Unlimited Love - Bab 151 Bagaimana Mungkin Ia Tega Mengkhianati Keluarga Ini? (1)

“Kakak ipar... Kamu... Kamu bilang apa?” Jennie Bai menatap Yesi Mo dengan raut tidak percaya, matanya membelalak seperti lonceng.

Kali ini, keterkejutan dalam hati Jennie Bai tidak lagi dapat digambarkan dengan kata-kata.

“Kakak dan Vivian akan menikah? Ini kamu yang salah ucap atau aku yang salah dengar? Bagaimana hal ini mungkin terjadi?”

Dari mulut Yesi Mo, Jennie Bai sudah mengetahui semua hal yang terjadi saat ia meninggalkan kota R beberapa hari ini. Ia juga tahu bahwa Felix Lu adalah Stanley Yan. Terlebih lagi, ia juga tahu bahwa Stanley Yan sudah mengetahui identitasnya yang sebenarnya.

Dengan situasi yang seperti ini, kenapa Stanley Yan bisa-bisanya menikahi Vivian Luo? Bagaimana mungkin ia tega memperistri Vivian Luo?

“Aku juga berharap ini semua tidak benar, tapi Marson sendiri yang menelepon dan memberitahuku. Undangan dari keluarga Luo sudah sampai di tangan Marson, semua berita di koran juga menulis tentang kabar pernikahan mereka. Ini tidak mungkin salah.”

Saat mengatakan semua hal ini, raut wajah Yesi Mo sangat tidak karuan. Semua isi benaknya hancur tidak karuan seperti bubur.

“Kalau begitu...” Jennie Bai ragu sejenak, lalu sontak menengadah dan berujar mendesak, “Kakak ipar tidak cepat pulang? Gawat, terlambat sudah. Kakakku sudah menjadi milik wanita lain.”

“Aku sudah menyuruh orang untuk memesankan tiket pesawat paling pagi untukku besok.” Yesi Mo mengangguk pelan, menatap Jennie Bai yang sedang balas menatapnya dengan panik lalu memaksakan seulas senyum, “Upacara pernikahan mereka akan diadakan tiga hari lagi, jadi masih keburu. Tenag saja, aku sudah pernah kehilangan kakakmu sekali jadi aku tidak akan kehilangan dirinya untuk kedua kalinya. Walaupun aku harus mengerahkan segalanya bahkan sampai mempertaruhkan nyawaku, aku akan menghentikan pernikahan ini.”

Barulah setelah itu Jennie Bai menghela napas. Sesaat barusan, ia hampir saja mengira bahwa Yesi Mo akan menyerah.

Untungnya, Yesi Mo tidak mengecewakannya. Cinta Yesi Mo terhadap Stanley Yan benar-benar tidak luntur dan tidak lekang oleh waktu.

“Begini saja, kakak ipar. Malam ini, kamu jangan tinggal disini. Sebaiknya kamu kembali dulu ke rumah utama. Kalau tidak, lebih baik istirahat semalam di hotel dekat bandara supaya kamu memiliki tenaga untuk menghadapi masalah kakakku.

Jennie Bai menatap Yesi Mo lurus-lurus. Yesi Mo ragu sejenak dan mengernyit. “Apakah kamu tidak apa-apa sendirian disini? Kalau tidak, lebih baik aku tinggal disini dulu saja. Lagipula, aku juga bisa tidur di pesawat.”

“Tidak boleh begitu, apakah kamu bisa tidur dengan nyenyak di pesawat? Duduk di pesawat hanya akan membuatmu bertambah lelah, lagipula jangan lupa masih ada perbedaan waktu. Sekarang kakakku adalah masalah yang utama, jangan sampai kamu lengah. Kamu sama sekali tidak perlu mengkhawatirkan masalah di rumah sakit. Bukankah masih ada perawat yang berjaga? Tidak mungkin ada masalah.”

Yesi Mo berpikir dalam sejenak, lalu menganggukkan kepala dengan pelan, “Kalau begitu begini saja, nanti kamu telepon Andrew. Panggil ia untuk datang membantumu menjaga Sonson. Kalau tidak, aku benar-benar tidak bisa tenang.”

Jennie Bai mengiyakan dan barulah Yesi Mo mengangguk lalu pergi meninggalkan rumah sakit.

Alih-alih kembali ke rumah utama, Yesi Mo justru memesan sebuah kamar di sebuah hotel di dekat bandaraa sesuai saran Jennie Bai. Ketika langit baru saja menjelang pagi, ia langsung bangun dan bergegas ke bandara.

Sebelum pesawatnya lepas landas, Yesi Mo menelepon Jennie Bai dan menanyakan keadaan Sonson semalam. Setelah ia mendengar bahwa kondisi Sonson lumayan baik, barulah ia merasa tenang.

Perjalanan panjang di pesawat benar-benar menguras tenaga seseorang. Detik saat Yesi Mo turun dari pesawat, ia melihat matahari yang terbit perlahan dari ufuk timur. Wajahnya terlihat sangat lelah.

Dalam hitungan belasan jam ini, sepertinya Yesi Mo sama sekali tidak terlelap barang semenit pun.

Bukannya tidak ingin tidur, tapi memang Yesi Mo tidak bisa tidur. Hanya ada satu pertanyaan yang terus berputar dalam pikirannya, yaitu kenapa Stanley Yan masih tetap ingin menikah dengan Vivian Luo meskipun pria itu jelas-jelas sudah tahu tentang jati diri sebenarnya?

Apakah mungkin Stanley Yan berniat untuk mengucapkan selamat tinggal pada masa lalunya? Berniat untuk menelantarkan Yesi Mo dan Didi? Berniat untuk melepaskan semua hal yang mulanya adalah tanggung jawabnya?

Apakah mungkin karena hilang ingatan makanya sifat Stanley Yan pun menjadi berubah dan akhirnya mengubah segala sesuatunya?

Yesi Mo memikirkannya selama perjalanan, namun ia tidak menemukan jawaban apapun sampai akhir.

Yang naik ke pesawat semuanya adalah orang yang tidak ia kenal. Tidak ada seorang pun yang bisa bertukar pikiran dengannya, membuat Yesi Mo hanya bisa merasa buntu seorang diri.

Saat memikirkan akan hal yang melukai hatinya ini, Yesi Mo pun tidak bisa menahan tetesan air matanya. Sampai saat ini, matanya masih sedikit memerah.

Marson Luo sudah sedari tadi menunggu Yesi Mo di pintu keluar bandara. Begitu ia melihat Yesi Mo yang mengenakan kacamata hitam, ia pun langsung berlari menghampiri. Ia mengambil koper dari tangan Yesi Mo dan mengernyit, “Nyonya muda, apakah sepupu tuan muda tidak menyuruh orang untuk menemanimu?”

“Mereka masih belum tahu kalau aku pulang.” Mendengar itu, Marson Luo merasa sedikit marah. Tapi saat ia ingin menyelesaikan ucapannya, ia malah melihat Yesi Mo yang menguap sedang berjalan ke arah parkiran mobil. Marson Luo pun mengatupkan mulutnya dan bergegas mengikuti Yesi Mo.

Sepanjang perjalanan, Yesi Mo menginterogasi Marson Luo mengenai semua hal yang sudah berlalu dengan detail. Sebelum mobil yang mereka kendarai berhenti di depan pintu gerbang vila kediaman keluarga Yan, barulah Marson Luo selesai melaporkan segala sesuatunya dengan jelas.

Tapi hal ini sama sekali tidak mengenyahkan kabut dalam benak dan hati Yesi Mo. Malah, suasana hatinya semakin berantakan.

“Nyonya muda, ini...”

Marson Luo baru membuka mulutnya, namun Yesi Mo sudah memotongnya dengan mengibaskan tangannya, “Kamu kembali dulu ke kantor dan bereskan pekerjaanmu, biarkan aku menenangkan hati seorang diri.”

Marson Luo ragu sejenak, namun saat ia melihat kantung mata yang sedikit terlihat merah dan mata yang penuh dengan guratan aliran darah dibalik kacamata hitam Yesi Mo, raut terkejut langsung memenuhi wajahnya. Ia pun mengangguk dalam diam, menyarankan Yesi Mo untuk beristirahat dengan baik dan jangan terlalu panik. Barulah setelah itu ia beranjak pergi dengan tidak rela sambil terus menoleh untuk memeriksa kondisi Yesi Mo.

Walaupun Yesi Mo tidak mengatakan apapun, namun Marson Luo sedari awal sudah melakukan persiapan untuk menghancurkan pernikahan Stanley Yan dan Vivian Luo. Awalnya ia berniat untuk mensinkronisasikannya kembali dengan Yesi Mo, mungkin ada beberapa hal yang harus disempurnakan.

Tapi kondisi Yesi Mo yang sekarang benar-benar tidak memungkinkan untuk membicarakan hal ini. Yang paling ia butuhkan sekarang adalah istirahat yang baik.

Yesi Mo yang sekarang berada di kediaman keluarga Yan juga mengerti akan hal ini, namun ia tetap tidak dapat terlelap apapun yang terjadi.

Lima menit belum juga berlalu saat Yesi Mo yang semula berbaring diatas kasur tiba-tiba langsung terduduk. Ia mengambil ponsel yang terletak di lemari di dekat kepala kasurnya dan melompat turun dari ranjang.

Kali pertama ia menelepon Stanley Yan, panggilan itu berdering cukup lama namun tidak kunjung diangkat. Yesi Mo memutus panggilannya, kemudian kembali mengulang meneleponnya.

Ia menelepon belasan kali secara beruntun, namun tetap tidak ada yang diangkat. Yesi Mo pun mengenryit: Kenapa Stanley Yan tidak mengangkat teleponnya? Apakah pria itu belum bangun? Ini sudah jam berapa, bagaimana bisa ia tidur selelap ini?

Karena teleponnya tidak tersambung, Yesi Mo akhirnya mengirimkan pesan suara ke Stanley Yan melalui Wechat. Ia harus tahu sikap Stanley Yan, apa yang sebenarnya dipikirkan oleh pria itu.

Belasan pesan suara pun terkirim, namun Stanley Yan hanya membalasnya dengan singkat. Itupun bukan pesan suara, melainkan sebuah pesan tertulis: Yang berlalu biarlah berlalu, lupakanlah.

Yesi Mo sangat geram sampai ingin membanting ponselnya, namun pada akhirnya ia tetap bisa menahan keinginannya itu. Ia lalu kembali mengirimkan pesan suara, “Apakah kamu sudah benar-benar memikirkannya? Kamu benar-benar mau mengkhianati masa lalumu, mengkhianati aku, mengkhianati Didi, mengkhianati keluarga ini?”

Balasan Stanley Yan sangat sederhana, hanya beberapa patah kata yang singkat: Terserah kamu mau bilang apa. Sudah, ya.

Tidak peduli seberapa banyak pesan suara yang dikirimkan lagi oleh Yesi Mo, Stanley Yan sama sekali tidak membalasnya. Pada akhirnya, ia pun diblokir oleh Stanley Yan.

Melihat tanda seru berwarna merah di depan pesan suara yang ia kirimkan, melihat tulisan ‘Kontak ini bukan teman anda’ di layar ponselnya, amarah Yesi Mo yang belum meluap pun meledak.

Tanpa henti ia mencoba menelepon Stanley Yan. Ia sama sekali tidak mempertanyakan apa sebabnya, dari posturnya terlihat bahwa ia tidak akan menyerah.

Beberapa menit kemudian, terdengar suara dari ujung telepon, “Maaf, nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif”. Tapi, hal ini tidak dapat membuat Yesi Mo menyerah. Ia justru menelepon Vivian Luo.

Tapi setelah membolak-balik daftar panggilannya, Yesi Mo tetap tidak dapat menemukan nama Vivian Luo. Barulah ia menyadari bahwa ia tidak memiliki nomor wanita itu.

Dibawah napasnya yang memburu, Yesi Mo membuka pintu dan berjalan keluar. Sesampainya di lantai bawah, ia kebetulan berpapasan dengan pengurus rumah Chen yang setengah tahun lalu baru direkrut.

Melihat Yesi Mo yang terburu-buru dengan raut wajahnya yang begitu gelisah, pengurus rumah Chen pun langsung menghampirinya, “Nyonya muda, ada apa? Nyonya muda tidak apa-apa, bukan?”

“Tidak apa, segera siapkan mobil untukku. Aku mau keluar.” perintah Yesi Mo sambil berjalan keluar.

“Sekarang?” Pengurus rumah Chen tercenung sesaat, “Nyonya muda bahkan baru saja pulang. Bagaimana kalau nyonya muda istirahat dulu sekarang dan baru mengurus urusan nyonya muda setelah bangun nanti?”

“Apa perkataanku di rumah ini sudah tidak dianggap lagi?” Yesi Mo sontak menghentikan langkhanya, dengan wajah geram menatap pengurus rumah Chen.

Novel Terkait

Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
4 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu