Terpikat Sang Playboy - Bab 115 Tidak Ingin Melarikan Diri

Air mata mengalir begitu derasnya, tidak bisa ditutupi dan gagal dibendung. Ia merasa semakin menyedihkan, sehingga ia menolehkan kepalanya sekuat tenaga menghadap ke jendela. Sebisa mungkin jangan sampai terlihat oleh Nico.

Sehelai sapu tangan yang putih bersih tanpa ada semburat warna apapun di sapu tangan itu diam-diam diletakkan diatas lututnya, seperti jatuh perlahan dari langit.

Pandangan Nico sepenuhnya fokus ke depan. Ia menyetir dengan sepenuh hati, tidak mengeluarkan sepatah katapun, dan juga tidak melihat wanita itu.

Orang yang semakin mencoba untuk bertahan akan menjadi yang semakin terluka. Orang lain mengira hati wanita itu sudah cukup keras, sudah cukup tegar. Jadi tidak peduli seberapa keras orang lain mencoba mencabik hatinya dengan pisau, ia tetap akan bertahan. Tapi sebenarnya, setiap manusia itu sama. Hati mereka lemah, mencoba untuk terlihat tegar hanyalah sebuah topeng untuk menutupi luka yang tidak terlihat. Dan luka di dalamnya akan membuatnya mati perlahan.

Tania mengambilnya dan menggunakannya untuk mengusap air matanya. Setidaknya akhirnya ia tidak terlihat begitu menyedihkan karena ia tidak perlu menggunakan punggung tangannya untuk mengusap air matanya.

Setelah menyetir beberapa waktu, Nico akhirnya bersuara.

“Istri kakak sepupu, aku rasa sebaiknya kamu pulanglah ke rumahmu sendiri untuk sementara waktu. Stella ini benar-benar bicara hal yang tidak masuk akal. Ia adalah anak dari teman baik tante, ayahnya adalah seorang bangsawan. Beberapa tahun setelah ayahnya meninggal, ia selalu bersama tante tinggal bersamanya di Perancis. Ia masuk sekolah sampai kuliah di Perancis dan di sanalah Stella mengenal Alex. Ia mulai mengagumi Alex, membuat bibi yang mengetahui hal ini menjadi keras hati dan memaksa Alex untuk menikahinya. Dihitung-hitung, sepertinya sudah lima tahun berlalu sejak mereka menikah di Perancis dan tidak sampai tiga bulan kemudian mereka pun bercerai. Jadi kamu jangan terlalu memasukkan kata-katanya ke dalam hati. Alex tidak memiliki perasaan apapun terhadapnya. Opa dan ibuku pun tidak tahu masalah ini. Aku rasa kau tidak perlu menghadapi masalah ini, opa pasti juga akan membantumu menyelesaikan ini semua.”

Tania pun berujar, “Terima kasih sudah memberitahuku sebanyak ini. Aku tidak menyangka kamu adalah orang yang akan memberitahuku masalah ini dengan baik-baik, apa adanya, dan jujur. Tapi Nico, aku tidak akan pulang ke rumahku sendiri. Aku tidak berbuat kesalahan apapun, jadi aku tidak akan kabur.”

Ternyata Stella sudah mengenal Alex dari usia 10 tahun. Siapa yang akan percaya jika ia bilang tidak ada perasaan yang tertinggal diantara mereka?

“Eii—, istri kakak sepupu, bukannya aku banyak bicara. Tapi kalau kamu kembali, kamu akan sulit terhindar dari pertengkaran dengan bibiku. Stella dan Alex sih pasti tidak peduli, tapi Alex juga tidak bisa mengabaikan perasaan ibunya. Kalau sudah begitu, kalian pasti akan bertengkar lagi ketika sudah sampai saatnya. Hal ini pasti akan mempersulit posisi Alex dan perasaanmu sebagai seorang istri juga bisa terluka dalam.” Nico dengan sabar menjelaskan. Ia tidak ingin Tania terluka lagi.

“Tapi kalau mereka bersikeras dan akhirnya menang, apakah seumur hidupku aku harus kembali tinggal di rumahku? Kalau Alex benar-benar mencintaiku dan memperhatikanku, ia akan berdiri di pihakku. Tapi kalau ia tidak mampu melakukannya, maka ini adalah bukti bahwa kami tidak mampu menghadapi rintangan ini.” Tania meremas sapu tangan yang ada didalam genggamannya dan menarik napas dalam-dalam.

Nico pun tertawa, “Setelah kupikir-pikir, sepertinya aku tidak punya kepentingan untuk menahanmu. Tapi kamu tenang saja, aku akan berdiri di pihakmu. Menurutku opa dan kakak ipar juga akan berdiri di pihakmu.”

Tania kembali menolehkan kepalanya ke luar jendela. Salju kali ini bisa turun begitu lebatnya tanpa suara.

Alex duduk di dalam mobil, wajahnya terlihat serius. Aura dingin yang menguar darinya terasa begitu mencekam, mengalahkan dinginnya musim dingin.

“Alex—, apakah hatimu tidak sesenang itu kalau ibu tinggal bersamamu? Kalau begitu putar kembali mobilmu, ibu akan kembali saja ke Perancis.” Anlice dengan kecewa berkata.

“Ibu, kalau ibu kembali ke taman kaca, aku tentu merasa senang. Bukankah hati ibu juga tahu, masalah apa yang bisa membuatku merasa tidak senang? Aku dan Sattva sudah bercerai bertahun-tahun yang lalu, kedatangannya sekarang justru menghancurkan keluargaku. Apakah ibu setega itu menghancurkan hidup putra ibu sendiri?” Alex menautkan alisnya. Ibunya juga sangat keras kepala dan bertindak semaunya, membuat Alex menjadi pusing.

“Bagian mana dari Stella yang tidak sebanding dengan wanita China itu? Bicara soal latar belakang keluarga dan soal penampilan, Stella adalah orang yang paling tepat berbanding denganmu. Di sini ibu hanya membantumu. Pokoknya kata-kata yang buruk sudah ibu katakan dari awal, ibu tidak akan menerima wanita itu sebagai menantu ibu. Menantu ibu cuma satu hanya Stella seorang.” ujar Anlice menggebu, penyakit asmanya pun mulai kambuh.

Napasnya mulai tersengal dan membuat Alex ketakutan. Dengan cepat ia menghentikan laju mobilnya dan memberi Anlice penyemprot udara. Alex baru tenang ketika ibunya akhirnya bisa bernapas lagi, “Ibu, ibu jangan marah lagi”.

“Kalau kamu mendengarkan perkataanku, mana mungkin aku semarah ini. Ibu hanya punya kamu seorang.” Anlice mengelus-elus wajah putranya. Putranya adalah kebanggaan terbesar dalam hidupnya.

Alex benar-benar menangis tanpa air mata. Sekarang ia tidak tahu bagaimana bisa menenangkan Tania, ia juga tidak tahu harus melakukan apa yang tidak mengancam ibunya, dan ia lebih tidak tahu bagaimana harus menyingkirkan Stella yang menempel di tangannya seperti lendir.

Stella yang duduk di depan menatap Alex dengan senyum penuh kemenangan. Walaupun Alex bukan pria miliknya, tapi ia juga tidak lebih murahan dibandingkan dengan wanita lain.

Karena mobil Alex berhenti sebentar di tengah perjalanan, Nico dan Tania selangkah lebih dulu sampai ke taman kaca.

Langit sudah berubah gelap, waktu menunjukkan sekitar pukul enam lewat 17 menit. Malam di musim dingin sudah tiba.

Walaupun kakek Alex tidak menyukai Anlice, tapi bagaimanapun juga ia adalah ibu dari cucunya. Bukan berarti ia tidak akan menemuinya meskipun ia tidak bisa datang. Jadi dari awal beliau sudah memanggil putra-putrinya dan para menantu untuk berkumpul di tempatnya dan mempersiapkan makan malam.

Nico dan Tania lebih dulu sampai di ruang makan. Mereka pun mencari posisi dan duduk.

“Eh—, kenapa hanya kalian berdua saja yang datang?” Liona menarik Nico dan bertanya dengan suara rendah.

“Ibu, sebentar lagi ibu juga akan tahu. Nanti aku akan menyuapkan banyak lauk untuk ibu, ibu cukup makan dengan lahap saja.” Nico benar-benar takut peperangan ini akan saling membakar tanpa sisa apabila ibunya ikut berbicara.

“Anak nakal. Kamu kira ibumu adalah seekor babi, apa?” Liona dengan manja menjauhkan lengan putranya.

Tania hanya duduk diam di posisinya. Wajahnya pucat pasi, tidak bicara dan tidak tertawa.

Kakek Alex merasa khawatir di dalam hati, namun ia juga tidak enak hati untuk bertanya pada Tania. Apalagi, sudah terdengar beberapa langkah kaki dari luar ruang makan. Alex, ibunya, dan Sattva, berjalan bersama masuk ke ruang makan.

“Papi, sudah lama tidak bertemu—” Anlice lebih dulu menyapa kakek Alex.

“Panggil aku ayah. Bahasa Chinamu sudah berkarat, ya?” Melihat menantunya masih berdandan norak di usianya yang sudah setua ini membuat kakek Alex berpikir bahwa Anlice kembali ke Perancis untuk menempuh hidup yang lebih cocok dengan gayanya. Apalagi, pastilah tidak sedikit pria di luar sana yang terpikat dengan Anlice setelah putranya meninggal. Tapi usaha mereka terhalang karena penjagaan di taman kaca yang cukup ketat.

Alex merasa depresi di dalam hatinya. Kalau diperbolehkan, ia ingin segera kabur saja. Melihat Tania yang duduk di kursi kedua di samping kakek membuat hatinya merasa gelisah.

Anlice dengan tidak puas menghela napas, lalu menyapa yang lain, “Michael, Liona, Jimmy! Apa kabar kalian semua!”

Saat Michael dan anggota lainnya satu-persatu menyapa Anlice, ada perasaan suka dan tidak suka di dalam hati mereka. Tapi karena semuanya adalah keluarga, mereka juga akhirnya dengan wajah senang menyambut kedatangan Anlice saat melihat wajahnya.

“Kakak ipar paling besar, siapakah nona yang ada di sampingmu?” Liona memang lebih bermulut besar. Ia sudah mengamati wanita berdarah asing yang beraura iblis ini sejak awal.

Napas Tania tercekat dan tubuhnya mulai menegang.

Nico langsung ingin membungkam mulut ibunya. Mengapa ibunya justru mengatakan hal yang sudah diperingatkan padanya untuk tidak dikatakan?

Begitu Liona menanyakan hal ini, Anlice merasa ini adalah kesempatan perkenalan baginya. Ia pun dengan ramah menarik Stella, “Ia adalah istri Alex!”

Saat itu juga ruang makan menjadi sunyi senyap. Seperti burung gagak yang lewat tanpa suara, dengan pandangan yang melotot dan mulut yang ternganga.

Mereka mengira bahwa mereka salah dengar, tapi bukankah tidak mungkin juga mereka semua sama-sama salah dengar? Mereka baru mengerti makna kalimat itu setelah terdiam beberapa saat dan ketika melihat Tania yang sepertinya akan segera jatuh.

Kakek Alex sangat geram sampai jenggotnya pun bergetar. Dengan sekuat tenaga ia menggebrak meja dan bangkit berdiri.

Novel Terkait

Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
3 tahun yang lalu