Terpikat Sang Playboy - Bab 321 Bertarung

Amarah pelayan pria itu bangkit, ia mengarahkan pedangnya kepada Stella.

“Aku pikir kalian semua pasti tidak tahu, bahwa nona Stella kita juga memiliki hobi mengelap mobil tengah malam. Benar-benar membuat orang terkejut.” senyum Nico semakin terlihat memabukkan.

“Aku... Aku... Aku lihat mobil ibu dikotori Tania, jadi aku tengah malam pergi untuk membersihkannya. Apakah itu tidak boleh?” Stella sangat bingung dengan kebohongan seperti apa ia harus menyelamatkan dirinya, sampai alasan sebobrok ini pun terpikir olehnya.

Tania merasa tersambar oleh perkataan wanita itu dan tidak bisa menahan tawanya, “Sepertinya kamu sudah di ujung tanduk, bahkan sampai terpikir alasan seperti ini. Tapi kamu tahu tidak alasanmu ini terdengar sangat lucu? Aku sudah memberimu kesempatan, kamu sendiri yang tidak mau mengambilnya.”

Anlice merasa sakit hati melihat Stella. Sebenarnya saat subuh dua hari yang lalu, ia sudah memiliki firasat buruk. Ditambah lagi saat malam hari ia melihat wanita itu diam-diam menyelinap keluar. Hatinya sudah menebak, ternyata benar-benar Stella pelakunya.

Pelayan pria itu juga tahu permainan ini sudah berakhir, sehingga ia tidak lagi mempertahankan dirinya, “Aku mengaku, hari itu yang membungkusku keluar dari kedai adalah nona ini.” Ia menunjuk Stella, mengatakan seluruh kejadiannya secara kata perkata dengan jelas sekali lagi. Dan terakhir, ia mengeluarkan sebuah cek dari saku celananya dan dikembalikannya kepada Stella, “Ini adalah uang yang kamu berikan kepadaku, aku kembalikan. Aku tidak mau. Dendam diantara kalian tidak ada hubungannya denganku, tolong lepaskan aku.”

Stella dengan sangat marahnya merobek kertas cek itu hancur menjadi bubur, wajahnya berubah menjadi ungu kemerahan, “Dasar kamu selemah kaki udang! Sedikitpun tidak berguna! Tidak hanya diatas kasur kamu lemah seperti permen kapas, bahkan sampai sifatmu juga lemah sama seperti rongsokan yang tidak berdaya! Pria seperti kamu ini pantasnya dimainkan dengan wanita tua sampai mati! Bunuh saja! Mati kamu gigolo, pergi mati saja kamu—” Stella melemparkan cek yang sudah dirobeknya ke wajah pria itu. Pelayan pria itu membiarkan Stella melemparkan cek itu ke wajahnya untuk melepas amarahnya.

Pelayan pria itu menundukkan kepalanya, otot di wajahnya mengejang. Tiba-tiba ia mengambil sebilah pisau dari atas meja teh dan melemparkannya ke arah Stella.

“AH—” Hal itu terjadi terlalu tiba-tiba, Stella tidak sempat menghindar. Pisaunya menerobos masuk ke dalam perutnya. Stella hanya terpaku disana saking terkejutnya. Pelayan pria itu menarik pisaunya seperti orang gila, lalu menarik baju Stella untuk menusuknya.

Anlice yang pada dasarnya mabuk darah menjadi sangat teramat takut dan langsung pingsan begitu melihat lantai yang dipenuhi darah. Tania bergegas memapahnya.

Alex dan Nico merespon. Mereka bergegas menghentikan pelayan pria yang mengamuk seperti orang kesetanan itu. Mereka merebut pisaunya dan menahan pria itu diatas sofa. Lubuk hati seseorang yang patuh seperti domba pun ternyata juga menyembunyikan monster kejam. Dari penampakan luar tidak terlihat memiliki harga diri, namun ternyata ia juga memiliki harga diri. Semakin diinjak dan ditekan, kekuatan yang mampu dikeluarkan pun semakin besar.

“Aku bunuh kamu, wanita kejam! Mati kamu, dasar wanita tukang ikut campur. Kamu bilang aku selemah kaki udang?! Bagian bawah tubuh ibumu rusak seperti barang busuk! Sialan! Aku juga mau kamu mati, aku bunuh kamu!” Pelayan pria yang sudah ditahan Nico dan Alex itu masih berteriak dan meraung-raung kesetanan, ia sudah bersabar terlalu lama dengan wanita ini.

“Nico, kamu tahan ia, jangan biarkan ia sembarangan bergerak. Aku akan melihat Stella.” Alex melihat Stella yang terkapar di situ dengan sekujur tubuhnya dipenuhi darah, sedikitpun tidak bergerak. Alex mulai khawatir. Walaupun Stella sangat jahat, tapi setidaknya ia adalah teman karib masa kecilnya dan pernah menjadi istrinya.

Nico menganggukkan kepala dan membantu menahan pelayan pria itu. Sembari Alex menelepon ambulan, sembari ia pergi memeluk Stella dan menepuk-nepuk wajahnya, “Stella—, Stella—, sadarlah. Apakah kamu bisa mendengar kata-kataku?”

Stella sedikit tersadar, “Alex—, tolong aku. Aku tidak ingin mati, yang harusnya mati...”

“Jangan banyak bicara.” Alex memotong perkataannya. Pembunuhan ini semua diakibatkan karena mulutnya sendiri, masih saja ia tidak sadar diri.

“Alex—, bantu ia untuk menghentikan pendarahannya dulu dan antarkan ia ke rumah sakit. Walaupun tidak ada luka berbahaya, tapi pendarahan yang berlebihan juga bisa membunuh orang.” Nico melihat baju Stella yang sudah dipenuhi darah itu dan berkata sesuai apa yang ia lihat. Posisi lukanya tidak mengenai organ vital Stella.

Tania membawa Anlice ke sofa dan menyuruh pelayan yang terpaku kaget untuk membantu menjaga Anlice. Tania mengambil pisau buah berdarah yang dibuang di lantai, berjalan kedepan jendela, dan mematahkannya. Tania lalu menghampiri Alex, “Hentikan dulu pendarahannya, masalah ini tidak bisa ditangani terlambat. Ayo segera kerumah sakit, biar aku yang menyetir. Kamu gendong saja ia.” Tania memutuskan.

Tania juga sama seperti Alex. Tidak peduli seberapa ia membenci Stella, tapi tetap saja kesalahannya tidak pantas membuatnya mati. Pertarungan yang bisa naik tingkat menjadi rencana pembunuhan juga sangat tidak terpikir orang-orang.

Di jalan, Tania menyetir mobil Alex dengan kecepatan tinggi.

Walaupun Stella memejamkan matanya, tapi ia tahu segala percakapan dan gerakan mereka dengan jelas. Saat ia bersandar di dalam pelukan Alex, diam-diam ia merekatkan pelukannya. Ia telah kalah.

Saat Stella memeluk pria itu erat, hatinya pun sudah merelakan.

Stella merasa benar-benar bodoh. Tidak menghargai hidupnya baik-baik. Ia sendiri yang membuat dirinya tidak seperti orang, setan pun tidak seperti setan.

Mereka segera pergi ke ruang UGD rumah sakit. Suster dan dokter menghentikan pendarahannya dan melakukan pemeriksaan terlebih dulu. Suster lainnya mulai mempersiapkan alat-alat operasi. Setelah Alex dan Tania menandatangani beberapa berkas rumah sakit yang banyak, barulah mereka sedikit menghela napas laga.

Ditaman kaca.

Nico menyuruh satpam untuk datang menahan gerakan pelayan pria itu. Saat ini, ia tidak perlu lapor polisi dan hanya mengunci pelayan pria itu di ruang satpam. Selanjutnya ia menggendong Anlice kembali ke kamarnya dan menelepon dokter keluarga.

Setelah pelayan pria itu perlahan tenang, barulah ia merasa takut. Ia membunuh orang, ia telah membunuh orang. Setelah ini, ia bisa seumur hidup mendekam di penjara. Barusan ia benar-benar telah kerasukan setan.

Setelah melewati beberapa jam pertolongan, Stella akhirnya bisa dipastikan tidak mengalami masalah gawat. Ia kehilangan banyak darah sehingga perlu memerlukan banyak transfusi darah pula.

Alex dan Tania ikut pergi ke kamar pasien. Masalahnya bisa berubah seperti ini, benar-benar sama seperti syuting sinetron. Benar-benar terlambat untuk didokumentasikan.

“Tidak tahu bagaimana Nico mengurus pelayan pria itu. Aku rasa tidak usah melaporkannya ke polisi. Sesaat ia juga sebenarnya pasti tidak bisa tahan dengan perlakuan Stella. Ia juga kasihan sekali.” Tania berpikir dalam-dalam, tiba-tiba ia merasakan hal yang sama dengan pria itu.

“Ya! Aku mengerti, kata-kata Stella tadi juga keterlaluan sekali. Seorang pria pasti tidak dapat menerimanya, masalah ini bisa aku atasi dengan baik.” Alex menepuk-tepuk tangan Tania.

“Walaupun Stella menaksir terlalu tinggi kesabaran pelayan pria itu. Tapi mereka juga manusia, setiap orang pasti punya harga diri. Hanya saja ada beberapa orang yang terpaksa berpura-pura karena kehidupan ini.” Dalam hati, Tania menentang pengertian dari golongan orang seperti mereka.

Pagi hari, Stella akhirnya sadar. Ia melihat Alex dan Tania ada di situ, jadi ia berpura-pura tidur. Stella tidak memiliki keberanian untuk berhadapan dengan mereka.

Anlice dan Nico juga bergegas ke rumah sakit pada pagi harinya.

Tania bangkit berdiri dan tersenyum penuh hormat kepada Anlice, “Bibi, kamu tidak apa-apa, bukan? Aku dan Alex sangat khawatir karena kamu pingsan. Tapi karena harus ada orang yang menjaga Stella, jadi kami tidak bisa merawatmu.”

“Tidak apa, tidak apa, aku baik-baik saja.” Perlakuan Tania yang sopan dan penuh hormat membuat Anlice kehilangan kata-kata. Sebelumnya Anlice merasa begitu marah kepada Tania, bahkan membencinya. Tapi sekarang tiba-tiba ia harus berubah, ia masih sedikit merasa kikuk.

Nico membisikkan beberapa kata di telinga Alex. Alex dengan ringan mengangguk-anggukkan kepala, lalu bangkit berdiri dan bersama dengan Nico berjalan keluar.

Anlice berjalan kesamping kasur Stella. Ia tidak bicara, namun ia terlebih dulu menghela napas dengan berat, “Stella—, bagaimana bisa anak sepertimu berubah menjadi seperti ini saat tumbuh dewasa? Apakah kamu selalu bersandiwara di depanku? Apakah kamu yang semalam benar-benar dirimu? Aku benar-benar sangat sakit hati dan kecewa. Di dalam hatiku, kamu adalah orang yang sangat berharga. Aku sudah menganggapmu sebagai anak perempuanku sendiri. Aku tidak akan banyak bicara, setelah kamu sembuh, pulanglah ke Perancis. Anggap saja kamu tidak pernah hadir, ini adalah satu-satunya pertolongan yang bisa kulakukan untukmu. Anggap saja ini adalah imbalan karena kamu telah datang menjagaku.”

Novel Terkait

Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
My Tough Bodyguard

My Tough Bodyguard

Crystal Song
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Jasmine
Percintaan
4 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu