Terpikat Sang Playboy - Bab 225 Lagipula Tidak Harus Mencintaimu!

Suara derap kaki terdengar dari luar dan Tania tahu Vincent sedang naik ke atas. Ia menarik Alex masuk ke dalam kamar mandi dengan terburu-buru, mengunci pintunya, dan membuka keran air.

“Jangan bersuara.” ujar Tania kepada Alex dengan suara rendah.

Alex duduk di samping bathub, hatinya merasa benar-benar depresi.

Vincent berjalan hingga ke depan pintu kamar Tania. Ia pertama-tama mengetuk pelan pintu itu dua kali. Ketika tidak ada orang yang membuka pintu, ia pun mendorong pintu itu dan melangkah masuk. Ponsel dan tas Tania ada di atas meja riasnya, suara air terdengar dari dalam kamar mandi.

Hatinya merasa lebih tenang sejenak. Setidaknya ia tahu Tania tidak melarikan diri. Melainkan, ia sedang mandi di rumah, makanya tidak bisa mengangkat telepon darinya.

Vincent duduk di atas sofa dengan santai. Ia melonggarkan dasinya sedikit dan menyilangkan kakinya dengan anggun. Ia duduk di situ sambil menunggu Tania keluar. Tidak berapa lama kemudian, pandangannya pun jatuh pada ponsel yang ada di atas meja rias.

Apakah benar panggilan yang baru ia angkat itu adalah dari desainer terkenal Perancis?!!

Vincent bangkit berdiri dan berjalan mendekat. Ia mengambil ponsel Tania dan baru mau membukanya ketika pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka.

Sambil mengenakan jubah mandi, Tania melangkah keluar. Ia mematikan lampu dan menutup pintu kamar mandi.

“Eh-- Vincent? Sedang apa kamu di kamarku?” Tania pura-pura terkejut melihat Vincent padahal hatinya sedang berdebar hebat.

Vincent meletakkan ponsel Tania kembali ke atas meja, “Aku datang untuk memberitahumu, besok jangan lupa untuk mengenakan sepatu kets. Kita akan pergi ke puncak gunung untuk melihat matahari terbit, jadi akan sangat tidak nyaman kalau menggunakan sepatu kulit. Kamu tidak mengangkat teleponku dan aku menduga kamu sedang mandi, jadi aku naik ke atas untuk memeriksa.”

“Oh, begitu. Pantas saja kamu kembali. Terima kasih. Sebenarnya, besok pagi saja kamu bisa mengingatkanku.” Tania berpikir, sebenarnya Vincent begitu perhatian padanya.

“Aku takut aku juga lupa apabila waktunya sudah sampai. Baiklah, kalau begitu aku pulang dulu. Kamu cepatlah istirahat.” Vincent mengecup puncak kepala Tania dan berjalan keluar kamar.

Vincent tahu bahwa Tania masih dapat mentolerir gestur mesra itu. Ia tidak mau membuat Tania menolaknya karena hal itu justru semakin menyakiti hatinya.

Begitu melihat Vincent sudah keluar dari kamarnya, hati Tania diserang oleh rasa bersalah. Sekarang, ia sedang menyakiti hati pria itu. Sikapnya yang menunda-nunda ini seperti penyakit dalam yang kronis dan menimbulkan efek samping yang hebat. Tapi, berbicara langsung juga seperti luka parah, seperti tertusuk sampai ke dasar dalam sekali tebas. Tentu saja adalah hal yang baik apabila luka itu dapat sembuh. Tapi kalau tidak dapat sembuh, maka seumur hidup Tania akan merasa bersalah.

Tania menghela napas dan duduk di atas sofa. Alex pun keluar dari dalam kamar mandi dan berjalan hingga ke pinggir jendela. Ia menyibak tirai renda itu dan melihat mobil Vincent yang sudah melaju menjauh. Ia pun melepaskan tirai itu.

“Sepertinya meskipun kamu tidak memberitahunya, ia sudah tahu.” Alex duduk di samping Tania. Ia menyenderkan punggungnya dengan nyaman dan berujar ringan.

“Menurutku tidak. Vincent hanya datang untuk mengingatkanku menggunakan sepatu kets karena besok akan pergi ke puncak gunung dan melihat matahari terbit.” Tania sama sekali tidak sependapat dengan Alex.

Alex menghela napas dan menggelengkan kepalanya, “Ei—, kamu ini benar-benar polos. Ucapannya itu hanyalah sebuah alasan. Tujuan utamanya adalah untuk bertemu denganmu, memastikan apakah kamu keluar atau tidak. Kemarin kamu tidak kembali semalaman, dan ia pasti menyadari hal itu.”

“Kamu... Bagaimana kamu bisa tahu tentang itu?” tanya Tania takjub sambil menatap Alex.

“Coba kamu pikir baik-baik. Kemarin, semalaman kamu tidak kembali, apakah ia ada menginterogasimu? Kalau tidak, itu berarti ia sudah tahu apa yang sesungguhnya terjadi makanya tidak bertanya padamu.” ujar Alex mirip seperti dewa maha tahu.

Raut wajah Tania menegang. Meskipun sepertinya tidak ada, tapi Vincent banyak melakukan hal yang tidak biasanya ia lakukan. Ia adalah tipe orang yang tidak suka jalan-jalan, juga tidak suka berdesak-desakkan dengan orang untuk menonton film. Hal yang lebih aneh lagi adalah ketika ia mengajak Tania untuk melihat matahari terbit. Kesimpulannya, ini memang bukan hal yang biasanya terjadi.

“Kamu bilang kamu tidak mau melukai hatinya, tapi kamu masih membohonginya untuk hal yang sudah ia ketahui dengan jelas. Justru tindakanmu itu menyebabkan luka yang paling parah. Dibandingkan dirimu, aku lebih tahu tentang harga diri seorang pria. Apa kamu masih mau menunda-nundanya?” Alex menatap Tania, dengan sangat serius.

Tania merapatkan bibirnya, “Sekarang pikiranku sangat kacau. Kamu pergilah, biarkan aku berpikir.”

“Kamu masih perlu berpikir untuk memilih diantara aku atau dia? Tania, kamu tidak bisa memegang tangannya dan membiarkan ia mencintaimu namun di saat yang bersamaan kamu tidak bisa berpisah dariku. Kalau kamu terus ragu seperti ini, tidak bisa memilih kiri atau kanan, aku dan Vincent akan membencimu.” Hati Tania seolah tenggelam ke dasar lautan dan Alex akhirnya menyadarinya.

“Alex, kamu benar-benar menyebalkan. Kalau seperti ini, aku tidak usah mempertimbangkan lagi, lagipula aku tidak harus mencintaimu. “ Kepala dan hati Tania merasa kesal. Di satu sisi ia merasa bersalah pada Vincent tapi di sisi lain Alex terus menekannya, membuat Tania merasa sulit bernapas.

Alex kehilangan kata-kata. Baginya, ia sudah menjadi pria gampangan untuk Tania.

Hati Alex terasa begitu sakit. Semakin dalam Alex mencintainya, semakin tajam pula ucapan Tania. Baginya, setiap kata wanita itu terasa seperti bilah pisau. Sepertinya Tania tidak menyadarinya, tapi hati Alex sudah terlanjur sakit.

Dalam satu tarikan napas, Alex bangkit berdiri dan melangkah keluar dari kamar Tania dengan langkah besar-besar.

“Al—” Tania juga menyadari betapa kata-katanya terdengar menyakitkan. Ia menengadahkan kepalanya untuk menjelaskan, tapi Alex sudah keluar dari kamarnya.

Alex berjalan menuruni tangga seperti ia menuruni anak tangga di rumahnya sendiri, sedikit pun tidak gemetar. Ia adalah tipe pria yang tetap tidak akan terlihat menyedihkan dan lemah meskipun sebilah pisau sedang mengancam lehernya. Tapi demi Tania, Alex sudah hancur-hancuran dan habis-habisan. Ia sudah melakukan segalanya demi wanita itu. Bahkan sampai sekarang, Alex tidak bisa mempercayai semua perbuatannya.

Di lantai bawah, Levita terbangun tengah malam untuk mengambil air karena merasa haus. Ia baru saja selesai minum dan ingin kembali ke kamar ketika ia melihat Alex yang berjalan dengan angkuh dan gagah seperti pria supermodel yang berjalan di karpet merah. Pria itu berjalan lewat di depannya, membuat mulutnya langsung membentuk huruf ‘O’. Levita tercenung di tempatnya berdiri, untuk waktu yang lama rohnya tidak kembali.

Apakah ia sedang mimpi?! Halusinasi?! Melihat Hantu?!

Pada saat ini, di tempat ini, terjadi sebuah hal di luar akal manusia. Hal yang mustahil melebihi kemunculan roh aneh. Jika ia tidak lupa ingatan, orang yang barusan lewat itu adalah Alex!! Alex yang tampan yang sangat ingin ia hancurkan ketampanannya.

Bagaimana mungkin?!

Levita sekuat tenaga mencubit dirinya sendiri. Rasanya sakit. Kalau begitu ini bukan mimpi.

Oh, astaga! Bagaimana mungkin tengah malam begini pria itu muncul di tengah keluarga Tania? Apalagi ia berjalan turun dari lantai atas! Ini terlalu kebetulan. Kalau pun dibilang hantu yang tidak memiliki kaki melayang, Levita tidak akan bersikap seperti ini.

Langkah kaki Levita terburu-buru lari naik ke lantai atas, dan mendorong buka pintu kamar Tania.

“A... A....”

Tania melihat kakak iparnya, ia pun menjerit dalam hati. Alex baru saja keluar, mereka tidak mungkin berpapasan, bukan?

Ia segera menarik Levita masuk ke kamarnya, “Kakak ipar, kamu... Melihat apa?” Tania benar-benar berharap kakak iparnya hanya akan mengatakan ia melihat seekor tikus yang sangat besar dan bukan Alex.

Setelah Levita mengatur napasnya, ia berkata, “Aku minum air di lantai bawah, lalu aku melihat Alex berjalan pergi dari hadapan mataku. Adik ipar, apakah menurutmu aku sedang berhalusinasi?”

“Menurutku...” Tania melihat kakak iparnya yang lucu. Sepertinya Levita sendiri tidak percaya kebenaran dari perkataannya. Oleh sebab itu, Tania akhirnya berujar sambil tertawa, “Menurutku kakak ipar pasti sedang berhalusinasi. Kamu bilang melihat Alex? Itu tidak mungkin.”

“Tidak, walaupun aku berhalusinasi, tidak mungkin imajinasi dalam benakku adalah Alex. Apakah mungkin secara tidak sadar aku mengartikan dirinya secara lebih? Apakah mungkin... Aku... Aku mencintainya...” Levita berbicara dengan dirinya sendiri, menautkan pikirannya sendiri.

Tania tersipu malu, ujung bibirnya berkedut. Sepertinya kakak iparnya sedang terlalu banyak berpikir...

Ia menekan pundak Levita, “Kakak ipar, apakah kamu tidak mengantuk? Aku mengantuk sekali. Kakak ipar tidak perlu memasukkan imajinasi kakak ipar ke dalam hati. Menurutku, begitu kakak ipar tidur, imajinasi itu pasti akan terlupakan.” Tania dengan segera menarik kakak iparnya dan menggiringnya keluar pintu. Untung saja kakak iparnya ini sedang linglung.

Novel Terkait

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
3 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
3 tahun yang lalu