Eternal Love - Bab 65 HIburannya

Miranda Wen mengira suara sendiri membangunkannya, buru-buru minta maaf: “Bernando, maaf, telah membangunkanmu."

Bernando Ji menggeleng kepala, "Bukan. Aku selalu menunggu istriku Miranda kembali.

Lalu, dia bertanya lagi: "Istriku Miranda, apakah kamu lelah? Mau tidak aku memijatmu?

Perkataan menurun, dia langsung berlari kesitu mau bantu dia pijat.

Miranda Wen buru-buru menghindari, "Bernando, tidak usah, aku tidak lelah."

Bernando Ji yang ditolak wajahnya sekejap menjadi gelap, melihat kondisinya, Miranda Wen sedikit tidak tega, sebenarnya dia tidak terbiasa disentuh oleh pria, bahkan Bernando Ji yang di depan matanya adalah suaminya, dan IQ-nya hanya sekitar enam tahun, dia tetap tidak terbiasa.

Bernando Ji melihat pakaian di lengannya, wajahnya sekejap pulih menjadi berkilau, dia berkata sambil tersenyum: "Istriku Miranda, kamu mau mandi, aku bukakan air mandi untukmu."

"Bernando, jangan......"

Perkataan menolak masih belum selesai ngomong, Bernando Ji sudah berlari ke kamar mandi.

Benar-benar seorang anak kecil!

Dalam hati Miranda Wen mendesah lelah, kemudian dia buru-buru mengikuti kesitu.

Tapi begitu jalan sampai di pintu kamar mandi, dia sudah melihat kaki Bernando Ji terpeleset, seluruh badan jatuh ke depan, dia sekejap tertegun, tidak bisa merespon sama sekali, hanya bisa melihatnya jatuh, kepala menabrak ke pinggiran kamar mandi.

Berbunyi "Bang", Miranda Wen terkejut.

"Bernando!" Miranda Wen berlari masuk.

"Istriku Miranda, kepala Bernando sakit, berdarah juga, apakah Bernando bisa mati......"

Miranda Wen melihat noda darah menetes di keramik lantai putih, wajahnya sekejap pucat seperti kertas putih, dia buru-buru menarik handuk di pinggir, membungkus kepala Bernando Ji yang terluka.

"Bernando, pintar, tahan dulu, aku pergi memanggil orang, segera datang."

Selesai berbicara, dia berlari keluar dari kamar mandi dengan tergesa-gesa.

Sudah begitu malam, orang di rumah sudah tertidur semua, dia tidak berani mengganggu mereka.

Tapi Bernando terluka sekarang, apa yang harus dia lakukan?

Ketika dia tidak tau harus bagaimana, dia melihat lampu di kamar kerja masih terand, dalam matanya muncul sedikit harapan.

Dia berlari kesitu, mendorong pintu dengan sekuat tenga, ketika dia melihat pria yang duduk di belakang mejanya, matanya tak tahan basah.

Alberto Ji mendengar suaranya, mendongak, melihat Miranda Wen berdiri di pintu dengan wajah pucat. alisnya mengerut, dia bertanya dengan nada berat, "Ada apa yang terjadi?"

"Bernando terluka." Suaranya sedikit tercekat dan bergetar.

Ekspresi Alberto Ji terkejut, buru-buru bangun dan pergi melihat Bernando bersamanya, setelah melihat Bernando terluka, mereka tanpa henti langsung membawa Bernando ke rumah sakit.

Untung saja hanya kulit lecet, tidak parah, setelah lukanya dirawat dengan baik, Bernando Ji karena kekagetan juga terluka, sudah tertidur nyenyak.

Melihat wajah tidur Bernando yang polos seperti anak kecil, kasa di kepala itu sangat menarik perhatian, Miranda Wen menyalahkan dirinya sendiri, menyalahkannya, kalau saat itu dia dapat menghentikannya dengan tepat, tidak membiarkannya melepas air mandi untuk dirinya, dengan begitu dia tidak akan terluka.

Penuh dengan penyalahan pada dirinya, matanya tak tahan kemerahan, air mata panas membasahi pipinya.

Alberto Ji melihat dia menangis, hatinya tiba-tiba terasa sakit, dia mengulurkan tangan dan memeluknya.

Gerakannya yang tiba-tiba mendatang membuat Miranda Wen sekejap tertegun, matanya melotot besar, air matanya berputar di matanya.

Kamar sangat sepi, angin nakal dari celah jendela yang belum tertutup rapat menyelip masuk, dengan lembut mengoyah di bagian ujung tirai.

Bau segernya masih terasa di ujung hidungnya, Miranda Wen perlahan menutup matanya, air mata mengalir ke bawah.

"Bernando adalah anak kecil, menabrak sana-sini itu tidak bisa dihindari, kamu tidak perlu menyalahkan diri sendiri."

Dia membenamkan kepala di dalam pelukannya, di telinga adalah suara jantungnya yang berdetak kencang, memukul gendang telinganya satu per satu, jantungnya yang gelisah perlahan-lahan tenang.

Waktu berjalan semenit sedetik, juga tidak tau lewat berapa lama, Alberto Ji baru pelan-pelan melepaskannya.

Miranda Wen buru-buru mundur ke belakang, hatinya dengan aneh terasa kosong, Alberto Ji sedikit mengerutkan kening.

Dia tiba-tiba memeluk dirinya, membuat Miranda Wen sangat terkejut, dia berkata pada dirinya sendiri, dia memeluk dirinya hanya karena perhatian terhadap adik ipar saja, tidak bermaksud apa-apa.

Dia membelai rambutnya dengan canggung, bergumam: "Terima kasih kakak pertama."

Alberto Ji menatapnya dengan dalam, dalam mata ada perasaan yang membuat orang bingung, dia berkata, "Kamu kembali istirahat saja, aku yang menjaga di rumah sakit sini."

"Tidak perlu." Miranda Wen menggelengkan kepala, kemudian menoleh dan melihat Bernando Ji yang tertidur lenyap di ranjang pasien, "Bernando bisa terluka, itu karena ingin membantuku menaruh air mandi, bagaimanapun juga semua adalah tanggung jawabku, aku tidak mungkin meninggalkannya sendirian di rumah sakit."

Alberto Ji melihat dia begitu prihatin pada adik laki-lakinya, dalam hati muncul perasaan yang kacau, dia membalikkan badan, berkata satu kata dengan tenang: "Terserah kamu."

Miranda Wen jalan ke situ dan duduk di sofa, sibuk bekerja sepanjang hari, pada mulanya sudah sangat lelah, karena Bernando terluka juga membuatnya terkejut, orangnya benar-benar sangat lelah.

Tidak lama, dia bersandar di sofa dan tertidur.

Alberto Ji melihat dia sudah tertidur, melepaskan jaket sendiri, berjalan ke situ, menutupi badannya dengan lembut.

Mata hitamnya menatap wajah tertidurnya yang damai, di lubuk hati sepertinya ada sesuatu mau keluar, dia buru-buru menyimpan kembali penglihatannya, berbalik badan jalan kembali ke tempat tidur dan duduk.

Di dalam kamar pasien, sangat sunyi.

......

Hari berikutnya, Miranda Wen bangun, menyadari jaket yang menutup di tubuhnya, tertegun, segera mengetahui ini adalah milik Alberto Ji.

Mulutnya tanpa sadar tersenyum tipis, kemudian, dia melihat sarapan taruh di atas meja teh, senyuman di mulutnya semakin mendalam.

Kakak laki-laki benar-benar adalah seorang pria berhati hangat yang hanya melakukan tanpa berkata.

Dia melihat sekeliling, mennyadari tidak ada sbayangan Alberto Ji di dalam kamar, hatinya tanpa alasan terasa sedikit kecewa.

Saat itu, sebuah suara menyebar kemari, "Istriku Miranda..."

Miranda Wen mendongak, hanya melihat Bernando Ji bersandar di ujung tempat tidur, menatapnya dengan berkedip mata yang terlihat kasian.

Dia segera bangkit dan berjalan kesitu, bertanya dengan khawatir: "Bernando, apa masih sakit?"

Bernando Ji menggelengkan kepala sambil tersenyum, "Tidak sakit lagi, tidak sakit lagi, istriku Miranda jangan khawatir, Bernando sudah tidak sakit."

Melihat dia pulih kembali ke senyuman biasanya yang cemerlang, Miranda Wen menghela nafas lega, mengulurkan tangan dan menyentuh kepalanya dengan lembut, "Baguslah sudah tidak sakit."

Lalu dia bertanya: "Apa kamu lapar? Kakakmu membelikan sarapan.”

"Lapar, perut Bernando lapar."

Miranda Wen tersenyum, "Kalau begitu aku pergi ambil sarapan, kita makan bersama."

Miranda Wen mengambil sarapan dan taruh dengan baik di meja nakas samping tempat tidur, kemudian menyuapin Bernando Ji makan dulu.

"Istriku Miranda, aku suka kamu menyuapiku makan, kamu menyuapi aku makan, makanan menjadi lezat."

Kalau bukan tau IQ-nya hanya enam tahun, Miranda Wen akan mengira dia sedang membuatnya senang.

"Enak makan banyakan." Miranda Wen tersenyum padanya.

Ketika dia sudah mau selesai menyuapi Bernando Ji makan, Richard Ji dan Joyce Qin datang.

Melihat kedua orang tua, terutama wajah Joyce Qin yang marah, Miranda Wen sudah tahu dia tidak bisa menghindari omelannya.

Novel Terkait

Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
5 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
4 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
The Break-up Guru

The Break-up Guru

Jose
18+
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu