Terpikat Sang Playboy - Bab 118 Pergi Kau!

Tania benar-benar ingin melihat seperti apa permainan yang masih akan dilakukan oleh wanita tidak tahu malu yang mirip kucing persia ini.

Melihat keadaan sekarang,Stella akhirnya merenggangkan pinggangnya dan meliukkannya seperti ular, “Aku mandi dulu.” Ia lalu berjalan masuk ke kamar mandi dengan telanjang.

Alex menempelkan telinganya di depan pintu. Tapi tidak terdengar adanya pergerakan apapun setelah begitu lama menunggu. Sepertinya, mereka merasa tidak ada yang perlu diperebutkan dengan ketidakhadirannya di dalam kamar. Walaupun dalam hati Alex mengkhawatirkan Tania, tapi ia juga tidak bisa berdiri di luar sepanjang malam.

Setelah berpikir matang-matang, Alex akhirnya beranjak menuruni anak tangga dan berjalan menuju tempat Nico.

Nico yang baru saja selesai mandi dan bersiap untuk tidur tertawa lebar begitu melihat Alex yang berbaring di atas kasurnya, “Apakah kamu terlempar karena ledakan?”

“Kurangi bicara asalmu, kepalaku sudah sangat penat. Setelah mandi baru bicara lagi.” Alex menautkan alisnya dan bangkit berdiri. Sekujur tubuhnya juga basah terkena salju dan terasa lengket. Ia ingin segera membasuh diri dengan air panas.

“Terserah kau saja. Tapi selanjutnya kamu tidak akan tidur denganku setiap hari, bukan?” Nico berpikir, ia juga tidak memiliki cara apapun untuk membujuk Stella kembali ke Perancis. Setidaknya untuk sementara waktu.

“Kamu juga boleh memilih untuk tidur seorang diri di sofa. Sejujurnya, aku juga tidak terbiasa tidur dengan pria.” suara Alex terdengar samar menjauh karena ia sudah berjalan masuk ke kamar mandi.

“Berdasarkan apa, ini kan kasurku. Posisiku lebih kuat. Kalau mau tidur, seharusnya kau yang tidur di sofa.” teriak Nico di depan pintu dengan keras. Sepercik rasa takut terbersit di dalam hatinya. Ia segera melompat dan membenamkan dirinya di kasur.

Mengapa ia selalu bernasib buruk? Kalau dari awal ia sudah tahu keadaan akan menjadi seperti ini, ia tidak akan menderikan rumah bersama Alex. Dengan keadaan seperti ini, Nico pun akan ikut terseret bencana.

Tania duduk di luar pintu. Hatinya merasa semakin marah mendengar suara air mengalir di dalam. Tubuhnya juga terasa lengket dan tidak nyaman, tapi sebaliknya kucing persia itu malah bisa mandi dengan nyaman.

Tania melihat-lihat lagi sofa untuk satu orang yang ada di pinggir dan membuat perhitungan di dalam hati. Ia berjalan menuju sofa itu dan menyeret sofa yang berat setengah mati itu sampai ke depan pintu kamar mandi, sehingga sofa itu menghalangi pintu. Ia juga mematikan penghangat di dalam kamar mandi. Mari lihat bagaimana Sattva keluar.

Stella yang sudah selesai mandi pun menyadari bahwa pintunya tidak bisa didorong ketika ia memutar gagang pintu untuk keluar. Ia akhirnya menggedor pintu dari dalam “Dasar kau wanita China panggilan! Buka pintunya!”

“Wanita Perancis murahan, kau melamun saja di dalam sana. Sekaligus aku beritahu, penghangat di dalam kamar mandi sudah aku matikan, jadi kau nikmati baik-baik. Kalau tidak mau, kau panjat turun saja jendela dan berjalan keluar dengan telanjang seperti ini. Bukankah kau sangat suka memperlihatkan tubuhmu yang mulus itu ke orang lain?” Tania duduk di luar, menatap Stella yang sedang berteriak di dalam. Wajahnya tersenyum penuh arti.

Tania sekarang sudah cukup bisa membayangkan bagaimana tubuh wanita yang telanjang itu akan menggigil kedinginan. Benar-benar menyenangkan hati.

30 menit sudah berlalu. Stella yang berada di dalam kamar mandi masih berteriak, namun teriakannya yang semula menggelegar kini hanya terdengar kecil, “Wanita panggilan jelek! Buka pintunya! Di dalam dingin sekali.”

“Dinginkah? Haha—, maaf sekali. Tenagaku hanya cukup untuk satu kali saja mendorong sofa ini. Kalau tidak, coba kau tendang. Kita lihat apakah tendanganmu bisa membuka pintunya. Bukankah biasanya di film-film seperti itu? Polisi wanita bisa melayangkan pintu dalam sekali tendang, bukan?” Tania yang berdiri di luar berpura-pura berperilaku baik, tapi dalam hatinya tidak perlu diragukan lagi betapa ia bahagia tak terkira.

Jangan salahkan kekejamannya. Sekarang Tania memiliki dorongan untuk membunuh wanita yang ada di dalam kamar mandi itu sampai habis tidak bersisa.

Tania tahu Stella bisa mendengar hal sadis ini, namun ia tidak menyangka wanita itu akan benar-benar menendang pintu dari dalam. BUK! BUK! BUK! Pintu pun bergetar ditendang Stella.

Tania berpikir bahwa wanita itu bodoh sekali. Mau menendang seperti apapun juga pintu itu tidak akan terbuka. Sepertinya otak wanita ini di bawah rata-rata. Kalau Tania berada diposisinya, ia akan memilih untuk berdiam di dalam kamar mandi dan menyalakan shower. Ia akan menggunakan fasilitas apapun di dalam kamar mandi untuk menghangatkan diri, bukannya membuang waktu merusak pintu.

“Aah, lelah sekali. Aku mau pergi tidur, kau tendanglah pelan-pelan.” Tania menguap dan bangkit berdiri dari sofa. Ia berbaring di atas kasurnya dan mencari posisi nyaman, lalu terlelap. Walaupun tubuhnya terasa lengket, tapi setidaknya itu lebih baik daripada seseorang yang akan membeku sampai mati.

“Hei—, buka pintunya! Buka pintunya!”

Tania tidur semalaman di tengah bunyi seruan dan tendangan. Tapi anehnya, ia justru malah tertidur lebih lelap dibandingkan biasanya.

Di hari kedua, salju sudah berhenti turun.

Setelah salju turun dengan lebat selama sehari dua malam, salju di tanah pun menumpuk hingga kira-kira setebal tujuh sentimeter. Pagi hari benar, pelayan yang sedang membersihkan jalanan dari salju mendengar ada orang yang berteriak minta tolong dari jendela. Ketika pelayan itu melihatnya dengan seksama, ternyata ada seorang wanita berambut pirang yang sedang berteriak dari kamar mandi Tuan Muda Alex.

Pada saat itulah, Alex yang sudah bangun dan mendengar laporan dari pelayannya segera kembali ke vila dan menarik sofa yang menghalangi pintu, “Stella—”

“Alex—, aku dikunci semalaman, aku—” Stella yang awalnya sedang berbicara akhirnya terhuyung pingsan dan jatuh ke tanah.

Tania terduduk di atas kasur dan hatinya terasa begitu ketat saat melihat Alex memeluk Stella. Melihat perlakuan Alex, sepertinya Alex sedikit banyak masih memperhatikan wanita itu.

Anlice yang juga menerima kabarnya segera datang dengan panik.

Demam Stella cukup tinggi karena ia kedinginan sepanjang malam. Ini membuat Anlice naik darah.

“Apakah ini adalah istri baik yang kau cari? Hatinya begitu busuk, semakin menambah pembuktian bahwa ia tidak memiliki kualifikasi untuk menjadi menantuku! Segera ceraikan dia!” Anlice menekuk wajahnya dan menatap Alex, sedangkan Tania hanya berdiri di samping.

“Ibu—, aku tahu kali ini Tania berbuat kesalahan. Aku harap ibu bisa memberinya kesempatan sekali lagi.” Alex berkata dengan nada memohon.

“Kenapa aku harus memberikan kesempatan padanya? Pertama, ia tidak punya sopan santun dan kedua, ia tidak berkualitas. Hatinya pun begitu bejat. Aku tidak akan memberinya kesempatan, mataku sakit melihat kehadirannya.” Anlice menilai apa adanya, sama sekali tidak mempedulikan perasaan Tania.

Tania akhirnya tidak dapat menahan amarahnya, “Ibu mertua, ibu bilang aku tidak punya sopan santun dan tidak bermoral? Kalau begitu, apakah tindakan ibu yang membawa mantan istri Alex untuk menghancurkan pernikahan kami adalah tindakan bermoral? Kalau ibu sakit mata melihatku, ibu tidak perlu melihatku. Aku tidak akan memaksa ibu. Tapi tolong ibu jangan menghinaku.”

“Kau—, kau masih berani bersilat lidah denganku?! Alex, lihatlah setan apa yang kau nikahi! Segera usir ia pergi dari taman kaca, aku tidak ingin melihatnya lagi!” Napas Anlice mulai tersengal karena terbakar emosi.

Alex dengan segera menghampiri sisi ibunya, “Ibu—, ibu jangan emosi.”

Tania sebenarnya tahu ibu mertuanya punya penyakit. Tapi kekesalan di dalam hatinya yang ditambah dengan Alex yang tidak membelanya namun malah sibuk menenangkan ibunya membuat Tania tidak bisa memendam gemuruh amarah di dalam hatinya lagi. Ia juga tidak lagi peduli dengan konsekuensinya dan berujar, “Ibu mertua, aku akan menghormati ibu kalau ibu menghormatiku. Tapi sekarang, seharusnya ibu yang pergi dari taman kaca ini. Ibu hanyalah seorang penyihir tua.”

“Kau—” Anlice terlalu emosi sampai napasnya menjadi tercekat dan ia kesulitan bernapas.

“Ibu—ibu—“ ujar Alex bingung dan takut, “Dimana obat ibu?” Alex meraba kantong samping baju ibunya dan tidak menemukannya. Wajahnya pun berubah menjadi pucat pasi. Obat itulah yang bisa menyelamatkan nyawa ibunya.

Mulut Anlice menganga. Ia sedang sekarat dan matanya membelalak menatap Tania.

Tania juga terkejut. Ia tidak menyangka hanya bersiteru beberapa kalimat saja dapat mengakibatkan hal yang fatal seperti ini, “Ia... Apa yang terjadi pada ibumu...”

“Ibu—, ibu, aku pergi ambil obat dulu. Ibu coba menenangkan diri.” Alex secepat kilat keluar dari kamar, sambil menyeret Tania keluar. Ia lalu menggeram dengan marah, “Pergi kau dari sini. Jangan pernah muncul lagi di hadapan ibuku.”

Belum sempat Tania memahami apa yang sedang terjadi, Alex sudah meninggalkannya. Ia berlari seperti angin dan menubruk tubuh Tania yang bergeming dengan keras, membuat Tania jatuh ke tanah. Tapi Alex tetap tidak menolehkan kepalanya.

Tania yang jatuh ke lantai pun tercenung. Jantungnya telah dirobek oleh sebuah pisau yang tajam dengan cepat. Awalnya tidak terasa sakit, namun rasa sakit yang dahsyat pun selanjutnya menjalar. Seperti asam keras yang merasuk dan menjalari tubuhnya, rasa sakit ini terasa akan membuatnya segera mati.

Novel Terkait

Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
3 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu