Terpikat Sang Playboy - Bab 102 Jatuh Pingsan!

Alex tetap berada di atas tubuh Tania, namun ia tidak bergerak lagi. Napasnya tersentak ketika ia melihat Tania. Wajahnya begitu putih pucat seperti kertas, dan ini adalah pertama kalinya ia tidak merasakan kebahagiaan bercinta, dan rasa sakit yang begitu dalam ini, Tania yang memberikannya padanya.

Tania mendorong dada Alex menjauh dengan sepasang tangannya, sekuat tenaga menolak Alex mendekat, “Pergi kau—” Tania berteriak histeris sampai suara yang dikeluarkan tenggorokannya terdengar pecah.

Tania benar-benar membenci pria ini. Sangat, sangat, benci...

“Tania, apakah kamu benar-benar ingin bercerai dariku? Apakah kamu benar-benar tidak bisa hidup bersamaku lagi? Kenapa kamu tidak mengusahakan apapun lagi?” tanya Alex dengan suara yang begitu pelan. Suaranya bergetar dan ada sepercik cahaya membara yang seolah-olah akan jatuh ke wajah Tania. Alex menarik satu napas kuat dan raut wajahnya terlihat begitu sengit, “Aku tidak akan melepaskanmu begitu mudah. Kalau perlu, aku akan membuatmu kehilangan hidupmu sebelum kamu bisa bercerai dariku.”

Cahaya itu akhirnya pecah dan jatuh ke wajah Tania, kemudian bergulir pelan dari ujung kedua matanya Tania. Cahaya itu berubah menjadi es yang membelai wajahnya, terasa dingin menusuk seperti pisau yang paling tajam di seluruh dunia. Rasa sakitnya menusuk hingga ke sumsum tulang, membuat Tania ingin menangis.

Alex bangkit berdiri dari tubuh Tania, menarik celananya ke atas, lalu pergi meninggalkannya.

Tidak lama kemudian, suara mobil Alex yang meninggalkan rumah terdengar dari lantai bawah. Tania berbaring di atas lantai dan mendengar suara kepergian Alex. Pria itu pergi. Ia menghilang lagi di tengah malam yang sunyi.

Suara yang menggaung di telinga Tania terasa seperti mendengarkan lagu cinta yang sedih sampai akhir. Kepedihan yang lebih dari sekedar sedih, lebih terasa seperti keputusasaan yang hebat. Bahkan rasa sakitnya melebihi kematian.

Tania berbaring di atas lantai, air matanya menetes dalam diam. Seolah-olah ia takut mendengar tangisannya sendiri. Air mata yang menetes jatuh dari pelupuk matanya terasa berulang kali seperti butiran salju dalam keheningan, sekali lagi mengulang melewati tempat-tempat yang menyimpan jejak Alex, seperti memerciki luka hatinya dengan asam sulfat.

Kemudian rasa sakit itu berubah menjadi kelumpuhan.

Malam pun hadir, dan keheningan ini terasa lebih mencekam dibandingkan neraka. Lantainya terasa begitu dingin, seolah-olah sudah seribu tahun tertimbun es.

Tania berbaring di atas lantai sepanjang malam, hingga cahaya pertama pagi hari jatuh di badannya yang putih dan rambutnya yang seperti giok. Tania mulai bergerak sedikit-sedikit dari tubuhnya yang terasa kaku.

Duduk di dalam kantornya, Tania merasa kepalanya seperti selai, sangat pusing. Ia ingin menggerakkan tubuhnya tapi tidak bisa. Matanya hanya terpaku pada layar komputer dan terlihat tidak fokus. Ia kemudian berjalan ke ruang teh untuk mengambil air minum, kakinya terasa ringan seperti sedang menginjak awan.

“Sekretaris Tania, kenapa kamu begitu berantakan? Lihat ini. Kamu salah mengetik dari 1 juta menjadi 10 juta. Untung saja aku memeriksanya terlebih dahulu. Kalau Pak Direktur melihat ini, ia bisa membunuhku.” ujar Melinda sambil melempar laporan ke atas meja Tania, nada suaranya begitu marah.

“Aku akan segera memperbaikinya—” ujar Tania tanpa semangat dan segera mengambil laporan itu. Wajah Melinda yang begitu tegas dan berapi-api terlihat kabur di mata Tania.

“Kamu ganti secepatnya. Laporan ini akan digunakan setengah jam lagi dalam rapat dengan para pemilik saham. Ini bukan lelucon.” Kali ini, Melinda benar-benar tidak berniat untuk mempermalukan Tania, memang laporan ini akan digunakan setengah jam lagi.

Tania mengambil laporan itu dan membuka filenya lagi di komputer. Pandangannya memutih seperti dipenuhi kelopak bunga berguguran, filenya benar-benar tidak dapat ditemukan dan tidak terlihat.

Setengah jam berlalu dengan cepat, semua orang sibuk dengan kesibukannya masing-masing, bahkan tidak ada yang memperhatikan sikap Tania yang berbeda.

Melinda meneleponnya dan memberitahu bahwa waktu rapat Alex sudah tiba. Tania juga cepat-cepat menuliskan informasi yang ia butuhkan selama rapat. Melinda lalu teringat bahwa Tania belum memberikan laporan yang telah ia perbaiki kepadanya.

Sekretaris Tania, apakah laporanmu sudah diperbaiki? Waktu setengah jam seharusnya cukup untukmu membuat satu salinan lagi.” Melinda melihat layar komputer Tania dan menyadari bahwa bukan ini laporan yang seharusnya ia serahkan pada Alex. Wajah Melinda pun memucat, “Kamu tidak mendengarku, ya?”

Tepat pada saat itu, Alex melangkah keluar dari kantornya. Melihat kaki Melinda yang menghentak-hentakkan kakinya, ia pun bertanya, “Ada masalah apa?”

Melinda memutar kepalanya dan menggunakan kesempatan ini untuk memberitahu Alex, “Pak Direktur, pagi ini saya memberikan laporan yang dibuat Sekretaris Tania, laporan itu penuh dengan kesalahan. Saya sudah memintanya untuk memperbaikinya karena laporan ini akan digunakan dalam setengah jam. Tapi ternyata, ia sama sekali belum memperbaikinya dalam waktu setengah jam ini. Kalau anda tidak percaya, silakan lihat.”

Alex menatap Tania yang sedang duduk, kepalanya tertunduk begitu rendah. Hari ini, ia tidak mengikat rambutnya sehingga rambutnya menutupi wajahnya, menyebabkan Alex tidak dapat melihat raut wajahnya.

Melinda tersenyum diam-diam dan memberikan laporan yang salah itu pada Alex, “Pak Direktur, lihat. Hari ini, Sekretaris Tania benar-benar kacau, padahal biasanya tidak seperti ini.”

Alex melihat laporan itu dan membalikkan setiap halamannya. Tatapannya kemudian beralih kepada Tania, “Tania, jelaskan kenapa bisa seperti ini. Kau membuat kesalahan pada laporan sesederhana ini? Apakah kamu sengaja?”

Otak Tania terasa seperti bubur. Ia bisa mendengar suara teguran Alex dan Melinda yang keras, namun ia tidak bisa membuka matanya maupun mengangkat kepalanya.

Tania menggelengkan kepalanya perlahan.

“Kamu—” Kali ini, Alex benar-benar marah pada Tania. Waktu rapat sudah sangat dekat, dan laporan ini ditunggu oleh para pemilik saham. Alex merasa terlalu malas untuk memarahi Tania dan hanya melempar laporan itu ke tubuhnya, “Bawa masuk laporannya ke ruang rapat dalam 10 menit.”

Alex berjalan pergi, sedangkan Melinda mengikutinya menggunakan sepatu hak tingginya sambil memegang data yang diperlukan. Ia menoleh sejenak ke belakang, ke arah Tania, sambil tersenyum angkuh.

Tania menepuk-nepuk wajahnya sendiri, membuat kesadarannya kembali sejenak. Tania, bagaimana kau bisa menjadi seperti ini? Flu tidak mungkin separah ini, dan ia hanya merasakan pusing sedikit saat bangun tadi.

Tania mengambil laporannya dan menyipitkan matanya. Tulisan-tulisan di laporan itu seolah mengabur. Entah kenapa tulisan-tulisan itu seperti hantu, huruf hitam dan putih saling bercampur seolah-olah huruf-huruf itu hidup.

Tania memaksa dirinya untuk fokus. Ia mencetak laporan itu, lalu berjalan menuju lift. Di dalam lift, Tania berdiri dengan limbung, tubuhnya bergoyang kesana dan kemari. Tiba-tiba, tubuhnya terdorong ke depan, membuat dahinya menabrak pintu lift.

“Ah—” Tania berteriak dalam bisikan terkejut, dengan pintu ia menopang dirinya berdiri, kesadarannya pun sedikit kembali.

Ketika pintu lift terbuka, Tania melangkah menuju ruang rapat. Setelah mengetuk pintunya pelan, ia pun melangkah masuk. Alex sedang melihat data-data di tangannya sambil mendengarkan anak buahnya melapor. Melinda berdiri di sisi ruangan untuk merekam jalannya rapat.

Tania berdiri, tubuhnya bergetar seperti hantu. Melinda yang melihat Tania sudah datang untuk mengantarkan laporan pun bangkit berdiri dan sambil tersenyum berjalan menghampiri Tania. Sekarang masih begitu banyak orang di dalam ruangan, Melinda harus mengeluarkan keahliannya untuk mengatur raut wajahnya.

Melinda melihat sekilas laporan Tania dan hatinya menjerit. Tapi, ia tidak ingin membawa kesalahan ini, jadi ia tetap berpura-pura tidak tahu dan memberikan laporan itu pada Alex, “Pak Direktur, ini laporan Tania.”

“Bagus! Bagikan ini kepada pemilik saham.” ujar Alex. Ia membuka matanya dan raut wajahnya terlihat gelap.

Tentu saja Melinda tidak bodoh untuk benar-benar membagikannya.

Alex menoleh pada Tania dan berbisik, “Apa yang kamu lakukan? Kamu—” Ucapan marah Alex terhenti karena ia melihat benjolan besar di dahi Tania.

Tania hanya berdiri diam di sana, suara di sekitarnya semakin lama semakin terdengar jauh. Semua yang di depan matanya terlihat kabur dan berkunang-kunang, sebelum akhirnya pandangannya berubah gelap dan tubuh Tania terjatuh di atas lantai dengan pelan.

Novel Terkait

Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
4 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu