lagipula dia adalah wanita yang kurang pengalaman, disetubuhi tanpa sebab oleh orang asing, tentu saja dalam hatinya sangat sakit, air matanya semakin tidak bisa ditahan dan mengalir dari kelopak matanya, bagaimana pun tidak bisa dihentikan.

Tidak tahu berapa lama dia menangis, Miranda baru akhirnya berhenti, kemudian mengganti pakaian bersih dan meninggalkan kamar ini bagaikan ingin kabur.

Saat pergi, tanpa sengaja ia melihat nomor kamar yang tergantung di situ adalah 909.

Dia kaget sekali, baru menyadari dirinya salah masuk kamar, seharusnya nomor kamarnya adalah 906!

……

Setelah meninggalkan hotel, dalam hati Miranda merasa terpukul sekali, dia berkeliling di luar sendirian hingga akhirnya kembali ke rumah keluarga Wen.

Bagaimana pun juga ini masih rumahnya, terjadi hal seperti ini, yang paling ingin dia lakukan sekarang adalah bersembunyi di dalam rumah.

Tapi mengingat bagaimana ayah dan Yenny itu, rasanya rumah bukan tempat yang menghangatkan lagi.

Baru saja dia masuk ke dalam rumah, tampak ayahnya duduk di atas sofa dengan wajah merah padam.

Awalnya dia ingin mengabaikannya, tapi Melvin malah tidak melepaskannya.

“Miranda, berhenti kamu! Kamu seorang perempuan malah tidak pulang semalaman, apakah tidak perlu memberikan penjelasan sebentar?”

“Penjelasan? Kenapa aku harus memberi penjelasan? Sejak kapan ayah jadi begitu ‘memperhatikan’ aku?”

Pertanyaan dari Melvin membuat Miranda merasa tersindir.

Sekian tahun dia tidak pernah perhatian denganya, kenapa hari ini tiba-tiba perhatian?

Miranda tidak merasa Melvin mengkhawatirkan dirinya!

Dugaannya tidak meleset.

Baru saja dia berpikir demikian, Melvin mengomel : “Aku peringati kamu, Miranda, sebentar lagi kamu akan menikah ke keluarga Ji. Setiap hari begitu liar, apa yang dikatakan orang luar sana kalau tersebar? Lebih baik kamu diam di rumah, menunggu orang keluarga Ji menjemput kamu. Kamu jangan lupa, adikmu masih di dalam rumah sakit!”

Mendengar ayahnya berkata demikian, Miranda pun penuh emosi juga : “Kalau pun adikku masih di rumah sakit, itu juga putri kandungmu! Kamu sudah menjual satu putri, sekarang bahkan tidak mempedulikan hidup matinya putri lain, apakah hati nuranimu tidak sakit? Apakah tidak merasa bersalah dengan ibuku yang sudah meninggal?”

Dituduh demikian oleh Miranda, seketika Melvin diam tak bersuara, tampak merasa sedikit bersalah, namun pada akhirnya dia tetap menggertakkan gigi dan berkata : “……Tidak peduli bagaimana pun, aku juga sudah membesarkan kalian sekian tahun, sedikit balik modal pun tidak ada, malah terus-terusan menombok, masih tidak boleh marah sesekali?”

“Kamu sama sekali tidak berhak memarahi aku!”

Miranda tersenyum dingin, lalu membalikkan badan hendak kembali ke kamarnya sendiri tanpa mengindahkannya.

Mabuk semalaman, ditambah kejadian semalam, ditambah lagi bertengkar dengan ayah, hati dan jasmaninya sungguh capek tiada tara.

Namun, baru saja membalikkan badan, dia ditahan oleh Yenny : “Ada apa dengan bekas di lehermu itu, sebenarnya apa yang kamu perbuat semalam?”

Miranda tidak menyangka akan ketahuan secepat ini oleh Yenny, refleks ia menyembunyikan bekas tersebut.

Tadi saat masuk, dia sudah menutupinya, tidak disangka mata Yenny begitu tajam.

“Miranda, apa yang terjadi ini?”

Tentu saja Melvin juga sudah melihatnya, seketika air mukanya berubah lagi, terkejut bercampur marah.

Perjanjian nikah dengan keluarga Ji sudah di depan mata, di saat-saat begini dia malah menimbulkan masalah seperti ini, kalau diketahui oleh orang keluarga Ji, dia harus mencari kambing hitam ke mana lagi?

Miranda menatap ayahnya dengan dingin.

Dia sama sekali tidak perhatian apakah putrinya disiksa orang, di matanya hanya ada keuntungan pribadinya yang paling penting, bagi dia, putrinya hanya sebuah peralatan untuk mendapatkan uang.

Berpikir sampai di sini, dia menggertakkan gigi dengan benci, dalam hatinya justru berharap keluarga Ji bisa mengetahui hal ini.

Lebih baik lagi hingga membuat perjanjian nikah ini batal!

Tanpa takut Miranda menjawab : “Seperti yang kalian lihat.”

Mendengar itu, Melvin sungguh marah sekali, ia langsung mengangkat tangan melayangkan satu tamparan : “Putri tidak tahu diri! Malah berbuat hal memalukan seperti ini, muka keluarga Wen sudah dipermalukan habis-habisan oleh kamu! Kalau keluarga Ji mengetahuinya, bagaimana mereka masih menginginkan kamu?”

“Justru lebih baik lagi kalau mereka tidak mau, lagi pula ayah jago, bukankah cukup mencari cara lain lagi?”

Ucap Miranda dengan dingin seolah tidak ada kaitan dengan dirinya.

“Miranda, sekian tahun ini kalau bukan karena ayah kamu, apakah kamu bisa hidup enak makan enak? Kamu malah tidak tahu membantunya! Perusahaannya perlu bantuan dari keluarga Ji, sekarang kamu malah begini……benar-benar busuk, berhati binatang.”

Yenny yang di samping juga menyalahkan.

Miranda mengejek : “Bukankah ini aku teladani dari kamu? Ada kamu yang begitu ‘tidak memalukan’ memberikan ‘teladan’ ke aku, bagaimana boleh aku tidak baik-baik meneladaninya?”

Air muka Yenny berubah, sangat tidak enak dipandang : “Apa maksud perkataanmu ini? Aku bicara begitu banyak, berbuat begitu banyak, bukankah demi keluarga Wen? Lagipula, berapa banyak orang memeras otak ingin menikah ke keluarga Ji, memberikan kesempatan yang begitu baik untuk kamu, masih tidak tahu baik-baik menyayangi kesempatan?”

“Lalu kenapa tidak kamu berikan ke Sisca? Bukankah ayah masih punya putri seperti dia?”

Novel Terkait

My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
5 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
5 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
4 tahun yang lalu