Terpikat Sang Playboy - Bab 316 Merebut Permainan!

Di tengah keramaian orang, perbuatan Alex yang mengejutkan itu membuat seluruh wanita di dalam toko terguncang. Ia sudah membiarkan wanita itu bermain, sekarang ia ingin merebut permainannya kembali. Kalau memang ingin berbuat malu, lebih baik keduanya memalukan bersama-sama saja.

Tania meronta, tapi ciuman pria itu justru semakin lekat. Orang gila ini! Benar-benar berani melakukan semua hal, ya!

Para gadis yang awalnya masuk ke toko hanya untuk berpapasan dengan Alex, dengan perlahan meletakkan baju yang mereka pegang dan bergegas berjalan keluar toko, “Semua ini benar-benar tipuan, bukan?”

Beberapa pegawai toko sibuk menjelaskan. Aih. Sifat pria tampan yang tidak bisa menerima kontrol ini juga tidak baik, lihatlah dalam sekejap ia membuat semua pelanggan kabur tanpa sisa.

Setelah melihat suasana di dalam toko tidak seperti pasar sayur lagi, Alex akhirnya baru melepaskan Tania seperti keinginannya, “Akhirnya hening juga”.

“Kamu lihatlah! Kamu sudah membuat semua pelangganku kabur! Ani, seret ia keluar untuk menyapa pelanggan.” Tania berujar dengan terengah-engah, wajahnya sangat merah. Semua orang di toko sedang menatapnya, membuatnya merasa ingin masuk bersembunyi saja ke dalam lubang.

Ani berjalan ke samping Tania, “Bos, kurasa ini bukan ide yang baik. Kak Alex masih muda dan tampan, kalau disuruh menyapa pelanggan, orang-orang yang tidak mengerti mungkin akan mengira bos adalah nyonya bordil”.

Oh lihatlah. Beberapa pegawai toko lainnya tidak bisa menahan tawa mereka. Alex yang berdiri disana juga tersenyum tanpa rasa bersalah. Beberapa pelanggan di dalam toko yang benar-benar datang untuk membeli baju menunjuk-nunjuk Tania sebagai istri yang tidak berperasaan.

Tania tertekan di bawah opini publik. Ia akhirnya hanya dapat menyeret Alex masuk kedalam ruang istirahat, “Kamu diam saja disini, tidak boleh pergi kemanapun!” Selesai bicara, ia pun beranjak keluar.

Dari belakang, Alex menarik Tania kembali ke samping tubuhnya, kemudian ia mengunci pintu ruang istirahat, “Aku bisa bosan sekali kalau kamu meninggalkan aku seorang diri di sini. Temani aku sebentar baru pergi.” Bibir pria itu mulai mendekati leher Tania, dengan lembut mulai menciuminya menuruni tubuhnya.

Tania menepiskan kepala Alex, “Kamu jangan berpikiran licik di sini. Di luar sibuk sekali, aku harus segera keluar.”

“Kamu adalah bos. Menyapa pelanggan tentu saja pekerjaan pegawaimu. Kalau tidak, biar aku saja yang membeli semua bajumu.” Alex memeluk Tania sampai ke sofa dan mulai menjalarinya.

“Beli kepalamu?! Kamu beli semua baju perempuan itu untuk aku pakai? Dasar gila! Lepaskan aku, jangan ribut lagi.” Tania lagi-lagi sesak napas. Gairah pasti langsung menjalari tubuhnya begitu disentuh oleh si brengsek ini.

Alex menyingkap baju atasan Tania dan menarik roknya yang ketat. Tania tidak sepenuhnya menolak, tenggorokannya mulai mengeluarkan erangan lembut. Ia melengkungkan tubuhnya dan memeluk pinggang pria itu dengan kakinya yang ramping.

“Tok…” Suasana panas membara yang sudah menjalari ruangan istirahat itu terhenti ketika terdengar suara ketukan pintu dari luar.

Dengan tergesa-gesa Tania mendorong Alex, mendudukkan diri, dan dengan secepat kilat merapikan pakaiannya “Aku datang—” Ia memelototi Alex sekilas, bangkit berdiri, dan pergi membuka pintu.

Rita berdiri diluar, tapi tidak bisa menahan diri untuk tidak mengintip ke dalam. Ia melihat Alex dengan lemas menyender di sofa, rambutnya sedikit acak-acakan membuat pria itu terlihat seksi. Rita tidak bisa menahan diri untuk tidak menelan ludahnya, “Bos, ada pelanggan yang menginginkanmu untuk memilihkan baju untuknya.”

“Oh, baiklah, ayo pergi.” Tania dengan secepat kilat berjalan beberapa langkah, namun ia berlari kembali ke ruang istirahat untuk menutup pintu.

Tania sibuk sampai pukul 12 lewat. Setelah itulah kerumunan orang baru perlahan-lahan bubar. Keadaan berubah sepi, berganti menjadi pegawai yang sibuk membagikan brosur. Ternyata keramaian ini benar-benar tidak bisa dikontrol, seperti pasar sayur. Sekarang terasa sedikit melegakan.

Alex terbengong-bengong menunggu di ruang istirahat, ia sangat amat bosan. Begitu jam makan siang tiba, ia pergi keluar untuk membantu membelikan makan siang.

Pukul satu, Tania dan pegawainya baru bisa bergantian pergi makan siang.

Alex sudah makan. Di samping, Alex hanya menautkan alisnya sambil memainkan ponsel. Sedangkan Tania menyuapkan nasi yang ada di mangkuknya, hatinya juga terasa berat.

Akhirnya ponsel dalam genggamannya berdering. Alex melihat nomor yang menelepon dan mengangkatnya. Tania melihat alis pria itu perlahan meregang dan dipenuhi raut senang, “Baik, bantu aku untuk terus mengikutinya. Jangan sampai ketahuan olehnya.”

Alex menutup telepon dan Tania dengan segera meletakkan sumpitnya, “Apakah ia sudah bergerak?”

“Ya! Kurang lebih sama dengan perkiraanku. Ayo pergi, biarkan ia mengantar kita bertemu dengan pelayan pria itu.” ujar Alex sambil bangkit berdiri.

Tania mengambil tasnya, berpesan beberapa patah kata kepada pegawainya lalu dengan sigap mengikuti Alex keluar. Bukan pekerjaan mudah bagi mereka jika harus mencari sendiri pelayan pria itu di dalam kota ini dalam waktu dua hari. Sekarang Stella dengan inisiatif menunjukkan jalan untuk mereka, kesempatan baik ini tidak boleh terlewatkan.

Barulah menyetir setengah jalan, beberapa orang yang mengikuti Stella menelepon Alex dan berkata bahwa mereka kehilangan jejaknya.

Alex juga enggan memarahi mereka. Ia menutup telepon dan berkata kepada Tania, “Mereka kehilangan jejaknya, pasti Stella menyadari mereka mengikutinya sehingga ia menyingkirkan mereka.”

“Dulu ia pernah menjadi polisi di Perancis, bukan hal aneh jika ia bisa menyingkirkan mereka. Kalau begitu sekarang kita mau mencari dimana?” Tania dengan khawatir bertanya.

“Tidak perlu panik. Biarkan aku berpikir, pasti ada cara.” Alex memelankan laju mobilnya dan berhenti di pinggir jalan. Ia mulai berpikir dalam.

“Aku tahu masalah ini pasti tidak akan selancar ini. Kalau ia membeli pelayan pria itu dengan harga tinggi lalu membiarkannya mati dan mengatakan itu semua adalah perkataanku, aku harus bagaimana?” Tania tidak dapat menahan perasaan khawatirnya, kejadian ini sangat mungkin terjadi.

Alex yang di sampingnya berujar ringan, “Kalau yang diinginkan pelayan pria itu adalah uang, maka itu malah tidak masalah. Walaupun ia membayarnya dengan harga tinggi, aku juga bisa menyuapnya 10 kali lipat lebih tinggi dari harga yang diberikan Stella. Sekarang masalahnya adalah bagaimana mencari Stella”.

“Eh, bagaimana kalau minta ibumu saja yang meneleponnya? Katakan padanya bahwa ibumu ingin mengajaknya makan. Sekarang ini, ia pasti belum berbincang dengan pelayan pria itu. Panggilan ibumu kali ini pasti akan membuatnya terkejut setengah mati, mungkin saja ia akan mengganti waktu untuk bertemu dengan pelayan pria itu. Sampai saatnya nanti, kita ikuti ia sekali lagi. Paling tidak kita harus bisa memotret pertemuannya dengan pelayan pria itu agar Stella tidak bisa berkata apapun lagi.” Tania mengeluarkan idenya.

“Ini boleh dicoba. Biar aku saja yang meneleponnya.” Alex kemudian menelepon Stella.

Stella yang pergi keluar dengan alasan ingin pergi ke salon, ternyata ia sudah gelisah setengah mati. Ditambah lagi ia menyadari ada mobil mencurigakan yang mengikutinya, dengan tidak mudah ia menyingkirkannya. Pelayan pria yang layak mati ini tidak bekerja di pagi hari. Saat itulah panggilan Alex masuk ke ponselnya, dan ia seperti memegang bom di tangannya.

Stellaa dengan tenang menangkat telponnya “Halo—”

“Stella, kamu pergi kemana? Kamu pasti menyingkirkan mobil pengawalku karena takut, bukan?” Alex berkata terang-terangan.

“Ti... Tidak. Mana mungkin begitu, aku ada di salon kok.” Stella terkejut dan mengeluarkan kebohongannya.

“Oh, begitu? Salon yang mana? Apakah salon yang sering dikunjungi dengan mamiku itu?” Walaupun Alex berkata seperti itu, tapi sebenarnya ia juga tidak tahu salon yang mana.

“Iya, iya benar, salon yang itu.” Otak Stella mulai pusing karena pertanyaan mendesak pria itu, sehingga ia hanya bisa terus mengiyakan.

“Kebetulan sekali! Aku ada di dekat situ, aku akan datang menghampirimu. Aku tutup dulu teleponnya.” ujar Alex dan ingin segera menutup telepon.

Stella terkejut. “Tidak perlu datang, aku sebentar lagi selesai. Kamu ada dimana, lebih baik aku saja yang menghampirimu.”

“Boleh juga! Aku ada di mall tengah kota, dekat sekali jaraknya denganmu. 10 menit pasti sampai, bukan?” Alex sebisa mungkin menekan waktu wanita itu. Ia harus bisa membuat wanita itu dengan cepat bangkit berdiri dan beranjak dari situ.

Ternyata, Stella yang masih berada di luar bar pelayan pria itu tidak mempedulikan apapun. Ia langsung naik mobil untuk menemui Alex.

Novel Terkait

Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
5 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
3 tahun yang lalu