Terpikat Sang Playboy - Bab 159 Alex Sudah Sadar!

Michael menatapnya dengan senyuman dan berkata dengan penuh semangat, “Operasinya berhasil!”

Tania hanya berdiri di sana, semangat jiwanya kembali dari sudut matanya sampai ke ujung alisnya. Ia menutup wajahnya perlahan dan sudut bibirnya mengembang mekar. Pria itu tidak perlu mati, tidak perlu meninggalkan dunia ini. Terima kasih langit, kini Tania tahu bahwa ia dan pria itu masih bernapas dari udara yang sama.

Di bawah sinar matahari, air mata Tania terlihat seperti butiran berlian yang jatuh bergulir di pipinya. Hatinya yang semula putus asa berubah menjadi senang dan lega, perubahan ini membuatnya tidak bisa berhenti menangis.

Michael tersenyum kembali dan tidak mengucapkan apapun. Ia melangkah keluar lebih dulu dari ruangan, memberikan Tania ruang sendiri untuk merapikan kembali hatinya yang bahagia dan penuh haru.

Pagi-pagi benar di hari ini, air mata Tania pun berhenti mengalir. Hatinya dipenuhi dengan rasa syukur.

Satu jam kemudian.

“Paman ketiga—” Tania sudah cukup menangis. Rasa bahagia ini sudah cukup untuk membuat hatinya menjadi tenang. Ia berjalan keluar dari ruangan hingga sampai di belakang Michael. Pria itu benar-benar terlihat dewasa dan tenang. Hanya dengan berdiri di dalam rumah sakit, ia sudah bisa memberikan rasa tenang dan percaya bagi orang lain.

Michael membalikkan tubuhnya dan menatap Tania, “Kepalamu pasti masih sakit. Kemarin kamu demam karena hujan deras dan kamu baru sadar sekarang.”

“Aku benar-benar tidak berguna. Syukurlah Alex sudah baik-baik saja, aku bisa bernapas lega. Apakah jalanan itu sudah dibuka? Kapan kita bisa pulang?” tanya Tania dengan lembut dan sopan.

“Kemarin salah seorang dari desa sudah menelepon, sekarang seharusnya juga sudah dibuka. Tapi kau belum makan apapun dari kemarin, tubuhmu sudah tidak kuat lagi. Sekarang kau duduk saja, aku akan ke desa untuk mencarikanmu makanan.” Michael menunjuk sebuah meja bambu dengan kursinya.

Tania mengusap perutnya, ia memang merasa sedikit lapar. Ia lalu berujar “Maaf aku merepotkanmu, paman ketiga.”

“Tidak masalah, kamu duduk saja.” jawab Michael lalu berjalan keluar dari pusat kesehatan dan pergi ke desa. Ada banyak penduduk yang tinggal di kaki gunung ini. Mencari bubur dan sayur mayur di hari sepagi ini tentu saja bukan masalah.

Tania berjalan hingga ke meja bambu itu lalu duduk, kakinya menginjak tanah berlumpur. Di sampingnya terdapat pagar yang dikelilingi bunga terompet berwarna ungu. Di atas tanah, seekor binatang yang tidak dikenali Tania sedang berusaha memanjat naik.

Ternyata itu adalah seekor katak jelek. Bagaimana katak itu bisa begitu jelek?

Awalnya Tania tidak takut dengan katak itu, tapi sepertinya binatang itu sedang memanjat naik menghampirinya, “Pergi sana—Hush, hush—Pergi sana—” Tania melambai-lambaikan tangannya untuk mengusir katak itu dengan takut.

Tapi katak itu terus memanjat naik mendekatinya, di atas tubuhnya terdapat begitu banyak makhluk hidup berwarna abu-abu kehitaman. Katak itu sepertinya tidak takut pada Tania, hanya saja katak itu terlihat semakin menakutkan seiring dengan setiap lompatannya yang mendekat.

Tania melihat sebatang ranting kayu di atas tanah dan ia pun mengambilnya, “Pergi sana—Jangan mendekat kalau tidak mau kupukul.” Sensasi katak yang ia rasakan dengan tangannya membuat nyali Tania menciut. Akhirnya ia melepaskan ranting itu lalu berlari pergi.

Michael kembali membawa sarapan untuk Tania dan dari kejauhan melihat wanita itu sedang ketakutan, “Ada apa?”

“Paman ketiga, di sana ada katak mutan yang sangat menyeramkan, bisa mengejar orang.” Tania menunjuk ke arah kursi bambu.

Michael merasa geli dengan ucapan Tania dan tertawa, “Oh? Ternyata ada katak sepintar itu? Aku akan pergi dan melihatnya.” Ia menghampiri meja itu dan tertawa saat melihat katak itu, “Ini bukan katak, tapi kodok. Walaupun hewan ini sangat jelek, tapi ia tidak akan menggigitmu. Tapi kalau kau memukulnya, ia akan mengikutimu.”

Tania tersenyum malu, “Ternyata begitu. Walaupun tidak menggigit, tetap saja ia terlihat terlalu menyeramkan. Bantu aku mengusirnya.”

Sampai kapanpun, anak perempuan tetap saja anak perempuan. Michael meletakkan sarapan Tania di atas meja sambil tertawa. Ia kemudian mengeluarkan sehelai sapu tangan dari dalam kantongnya, mengambil kodok itu dari tanah, lalu melemparnya ke luar pagar, “Nah, sudah. Ayo sekarang makan.”

“Terima kasih!” Tania berjalan menghampiri dan duduk. Di dalam hatinya ia berpikir, paman ketiga pasti menertawakannya.

Tania mengambil sumpit, jari-jemarinya penuh dengan balutan perban. Ia teringat dengan luka-luka yang ia alami saat menggali, menghabiskan sarapannya, bertanya pada penduduk desa, kemudian mendengar bahwa jalanan sudah dibuka sejak pagi. Mereka segera naik mobil dan pergi, tidak ingin membuang-buang waktu lagi di sini.

Di dalam rumah sakit, Vincent menyadari bahwa Tania tidak kembali setelah ia menunggunya semalaman. Wanita itu juga tidak kembali ke rumah keluarganya, jadi kemana dia?

Di luar kamar rawat Alex masih dipadati banyak orang. Semuanya sedang beristirahat sambil menunggu Alex sadar. Setelah operasi, Nico juga memutuskan untuk beristirahat setelah selama tujuh jam berkonsentrasi yang membuatnya kelelahan.

Di lobi lantai bawah, Vincent memutuskan untuk bangkit berdiri dan pergi mencari Tania ke tempat lain.

“Ternyata Tuan Vincent.” Sambil menggenggam tas tangan, Linda berjalan turun dari atas. Ia menyapa Vincent dengan sopan ketika bertatapan dengannya.

Mata Vincent pun melihat wanita itu, ia adalah salah seorang wanitanya Alex. Vincent pernah bertemu dengannya sebelumnya, kalau tidak salah namanya Linda, “Oh Nona Linda! Apakah sekarang anda ingin pulang?”

“Tuan Vincent juga sampai sekarang masih ada di rumah sakit? Sekarang saya ingin keluar untuk membeli kopi, apakah anda mau juga segelas?” tanya Linda sambil tersenyum dengan manis.

“Tidak perlu, saya masih ada urusan lain. Saya permisi.” Vincent menolak tawaran Linda dengan sopan. Ia lalu bangkit berdiri dan berjalan pergi.

“Hei—” Linda mengangkat tangannya dan menghentikan langkah Vincent. “Bukankah anda sedang mencari dimana Tania? Saya tahu ia ada dimana.”

Vincent segera membalikkan kepalanya dan bertanya dengan gelisah, “Dimana Tania?”

Linda tersenyum dan menjawab dengan ramah, “Saya dengar dari pembicaraan antara bibi Tania dan suaminya, Tania pergi dengan Walikota Michael kemarin. Tapi hujan deras yang turun kemarin menyebabkan longsor. Sekarang kedua orang itu belum bisa kembali dan saya dengar Tania juga masih demam tinggi.”

Tujuan Linda berujar seperti itu adalah untuk membuat Vincent menjadi gelisah dan pergi mencari Tania. Kalau ada Vincent, maka tidak mungkin Tania dan Alex akan bersatu kembali.

Setelah selesai mendengarkan, raut wajah Vincent berubah menjadi dingin, “Kalau begitu anda tahu mereka pergi kemana?”

“Maaf, saya juga tidak tahu soal itu. Tapi seharusnya mereka akan kembali hari ini. Daripada pergi tak tentu arah, bukankah lebih baik anda menunggu saja di sini?” saran Linda. Vincent pun sepertinya setuju dengan sarannya, sehingga Linda melanjutkan, “Kalau begitu, saya pergi membeli kopi dulu. Anda ingin minum apa?”

“Air mineral saja.” Vincent berjalan kembali dan duduk, ia mengerti maksud Linda yang sesungguhnya.

“Baiklah, saya akan segera kembali.” Linda tersenyum dan berjalan pergi. Kalau ia saja tidak cukup untuk memisahkan Tania dan Alex, maka ia harus mengajak Vincent untuk ikut serta. Dengan permainan licik pria itu, Linda percaya Alex dan Tania tidak akan memiliki kesempatan untuk bersama lagi.

Semua orang memiliki cara yang berbeda untuk mencintai orang lain. Ada tipe orang yang mencintai dengan tulus dan ada juga tipe orang yang mencintai dengan posesif. Linda pastilah tipe yang kedua, begitu pula dengan Vincent.

Mobil yang dikendarai oleh Tania dan Michael sampai di jalan yang tertutup kemarin dan jalan itu ternyata sudah dapat dilewati. Mereka langsung pergi secepat mungkin ke rumah sakit dan tiba pada pukul sepuluh pagi.

Begitu masuk ke lobi, sosok Vincent adalah yang pertama kali tertangkap oleh pandangan Tania. Mereka baru saja bertengkar dengan hebat dua hari yang lalu, dan Tania merasa canggung untuk bertemu pria itu sekarang.

Tania hanya berdiri terpaku, tidak tahu apakah sebaiknya ia menyapa Vincent atau tidak.

Michael sama sekali tidak berniat untuk mencampuri urusan mereka. Ia membisikkan beberapa kalimat ke telinga Tania, lalu berjalan pergi. Tapi tiba-tiba, ponsel yang berada di dalam kantong bajunya berbunyi. Ia mengangkatnya lalu berkata dengan suara terkejut, “Alex sudah sadar!”

Novel Terkait

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
4 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu