Terpikat Sang Playboy - Bab 229 Respon yang Tajam!

“Selamat kepada tuan itu, anda adalah orang terakhir yang beruntung malam hari ini! Kami berikan delapan hari liburan ke Thailand! Kami harap hari ini anda makan dengan senang dan main di Thailand dengan senang!” Bibir pemilik restoran itu berkata dengan gesit dan wajahnya dipenuhi raut tawa.

Setelah selesai mengundi, di dalam restoran ada orang-orang yang bersemangat dan ada pula orang-orang yang kecewa.

Tania tidak bisa memikirkan trik apalagi yang mungkin terjadi dalam kondisi ini. Apakah perhatian Alex sudah berubah? Apakah ia sendiri akan mencari Vincent dan membicarakan sejelas-jelasnya di Thailand? Tapi hal ini juga tidak mungkin. Walaupun diberikan gratis, Vincent juga tidak akan pergi.

“Kak Vincent, barusan kakak bilang akan memberikan undiannya kepadaku kalau kakak menang. Ucapan kakak itu masih berlaku, bukan?” Bola mata Rita berkilat terang seperti berlian, tangannya memegang tanda menang undian.

“Tentu saja berlaku, kamu saja yang pergi.” Vincent berkata dengan sepenuhnya tidak peduli.

Ani yang duduk di samping Tania bangkit berdiri dan merebut tanda yang ada di genggaman Rita, “Rita, kamu ini... Kamu juga sepertinya tidak berada di jalan yang benar. Atasan kita baru saja mengatakan ingin pergi ke Thailand tapi tidak menan undian. Karena Kak Vincent yang menang, sudah seharusnya ini diberikan kepada direktur. Biar direktur saja yang pergi.”

Begitu Ani berkata demikian, dua orang gadis lainnya juga menunjukkan bahwa tindakan yang benar adalah membiarkan Tania saja yang pergi.

Tania akhirnya mengerti, Ani sepertinya memang sudah dibeli oleh Alex.

“Ini—, maafkan saya, direktur.” Rita sedikit tidak enak hati. Ia tidak bermaksud untuk berseteru, tapi ia juga tadi tidak terpikir bahwa atasannya mau pergi.

“Tidak apa. Kalau tidak, kamu saja yang pergi” Tania dengan sopan mempersilakannya.

“Tidak, aku dan Kak Vincent hanya bercanda. Aku akan tinggal dan menjaga toko saja.” Rita sudah amat sangat tidak enak hati. Dengan Tania yang mempersilakannya seperti ini, ia semakin merasa tidak tahu diri.

Vincent melihat sepertinya Tania juga tidak menolak. Ia menolehkan kepalanya dan berkata, “Kalau kamu benar-benar ingin pergi, aku akan menemanimu. Kita tidak usah ikut tur dan pergi sendiri saja.”

“Ini—, ini juga ide bagus.” Tania tertawa terpaksa. Sekarang ia sudah dalam posisi terjepit dan terpojok. Karena sebelumnya ia sudah mengatakan ingin pergi, akan menjadi hal yang sangat aneh kalau sekarang ia mengatakan tidak ingin pergi.

Kalau dipikir-pikir lagi, sebenarnya tidak ada masalah. Hanya saja Tania berpikir, kali ini perhitungan kasar Alex bisa dikatakan meleset.

“Kak Vincent, kakak jangan menyia-nyiakan. Jarang-jarang ada kesempatan gratis. Kalau tidak, biar direktur dan aku pergi dengan memanfaatkan kupon, sedangkan kakak bisa memberikan uang lebih ke tur supaya bisa pergi bersama-sama. Kalau bisa berhemat lebih baik berhemat saja.” Ani terlihat seperti benar-benar perhitungan dengan berbicara seperti ini.

“Aku rasa ini juga ide yang bagus. Direktur harus pulang membawa banyak oleh-oleh untuk kami, ya!” Fely berbicara menyetujui dan masih bercanda.

“Baiklah! Aku akan membelikan kalian masing-masing oleh-oleh yang besar dengan sisa uang ini.” Tania tertawa kecil menjawab.

Mendengar jawaban Tania, Vincent juga tidak banyak bicara. Sebenarnya ia tidak masalah Tania ingin pergi kemana, dengan cara apa pergi, dan berapa pun biaya yang dihabiskan. Yang terpenting bagi Vincent adalah Tania bisa pergi bersamanya.

Selesai makan malam, penyelesaian pun diputuskan demikian.

Malam itu Tania menelpon Alex, ingin menyuruhnya supaya ia tidak usah pergi ke Thailand. Hal ini bertujuan untuk menghindari mereka bertiga berpapasan.

Ia tidak menyangka ternyata ponsel pria itu sedang tidak aktif. Tania menduga Alex pasti sengaja karena ditelepon bagaimanapun juga tetap tidak tersambung.

Tapi baru saja satu hari berlalu, pihak tur menelepon dan mengabarkan bahwa besok mereka akan langsung berangkat. Pihak tur menyuruh Tania untuk bersiap dengan baik dan berkumpul di bandara pukul 10 pagi.

Tengah malam, Siska menelpon Tania untuk pulang makan malam dan sekaligus mengajak Vincent. Tapi karena malam ini Vincent ada pertemuan sosial di luar kota, ia pun tidak bisa datang.

“Tania, apakah kamu dengan Vincent besok akan berangkat berlibur ke Thailand?” tanya Johan sambil makan.

“Iya! Besok langsung berangkat. Kak, kenapa matamu merah? Apakah kamu juga ingin berangkat? Wanita di Thailand benar-benar cantik dan menawan, lho!” goda Tania.

“Walaupun cantik, wanita disana adalah laki-laki yang berubah. Kalau cuma untuk dilihat-lihat masih tidak apa-apa, tapi jangan untuk yang lain. Sebaliknya, kamu harus menjaga Vincent baik-baik. Jangan sampai ia terpincut dengan yang lain.” Johan balas menggoda Tania.

“Vincent tidak mungkin seperti itu, ia begitu tulus kepada Tania. Jangankan wanita cantik seperti bidadari, disodorkan wanita cantik telanjang di atas kasurnya pun ia tidak akan berminat.” Levita menyela. Tiba-tiba ia terlihat seperti kembali terpikirkan satu hal serupa yang mengganjal. Alisnya pun bertaut.

Tania menahan suapannya dan bertanya tanpa maksud apapun, “Ada apa, kakak ipar? Apakah kamu kembali menonton drama Korea itu? Sepertinya ada yang mengganjal pikiranmu.”

“Bukan drama Korea. Aku sedang terpikir saat malam itu melihat Alex. Sebenarnya aku sedang berhalusinasi atau itu benar-benar orang?” Levita sampai sekarang masih berkutat dengan hal ini. Ia tidak bisa menarik benang merahnya, setelah tidur pun ia merasa semakin tidak bisa berpikir jernih.

“HUK—“ Tania hampir saja tersedak nasi karena terkejut, untung saja ia bisa menahannya. Astaga, bagaimana mungkin kakak iparnya masih berkutat di masalah itu!

Johan menaikkan alisnya dan menatap istrinya, “Siapa? Alex? Malam itu kamu melihatnya? Untuk apa kamu bertemu dengannya? Jelaskan kepadaku.” Johan langsung mengira istrinya memiliki hubungan tertentu dengan Alex begitu mendengarnya.

Ekspresi ayah Tania dan Siska juga berubah serius begitu mendengar nama Alex. Satu kata ini seharusnya tidak diungkit-ungkit lagi.

“Aduh, bukan seperti yang kalian pikirkan. Untuk apa aku bertemu dengannya, aku juga bukan orang gila.” Levita buru-buru menjelaskan tatkala melihat suaminya dan kedua mertuanya yang sepertinya salah paham. “Kejadiannya itu seperti ini. Tiga hari yang lalu, aku terbangun untuk minum air. Tentu saja aku ingin kembali naik ke atas selesai minum, namun saat itu Alex dengan angkuh dan gagahnya berjalan di depanku. Saat itu aku juga sangat terkejut dan hanya bisa termenung.”

Pelayan yang berdiri di samping tertawa sambil menyajikan makanan, “Nyonya muda, anda salah lihat. Waktu itu yang datang adalah Tuan Vincent. Ia tengah malam membunyikan bel dan saya yang membuka pintunya.”

“Tidak mungkin, Alex dan Vincent juga bukan saudara kembar. Yang satu memiliki darah campuran barat dan Asia yang sangat sempurna, yang satu lagi murni orang China. Bentuk wajah, warna rambut, semua tidak ada yang sama! Bagaimana mungkin aku bisa melihat Vincent sebagai Alex?!” Levita sepertinya sangat terpukul. “Apakah aku harus berkonsultasi ke psikiater?”

Tania hanya bisa menangis tanpa air mata. Kakak iparnya benar-benar malang, tidak heran mengapa ia bisa bingung seperti ini.

Siska berujar sambil tertawa, “Levita, kamu biasanya terlalu banyak melihat drama semacam itu makanya bisa berhalusinasi seaneh ini. Kalau Alex berani datang, akulah orang pertama yang akan mematahkan kakinya.”

“Iya, benar. Kalau Alex tengah malam ada di rumah kita, aku akan menggunakan pisau sayur untuk membuatnya berdiri hanya dengan satu kaki. Saat itu kamu pasti belum sadar betul dan salah melihat.” Johan juga tidak mempercayai Levita.

Pertarungan ini akhirnya kembali, lagi-lagi memukul dan menginjak. Begitu mendengarnya, keringat dingin Tania pun mengucur. Ia berdeham kecil dan dengan hati-hati berujar pelan, “Sebenarnya—, Sebenarnya—, Alex juga tidak seburuk itu, bukan?”

Begitu perkataannya meluncur, semua anggota keluarga Tania langsung menatapnya dengan sengit.

“Tania, kamu bicara apa. Sekali lagi kamu menempel ke orang itu, maka seumur hidupmu hancur sudah. Ibu sudah hidup lebih dari setengah abad dan tidak pernah menemui pria yang seburuk dan sejahat ia. Kalau kamu mau tinggal bersamanya lagi, aku akan bertahan untuk tidak setuju.” Hidup Siska sudah dibuat rusuh Alex sampai ketakutan menunduk padanya.

Johan juga menjadi khawatir, “Ayah, ibu, menurutku lebih baik pernikahan Tania dan Vincent dipercepat saja. Suatu hari mungkin saja pikiran anak keras kepala ini menjadi kacau dan lagi-lagi lari dengan Alex itu.”

Ayah Tania melihat putrinya yang menautkan alisnya dengan wajah tertekuk dan tidak berbicara apapun.

Astaga! Tania hanya mencoba untuk mendemonstrasikan sedikit saja ternyata respon mereka setajam ini. Sebenarnya, apakah ia masih memiliki jalan hidup?

Dalam penderitaan seperti ini, Tania pun menyambut datangnya hari esok.

Setelah merapikan barang-barangnya dengan baik, Tania pun pergi ke bandara dengan gelisah. Ya Tuhan, tolong jangan sampai Alex dan Vincent bertemu!

Novel Terkait

Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
3 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
4 tahun yang lalu