Terpikat Sang Playboy - Bab 322 Tidak Bisa Menghapus Begitu Saja Awal Mula Yang Baik!

Bola mata Stella bergerak sejenak. Ia masih belum bertenaga untuk membuka matanya, juga tidak memiliki keberanian untuk berhadapan dengan Anlice. Tidak seharusnya ia melukai orang tua yang sangat menyayanginya seperti ini. Karena Stella merasa menyesal, ia semakin tidak memiliki keberanian.

Wajah Tania mengulaskan raut tawa. Ia mengangkat matanya dan memandang ke arah luar jendela. Pertarungan ini, apakah ia yang memenangkannya? Sepertinya ia yang menang. Sekarang ia melihat Stella yang terbaring di atas kasur, ia tidak merasa kasihan atau simpati. Hanya saja, sekarang Tania benar-benar tidak merasa terlalu kesal lagi. Melihat hati kecilnya merasakan hal seperti ini terhadap musuhnya, Tania pun tahu bahwa ia tidak perlu lagi bertarung dengan Stella.

Setelah beberapa saat, Nico dan Alex kembali ke kamar rawat.

Langit mulai gelap. “Eh? Dari semalam sampai sekarang Stella belum sadar?” Nico dengan curiga bertanya. Tidak mungkin. Ia baru saja berpapasan dengan teman kerjanya, mereka bilang luka Stella tidak terlalu dalam. Setelah efek obat biusnya selesai, dalam waktu satu jam ia akan sadar.

“Iya benar, dari tadi ia belum sadar. Apa ada masalah?” Tania dengan panik bertanya. Ia takut kejadian ini sama dengan Vincent.

Nico melihat Stella yang terbaring di kasur dengan seksama dan seketika itu juga ia mengerti, “Oh, tidak apa, tidak masalah. Mungkin ia hanya terlalu lelah dan membutuhkan waktu untuk tidur. Biarkan ia bangun semaunya.”

Semua orang di situ adalah orang pintar. Begitu kata-kata ini terlontar, mereka langsung tahu bahwa Stella sedang berpura-pura tidur. Mungkin karena sebelumnya ia begitu arogan, namun akhirnya masalah ini terekspos begitu saja. Bahkan hasil dari kejahatannya sendiri melukainya dan hampir membuatnya kehilangan nyawanya sendiri. Stella sudah cukup dipermalukan, jadi ia hanya bisa berpura-pura tidur dan tidak mau berhadapan dengan semua orang.

“Kalau begitu biarkan ia tidur. Ibu, kamu kembalilah lebih dulu. Ia akan baik-baik saja.” ujar Alex pada Anlice.

Anlice menganggukkan kepalanya, “Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu. Kalian yang tinggal di sini harus menjaganya baik-baik.” Setelah bicara, Anlice membungkukkan tubuhnya dan mencium pipi Stella, “Berbesar hatilah, Alex pasti akan memaafkanmu. Kalian masih bisa menjadi teman.”

Maksud sebenarnya dari kata-kata ini adalah tidak mungkin untuk menjadikan Stella sebagai istri Alex lagi. Bahkan Anlice sebagai ibunya Alex saja sudah menyerah.

Setelah Anlice beranjak pergi, Nico juga pergi. Alex dan Tania duduk bersama. Stella sebenarnya sudah lama sadar, tapi ia tahu mereka masih ada di sana. Beberapa kali ia ingin membuka matanya dan berpura-pura baru sadar, tapi kenyataannya ia tidak tahu apa yang harus ia katakan setelah ia membuka matanya. Tapi jika ia terus berpura-pura tidur seperti ini, ia juga merasa sangat canggung.

Hampir pukul 10, Stella masih saja tidur.

“Hari ini tokoku sangat sibuk, aku harus pulang. Bukankah kamu juga ada yang harus diurus di kantor? Kita belikan sedikit makanan untuk Stella, kita taruh disini lalu kita pergi saja.” Tania menarik-narik Alex dan memberikan isyarat untuknya.

“Baiklah! Aku tiba-tiba teringat masih ada rapat yang sangat penting, sepertinya kita harus segera pergi.” Alex menanggapinya. Kedua orang itu bangkit berdiri dan beranjak pergi.

Begitu mereka berjalan keluar, Stella akhirnya membuka matanya, “Huff—” Ia dengan berat menghela napasnya. Akhirnya mereka beranjak pergi, ia benar-benar telah menahan sebisanya.

Alex dan Tania membeli seporsi makanan di luar, dan mereka meminta suster untuk membantu mereka membawakan makanannya ke dalam kamar Stella sekembalinya ke rumah sakit.

Mendengar ada suara orang yang datang, Stella dengan segera menutup kembali matanya. Suster meletakkan makanannya di meja di samping kasurnya. Melihat pasien yang masih tertidur, suster itu pun membangunkannya, “Nona, nona, bangunlah.”

Mendengar suara orang lain, Stella membuka matanya dan melihat yang ternyata masuk adalah seorang suster, “Ada apa?”

“Oh, begini. Temanmu membelikan makanan untukmu dan memintaku untuk mengantarkannya untukmu. Aku takut kalau di diamkan sebentar saja akan menjadi dingin, jadi aku membangunkanmu. Makanlah.” Suster itu menarik meja makan pasien mendekat, menaikkan posisi kepala Stella, mengeluarkan makanan itu dari plastik, lalu meletakkannya di atas meja.

“Kamu makanlah pelan-pelan. Kalau membutuhkan sesuatu, silakan tekan belnya.”

“Terima kasih!” Stella menganggukkan kepalanya dan mengangkat sendoknya. Sebenarnya, ia sangat lapar. Stella melihat ke arah luar jendela, mengelus luka diperutnya, dan tersenyum kecewa.

Alex dan Tania pergi ke tempat mereka masing-masing. Tania pergi ke toko, sedangkan Alex kembali ke kantor. Mereka sudah berjanji akan kembali lagi malam hari untuk menjenguk Stella.

Malam itu, mereka bersama-sama datang ke rumah sakit. Tapi mereka melihat ternyata Stella sudah tidak ada di sana. Suster memberitahu mereka bahwa sore hari tadi Stella sudah keluar dari rumah sakit.

“Di sini ada sepucuk surat dan nona itu menyuruhku untuk memberikannya pada kalian.”

Alex menerimanya dan membuka kertas yang berukuran tidak terlalu besar itu. Di atasnya tertulis beberapa kalimat menggunakan Bahasa Inggris, “Alex, sebenarnya menurutku dirimu sudah tidak berarti apa-apa lagi. Hanya saja, aku yang tidak bisa menerima kenyataan bahwa kamu tidak menginginkanku lagi. Aku pikir, kehidupan bebas lebih cocok untukku jadi aku kembali ke Perancis. Kalau nanti ada kesempatan, kita pasti bertemu lagi!”

“Ia benar-benar pergi dengan tenang.” Tania bersandar pada bahu Alex dan tersenyum ringan.

Alex melipat kembali kertas itu “Aku pikir, ia telah membuat sebuah keputusan yang bijak. Setelah melepasku, kehidupannya pasti akan lebih berwarna.”

Tania menganggukkan kepalanya, “Baiklah, aku hanya berharap ia tidak melukai lebih banyak pria lagi. Tapi setelah kupikir-pikir, mungkin kali ini ia sebenarnya sudah melukainya.”

“Tidak usah pedulikan ia. Hidupnya denganku sudah tidak ada hubungan apapun lagi. Sekarang aku hanya perlu sepenuh hati menjagamu.” Alex merangkul Tania dan berjalan memasuki lift. Saat pintu lift baru saja tertutup, Alex menundukkan kepala dan mencium bibir Tania. Ciumannya kali ini tidak bergairah, tapi keindahannya tak tertandingi.

Beberapa hari kemudian, musim dingin pun mulai datang. Udara hangat dengan segera berubah. Waktu musim gugur dimana daun-daun berguguran sudah lewat dan meninggalkan dahan-dahan pohon yang gundul tanpa tersisa apapun. Sebuah aroma lain pun muncul.

Tania dan Alex melewati hari-hari di kehidupan mereka yang damai dan romantis. Bersama-sama bangun tidur, bekerja, pergi ke rumah sakit. Kehidupan mereka terus bergulir di beberapa tempat ini. Anlice hanya diam terhadap kepergian Stella, ia tidak banyak bicara dan juga tidak menganggu mereka. Ia perlu baik-baik mengatur kondisi hatinya.

Di rumah sakit, Tania mengelap tangan Vincent dengan hati-hati. Satu persatu jemarinya terlihat bersih dan lentik, “Cepat sadar. Sekarang semua masalah sudah berlalu, hanya perlu menunggu kamu bangun. Kamu lihat, di sini ada Merry Mou yang sangat lucu dan cantik menemanimu setiap hari. Ada aku, ada Alex, ada kakakku dan kakak iparku. Kami semua sangat berharap kamu sadar. Jadi, kamu jangan tidur lagi, ya?”

Merry Mou mengambil kamera dan memotret. Setelah memotret ia membalikkan kertas potretnya untuk melihat fotonya, “Wah, cantik sekali. Tania, aku berani bertaruh kalau kamu memiliki perasaan yang mendalam terhadap Vincent. Mungkin itu bukan rasa cinta, bukan rasa sayang, dan juga bukan rasa sebagai teman. Tapi menurutku di dunia ini masih tersimpan sebuah rasa yang spesial, sama seperti perasaan cinta pertama. Bukan perasaan yang kuat, melainkan perasaan hangat yang indah.”

Tania sedikit terpukau, “Merry, menurutku kamu tidak usah jadi fotografer. Sebaiknya mungkin kamu lebih cocok jadi dokter psikolog. Kalau cinta pertama, sepertinya itu benar untuk Vincent. Sama seperti yang kamu katakan. Kalau dipikir-pikir lagi, perasaan ini bukan perasaan yang kuat, tapi terasa hangat dan indah. Benar-benar berharga.”

“Bagaimana ini Tania, aku sangat iri padamu! Aku cemburu, aku cemburu!” Merry Mou dengan sengaja berteriak keras.

“Hahaha..” Tania juga terbahak-bahak. Ia meletakkan tangannya di atas tangan Vincent dan menggenggamnya. Tidak ada hasil yang bisa diperbaiki untuknya. Dalam perjalanan kehidupan ini mungkin ia berjalan kearah yang lain, tapi ia tidak bisa menghapus awal kehidupan yang indah.

Saat Tania menggenggam tangan Vincent, mungkin ini hanya perasaannya saja, tapi Tania merasa pria itu juga menggenggam balik tangannya.

Tapi Tania menyadari bahwa sepertinya itu hanya perasaannya saja.

Keesokan malamnya, Alex datang menjemput Tania di toko, “Hari ini harus lebih pulang lebih cepat, kakek mau bertemu dengan kita.”

Novel Terkait

The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
3 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu