Terpikat Sang Playboy - Bab 103 Kehilangan Kata-Kata!

Orang-orang di ruang rapat itu mendadak riuh.

Napas Alex tercekat di tenggorokannya. Ia bangkit berdiri dengan gugup dan mengangkat tubuh Tania dari tanah. Alex menepuk-nepuk pipi Tania dengan pelan, “Tania—, ada apa denganmu?” Orang yang berada di pelukannya tidak memberikan respon sama sekali. Tubuh Tania terasa begitu panas terbakar. Sial. Ia demam.

“Semuanya, aku minta maaf, tapi aku harus mengantar istriku ke rumah sakit. Rapat dengan pemilik saham ditunda, biar Sekretaris Melinda yang mengabarkan waktu rapat berikutnya kepada kalian.” ujar Alex dengan terburu-buru. Ia lalu menggendong Tania dan membawanya keluar dari ruang rapat dengan cepat.

Begitu Alex meninggalkan ruang rapat, semua orang di dalamnya saling mengobrol tentang perlakuan Alex pada Tania. Wajah Melinda langsung sarat dengan kebencian. Sakit sampai tidak bisa bangun yah, trik basi!

Di dalam rumah sakit.

Tania dibawa ke ruang gawat darurat. Nico yang sedang berpatroli di lantai atas pun segera turun.

“Ada apa? Kenapa bisa pingsan lagi?” Nico melihat lampu di ruang unit gawat darurat masih menyala dan bertanya dengan gelisah.

“Sepertinya flu dan demam. Hari ini, ia terus-menerus salah mengetik di laporannya. Aku ada di ruanganku sepanjang pagi dan baru keluar ketika sudah hampir waktunya untuk rapat. Kepalanya tertunduk dan aku tidak bisa melihat ada yang salah, aku benar-benar tidak menyangka. Lalu, ia mengantarkan laporan yang telah diperbaiki ke ruang rapat dan tiba-tiba jatuh pingsan.” ujar Alex. Rasa bersalah memenuhi hatinya.

“Kalau flu atau demam bisa membuat seseorang jatuh pingsan, ada kemungkinan kondisinya sangat serius. Kalau suhu tubuhnya demam mencapai suhu tertentu, bisa menyebabkan meningitis.” Nico memang bukan spesialis otak, namun ia masih mengetahui beberapa hal terkait penyakit itu.

Alex menatap Nico. “Meningitis?! Bisa separah itu?”

“Tubuh manusia itu sangat rapuh. Meskipun luka kecil, tapi apabila tidak segera ditangani dengan benar, infeksi bakteri bisa menyebabkan sepsis. Nah, sekarang katakan itu bukan penyakit parah.” ujar Nico yang menggunakan jas putihnya dengan santai.

Alex menghela napas. “Bagaimana mungkin aku tahu ia sedang sakit? Aku bukan dewa.”

“Kalau kamu selalu berada di sisinya, tidak mungkin kamu tidak memperhatikan perubahan padanya. Alex, semakin lama aku semakin tidak bisa memahamimu. Sikapmu selama ini membuatku merasa kau benar-benar mencintainya. Tapi kamu... Kenapa kamu meninggalkan orang yang begitu kamu cintai? Aku tahu aku tidak berhak untuk mempertanyakanmu, tapi kamu tidak bisa membiarkan hal ini berlanjut terus. Tidak ada wanita yang bisa terus bertahan dari siksaan seperti ini. Seberapapun ia mencintaimu, sekalipun ia terbuat dari besi, ia akan runtuh suatu saat nanti. Saat itulah, kamu baru menyesal, namun sudah tidak ada gunanya karena saat itu ia sudah sama seperti orang yang telah meninggal. Seberapapun kuat kamu memintanya untuk hidup lagi, kamu tidak bisa berbuat apa-apa.” ujar Nico sambil menatap Alex dengan tegas dan dalam.

“Banyak hal yang terjadi, kamu tidak akan mengerti—” Alex menghentikan ucapannya dan tidak melanjutkannya lagi. Ia tidak bisa memberitahu Nico bahwa sudah ada pria lain di dalam hati Tania, bahwa Tania sudah tidak setia lagi padanya sebagai seorang istri. Ini menyangkut harga diri Alex sebagai seorang pria dan hatinya merasa begitu tersiksa. Lagipula, Alex menyadari bahwa ia akan selalu salah karena ia adalah pihak pria.

“Yang seharusnya kukatakan sudah kukatakan, selanjutnya seperti apa, kamu pikirkan sendiri” Nico menghela napas di dalam hati dan tidak ingin berbicara lebih banyak lagi.

Mereka berdua duduk di depan pintu ruang gawat darurat dan menunggu.

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya dokter pun keluar. Hasil diagnosisnya menunjukkan Tania terserang meningitis akut. Untung saja ia dengan cepat dibawa ke rumah sakit. Apabila terlambat satu detik saja, nyawa Tania mungkin tidak dapat diselamatkan. Dulu di pedesaan, banyak orang yang meninggal karena penyakit ini.

Sore hari, pihak keluarga Alex dan Tania datang untuk mengunjungi Tania.

Sementara itu, Melinda yang takut hubungan Alex dan Tania akan membaik memutuskan untuk menelepon Vincent, memberitahunya bahwa Tania pingsan dan sekarang sedang dirawat di rumah sakit.

Melinda juga kemudian Linda untuk pergi makan bersama. Ia lalu menceritakan apa yang terjadi pada Alex dan Tania dengan penuh penekanan.

“Senior Linda, kamu tahu tidak? Begitu Senior Alex melihat istrinya jatuh pingsan, raut wajahnya begitu panik. Aku sudah berada di sisinya untuk waktu yang begitu lama, dan aku tidak pernah melihatnya begitu gelisah. Aku harus mengakui, Senior Alex benar-benar mencintai istrinya sepenuh hati. Ia juga tidak terlihat sedang berpura-pura dari luar, karena kalau berbohong, tidak mungkin kan ia menikahi wanita itu? Bukan begitu, Senior Linda?” Ia benar-benar tidak tahu malu, ia tidak membuka hatinya dan jangan ia merasa bangga.

Raut wajah Linda berubah sejenak, namun dengan cepat kembali seperti biasa. Linda lalu tertawa kecil, “Melihat kakak ipar sebagai pasangan suami istri yang penuh cinta itu bagus. Junior Melinda, kamu jangan cemburu. Bagaimanapun juga, Senior Alex memang sudah menjadi milik orang lain.”

“Mana mungkin aku cemburu? Senior Alex tidak pernah merendahkanku, aku justru merasa bersyukur karena ia tidak pernah terlambat untuk menolongku. Di beberapa dekade berikutnya, aku masih akan bekerja keras untuknya. Senior Linda, kau memiliki hubungan yang baik dengan Senior Alex, bukan? Kenapa tidak pergi dan mengunjunginya?” ujar Melinda berpura-pura.

“Tentu saja aku akan pergi mengunjunginya. Junior Melinda, kita tidak perlu berbincang terlalu lama. Ayo cepat makan.” Linda mengambil pisau dan garpunya lalu menatap daging steaknya. Ia lalu memotong-motong makanannya.

Tania terbangun di atas ranjang rumah sakit. Ia melihat Alex sedang duduk di sampingnya, sedangkan Nico sedang berdiri di salah satu sudut kamar.

Tania mengalihkan pandangannya dari wajah Alex dan menatap Nico, “Nico, apa yang terjadi padaku?”

“Kakak ipar sepupu, kamu mengalami demam dan meningitis akut. Kamu pingsan tadi di kantor tapi sekarang sudah tidak masalah. Istirahatlah untuk beberapa hari.” jawab Nico sambil tersenyum.

“Oh... Pantas saja kepalaku terasa sangat pusing dari tadi.” ujar Tania, lalu diam seribu bahasa lagi.

Nico tahu harus berbuat apa di situasi seperti ini, dan ia memutuskan untuk pergi, “Kalau begitu, aku akan pergi memeriksa pasienku di sebelah sana. Kakak ipar sepupu, istirahatlah yang baik, ya. Aku pergi dulu.”

“Baiklah, kamu pasti sibuk. Aku tidak akan mengganggumu.” Tania melihat Nico pergi dari kamar inapnya. Ia lalu menutup matanya untuk tidur, dan tidak berbicara sepatah kata pun pada Alex.

Alex merasa sangat kecewa dan kesal. Sikap tak acuh Tania membuat Alex tidak bisa membuka mulutnya untuk menunjukkan kekhawatirannya pada Tania.

Suasana terasa begitu hening dan tenang seperti air. Di tengah situasi kehilangan kata-kata seperti ini, waktu terasa berjalan dengan begitu lambat. Tirai putih rumah sakit bergoyang pelan tertiup angin, membuat angin musim gugur yang dingin langsung terasa menembus pori-pori kulit dan langsung ke sumsum tulang.

Beberapa saat kemudian, pintu kamar rawat Tania pun terbuka. Kakek Alex melangkah masuk bersama dengan Michael dan Liona.

“Tania, seharusnya kamu izin pergi saja ke dokter dan memeriksakan kondisimu baik-baik kalau kamu tahu kamu terserang flu. Ini adalah perusahaan keluarga sendiri, kamu tidak perlu memaksakan dirimu.” ujar kakek Alex sambil menatap sayang cucu menantunya yang terbaring di atas ranjang rumah sakit.

“Kakek, tidak perlu khawatir. Ini karena aku saja yang tidak mempedulikan kesehatan.” ujar Tania sambil tertawa.

“Ini bukan karena kamu yang tidak peduli, tapi karena si anak nakal Alex ini. Ia baru membawa istrinya ke rumah sakit ketika istrinya sudah pingsan karena sakit. Benar-benar tidak masuk akal.” sahut kakek Alex sambil menatap cucunya dengan pandangan menyalahkan.

Liona berjalan ke pinggir ranjang Tania, “Tania, kamu istirahat yang benar, ya. Flu dan demam juga bukan penyakit besar, pasti bisa sembuh dengan cepat. Ini bibi bawakan buah-buahan, jangan lupa kamu harus makan yang banyak.” Setelah kejadian terakhir, Liona merasa ia telah bertengkar begitu hebat dengan Tania. Sekarang lebih baik mereka berbaikan, walaupun Liona masih tidak terlalu menyukai Tania.

“Terima kasih, bibi.” ujar Tania tersenyum melihat Liona yang begitu sopan.

Beberapa orang masih tetap tinggal di dalam kamar rawat ketika keluarga Tania datang. Tapi kali ini, kedua pihak keluarga saling bersikap sopan meskipun tentu saja, bagaimana isi hati mereka bicara adalah permasalahan yang lain.

Ketika kedua pihak keluarga sudah pergi untuk mengunjungi kerabat masing-masing, pintu kamar rawat terbuka lagi. Mengenakan setelan jas berwarna abu-abu muda, Vincent yang bertubuh tinggi melangkah masuk dari luar.

Novel Terkait

Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
4 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu