Terpikat Sang Playboy - Bab 214 Mati Beri Saya Lihat

Teman!! Sekarang dia tidak sabar untuk bergegas merobek wajahnya yang menjijikkan.

"Kamu boleh mengira begitu, dia kapan bisa dimasukan ke ruang rawat inap? kita bisa melihatnya?" Nico melihat pintu ruang operasi, dia sangat yakin bahwa dia tidak begitu parah, mungkin sebentar lagi sadar, menggunakan uang untuk dokter ini.

Dokter kembali memegang hidung, dan menjawab "Oh...., dia masih belum bangun, sebentar akan di pindahkan, kalian tunggu sebentar, kalau tidak ada lagi, saya pergi dahulu."

Dia bergegas melewati Nico.

"Dok......" Nico memanggilnya, tersenyum dan berkata "Hidung Anda sangat gatal? apa perlu saya kenalkan Anda ahli hidung?"

"Tidak perlu, saya hari ini flu, hidung gatal saja" Dokter menjawab, dengan tidak natural memegang hidung lagi dan membalikkan badan.

Setelah dia pergi, Nico menghadap Alex dan Martin "Kalian lihat tidak, dokter itu berbohong, karena ketahuan saya jadi gugup, jadi memegang hidung terus."

Martin dengan kesal menatapnya, dan berkata "Dia begitu karena kamu kepala bagian hati di rumah sakit ini jadi terkejut, dan gugup, jangan merendahkan orang bisa tidak."

"Ok, ok, saya tidak membicarakannya lagi, nanti kamu akan tahu siapa yang merendahkan orang." Nico berbicara dan menghampiri Alex "Lex....., dulu kamu cerdas, dengan tenang memikirkan masalah, tidak mempedulikan masalah wanita, kalau kamu sekarang tidak menolaknya, nanti akan semakin sulit, bukannya kemarin saya berbicara kepadamu, dia sepintar apapun akan dilakukan."

"Cukup, jangan bicara lagi, saya akan memikirkan cara" Alex mengeluarkan handphone, dia bukannya tidak percaya Nico, hanya karena dia punya prasangka buruk terhadap Linda, jadi begini.

Walaupun Linda sebenarnya tidak ingin mati, lalu menggunakan mati untuk mengancamnya, tetapi dia sudah melakukan satu langkah, dia juga tidak mungkin memujinya lalu pergi.

Nico tidak berbicara lagi, karena banyak bicara juga tidak berguna, Linda tidak mungkin sangat benci, baru memikirkan cara seperti ini.

Kemudian, Linda masuk ke ruang biasa, mereka bertiga menunggu sampai dia sadar, melihat mukanya pucat, matanya menutup sangat rapat, seperti tidak ada alasan, juga tidak terlihat seperti berpura-pura.

Ini membuat Martin dan Alex semakin percaya, bahwa dia ingin bunuh diri.

Tetapi hati Nico tetap tidak percaya, dia ke sebelah ranjang, memanggil "Linda, tidak perlu berpura-pura, buka matamu."

"Nico, saya menjadi temanmu, kamu bukan temannya Linda, jadi menelepon kamu, kalau kamu begini, silahkan pergi" Martin berdiri, dengan kesal melihat dia.

"Saya hanya bercanda, tidak perlu marah" Nico meninggalkan ranjang, duduk di sebelah Alex, dia mau melihat baik-baik, menunggu dia bangun, akan berakting seperti apa lagi, jadi dia menunggu.

"Nic, jangan mengganggu lagi bisa tidak, sekarang saya sudah sangat sulit" Alex melihat dia, dengan tidak berdaya berbicara.

Nico tersenyum "Sulit apanya, karena dia mau bunuh diri, jadi kamu menjadi tidak tenang, lalu memikirkan hal yang tidak masuk akal, bukannya ini permainan, saya rasa harusnya tidak perlu menimpa kamu."

Alex menyerngit, dia tidak dapat menjawab.

Martin melihat ke ranjang, lalu melihat Alex dan Nico, sejujurnya, dia berharap dapat kejelasan dengan Linda, walaupun tidak suka jangan sampai begitu, tapi, dia juga tidak tahu Alex harus melakukan apa.

Hampir sejam, Linda mulai bergerak, lalu matanya pelan-pelan terbuka.

Alex dan Martin berdiri bersama, bergegas ke ranjang, Nico hanya mengikuti di belakang, dengan pelan menghampiri.

"Linda, kamu sudah sadar, kenapa melakukan hal bodoh, kenapa tidak terbuka" Martin khawatir bertanya kepadanya.

"Sekarang rasanya bagaimana" Alex dengan suara lembut bertanya, melihat dia begitu, hatinya terasa sedikit sakit.

Linda tidak memandang Alex, wajah pucat dan tak berdarah itu bahkan lebih sedih lagi karena tetesan air mata yang tiba-tiba, dia menggigil dan mengulurkan tangan memegang baju Alex "Lex......, jangan putus denganku, aku memikirkanmu. Jika kamu ingin meninggalkan saya, Anda tidak ingin hidup lagi. "

Alex merasa sangat bingung, karena ingin menghibur dia jadi dia setuju, nantinya akan sangat sulit untuk lepas, tetapi jika sekarang melepaskan, tidak punya perasaan, dia juga tidak bisa.

"Linda, jangan begitu, kamu istirahat dulu, kembali pulih" Alex tidak membahas mati, ingin melepaskan tangannya.

Linda merasakan dia bergerak, dari kasur memeluk pinggangnya dengan erat "Tidak....., saya tidak mau istirahat, saya tidak seperti yang kamu pikirkan, saya kemarin hanya asal bicara, tidak akan merepotkan kamu lagi, Alex, saya tidak bisa tidak ada kamu, kalau kamu tidak perlu saya, saya mending mati, saya mohon, jangan menolak saya" Dia menangis, memeluk Alex membuat Alex merasa bersalah...... "Aishhh...." Martin juga pusing.

"Ingin mati bukan, kalau begitu matilah, lompat gedung, gantung diri, minum obat, potong nadi, kamu suka yang bagaimana?" Nico dengan kedua tangan memeluk dada, menggunakan tatapan dingin melihatnya.

Linda menggigit bibir, dengan benci melihatnya "Kamu kira saya tidak berani mati?"

"Tidak..... saya kira kamu berani mati, disini lantai 12, kalau lompat pasti mati" Nico membuka jendela, melihat dia dan tersenyum "Sini, loncat, kasih saya lihat, jangan buat kita kecewa."

"Nico, kamu gila....." Martin sangat marah "Dokter berkata jangan membuat dia terguncang."

Nico tidak peduli, masih terus menatap Linda "Berani tidak?"

Mata Linda sedikit panik, yang seharusnya mati adalah Nico!

"Jangan dipikirkan lagi, saya ingin mengungkapkan, kalau saya itu kamu, terpaksa lompat, saya tidak percaya kamu berani bunuh diri, loncat pun kamu tidak berani" Nico melihatnya sudah sangat emosi, lalu berkata "Saya hitung, kalau tidak berani, berarti benar kamu berpura-pura, ini hanya trik kamu saja, 1....... 2........"

Mata Linda menggantung dan melihat bahwa dia berdiri di sisi lain ada Martin, dia melepaskan Alex, berdiri di sana Martin, menangis dan melompat dari tempat tidur, berlari menuju jendela "Baik, aku mati saja, aku mati saja- "

"Linda......" Nico berkata

"Linda......"

Alex dan Martin berteriak bersama, hatinya sepertinya mau loncat, dengan cepat menangkapnya.

"Kalian jangan menahannya, dia tidak berani mati" Nico dengan kesal berteriak.

Novel Terkait

My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
4 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
5 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
5 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu