Unlimited Love - Bab 151 Bagaimana Mungkin Ia Tega Mengkhianati Keluarga Ini? (2)

Selama ini, Yesi Mo selalu bersikap ramah dengan para bawahannya. Ia sama sekali tidak pernah memberikan raut dingin kepada mereka. Saat wajahnya seketika menjadi seperti ini, pengurus rumah Chen pun terkejut sampai merasa takut dan tidak berani banyak bicara lagi. Dengan diam ia menyuruh orang untuk menyiapkan mobil, takut tertimpa malapetaka.

Melihat mobil yang ditumpangi Yesi Mo meninggalkan vila kediaman keluarga Yan dan secepat kilat menghilang dari pandangannya, barulah pengurus rumah Chen dapat menghela napas lega. Ia segera mengeluarkan ponselnya dan menelepon Marson Luo.

Yesi Mo sama sekali tidak mengetahui soal ini. Sekarang, hal yang paling ingin ia lakukan hanyalah bertatapan muka dengan Stanley Yan dan bertanya sejelas-jelasnya.

Vila kediaman keluarga Luo sudah di depan mata, namun sebuah mobil Mercedes-Benz berwarna hitam menghentikan laju mobil yang ditumpangi Yesi Mo.

Amarah Yesi Mo pun sontak menggelegar. Ia baru saja membuka pintu mobil saat matanya melihat Marson Luo yang berlari tergopoh-gopoh turun dari mobil Mercedes-Benz itu.

“Bagaimana kamu bisa tahu aku ada disini?” Yesi Mo mengernyitkan alisnya.

“Aku dengar dari pengurus rumah Chen bahwa kamu terburu-buru pergi keluar dengan wajah pucat. Aku tahu kamu pasti datang ke kediaman keluarga Luo. Nyonya muda, tolong dengarkan bujukanku. Saat ini, kita tidak bisa bertindak sembarangan.”

“Kamu tidak perlu mengatakan apapun. Sekarang aku tidak ingin memikirkan apapun, aku hanya ingin dengar dari mulutnya sendiri bahwa ia tidak menginginkanku. Bahwa ia tidak menginginkan Didi lagi.”

“Apa maksudnya itu?” tanya Marson Luo bingung sambil mengernyitkan dahinya.

“Lihat sendiri.” Amarah Yesi Mo sudah berada di ubun-ubun. Ia langsung menyerahkan ponselnya pada Marson Luo.

Setelah melihatnya sekilas, Marson Luo tiba-tiba tertawa, “Nyonya muda, kurasa kamu terlalu sensitif.”

“Maksudmu, seharusnya aku tidak datang? Seharusnya aku tidak datang mencarinya dan bertanya dengan jelas di depan mukanya? Marson, sebenarnya kamu berdiri di pihakku atau di pihak Vivian? Sogokan apa yang ia berikan padamu!”

Kata-kata Yesi Mo ini sangat keras. Kalau hal ini dikatakan pada orang lain, pasti rasa malu yang awalnya mereka rasakan akan berubah menjadi amarah. Tapi, berbeda dengan Marson Luo. Bukan hanya tidak merasa marah, ia malah menertawai Yesi Mo. Masih lebih baik jika pria itu tidak tertawa. Semakin Marson Luo tertawa, amarah Yesi Mo semakin menjadi.

Saking marahnya, ia sampai memaki Marson Luo. Semakin memaki, suaranya semakin kencang. Semakin memaki, ia malah menjadi semakin beringas.

Untungnya saat ini mereka berada di dalam mobil yang memiliki kedap suara. Kalau sekarang mereka berada di pinggir jalan atau berada di suatu tempat umum, Yesi Mo pasti dianggap sebagai wanita gila oleh orang lain. Dianggap seperti binatang liar yang ganas.

Setelah Yesi Mo lelah memaki, barulah ia memelototi Marson Luo dan napasnya menderu tanpa henti.

“Nyonya muda, apa perasaanmu sudah terasa lebih baik? Mau minum air dulu sedikit baru melanjutkan?” Marson Luo tersenyum sambil menatap Yesi Mo dan bertanyai santai, kedua tangannya memegang segelas air dan menyodorkannya pada Yesi Mo.

Setelah selesai meluapkan segala amarahnya, barulah Yesi Mo perlahan menjadi lebih tenang. Sekarang, ia baru menyadari kalau tenggorokannya sangat kering seperti terkena radang. Ia mengambil segelas air yang disodorkan padanya dan meneguk beberapa teguk. Ia lalu menatap Marson Luo dan menundukkan kepalanya sedikit, “Maaf, Marson. Tidak seharusnya aku memakimu seperti itu barusan.”

“Nyonya muda, kamu tidak perlu meminta maaf padaku. Aku bisa mengerti perasaanmu. Kalau aku yang berada di posisimu, pasti aku akan lebih beringas dibandingkan dirimu.”

“Bagaimanapun juga, seharusnya aku berterima kasih padamu.”

“Kalau begitu... Sekarang kita boleh pulang, tidak? Aku memiliki sebuah rencana, kebetulan bisa mendiskusikannya denganmu.”

“Kita sudah datang, untuk apa pulang lagi?” Yesi Mo tersenyum sambil bertanya. Marson Luo pun langsung mengernyitkan alis, “Nyonya muda, kamu tidak mungkin bermaksud untuk tetap pergi ke kediaman keluarga Luo, bukan? Ini sama sekali tidak boleh. Kalau sampai ketahuan Vivian...”

“Tenang, aku sudah menghitungnya.”

Marson Luo menatap Yesi Mo sesaat. Melihat Yesi Mo yang sudah tenang, barulah ia memaksakan anggukan menyetujui.

“Baiklah kalau begitu. Tapi menurut perhitunganku, Vivian sepertinya tidak akan memperbolehkan kamu masuk. Sebelumnya aku juga pernah datang kesini beberapa kali. Setiap kali aku datang, aku selalu dihadang dan diusir pulang.”

“Ia tidak bisa menghalangiku.”

Vivian Luo memang tidak bisa menghalangi Yesi Mo, ia juga tidak memiliki akal untuk menghalanginya. Lagipula, maksud Yesi Mo datang ke kediaman keluarga Luo adalah untuk mencari Maxim Luo.

Saat ia melihat Maxim Luo di ruang tamu, pria itu baru saja selesai sarapan dan bersiap untuk pergi ke kantor. Saat ia melihat Yesi Mo, ia pun menjadi sangat ramah dan bersahabat. Maxim Luo mengundang Yesi Mo masuk untuk minum teh, serta mengobrol dan bertanya tentang maksud kedatangannya.

Yesi Mo tentu saja sudah bersiap dari awal. Ia beralasan bahwa ia baru saja kembali dari Amerika dan membawakan sedikit oleh-oleh khas Amerika. Ia juga mengada-ada tentang apa yang sudah berlalu.

Melihat Maxim Luo yang sesekali terus-menerus melihat jam tangannya, Yesi Mo pun tersenyum, “Kalau Presdir Luo terburu-buru, silakan pergi ke kantor. Tidak perlu menjamuku.”

“Bagaimana boleh seperti itu? Presdir Mo adalah tamu, bagaimana mungkin aku sebagai pemilik rumah malah menelantarkan tamuku begitu saja?”

Maxim Luo terus menggeleng, sedangkan Yesi Mo tertawa, “Presdir Luo terlalu sungkan. Sebenarnya maksud kedatanganku kali ini adalah pertama, aku ingin memberikanmu oleh-oleh khas Amerika. Kedua, aku datang untuk menjenguk Asisten Lu. Bagaimana pemulihan cidera kakinya? Apalagi ia adalah bawahanku, mana mungkin sebagai atasan aku tidak menanyakan kabarnya sama sekali? Kalau tidak bertanya, maka aku terlalu tidak berperasaan.”

Kata-kata Yesi Mo ini masuk akal dan Maxim Luo pun tidak berpikir banyak. Ia tersenyum dan berkata, “Tentu saja, tentu saja. Begini saja, aku akan menyuruh orang untuk mengantarkanmu keatas. Kalau begitu, aku tidak menemanimu. Ada rapat yang sangat penting di kantor pagi ini.”

Tatapan Yesi Mo mengantar Maxim Luo pergi keluar, barulah setelah itu ia mengikuti seorang pelayan wanita yang membawanya pergi ke kamar Stanley Yan yang ada di lantai atas.

Begitu sampai di lantai dua, yang menyapanya adalah wajah Vivian Luo.

“Presdir Mo, kenapa presdir datang kesini?”

Vivian Luo sedikit mengernyit, namun kemudian tersenyum.

“Aku baru saja kembali dari Amerika. Aku datang untuk memberikan Presdir Luo oleh-oleh khas Amerika, sekalian datang menjenguk Asisten Lu yang cidera untuk melihat apakah kondisinya sudah pulih atau belum.”

“Terima kasih atas perhatian Presdir Mo, Felix pulih dengan cukup baik.”

“Kalau begitu, aku akan pergi menjenguknya.”

Selesai bicara, Yesi Mo langsung mengarah ke kamar Stanley Yan. Ia tidak ingin Vivian Luo menjadi penghadangnya.

“Presdir Mo, Felix masih beristirahat. Lebih baik kita jangan mengganggunya. Aku akan memberitahunya mengenai kedatanganmu untuk menjenguknya.” Jelas terlihat bahwa Vivian Luo tidak ingin Yesi Mo menemui Stanley Yan.

Yesi Mo tersenyum dan menggeleng, “Nona Luo tenang saja. Aku hanya melihatnya sebentar, tidak akan membangunkannya.”

Di situasi normal, permintaan kecil seperti ini harusnya bisa dikabulkan. Tapi Vivian Luo tetap tidak setuju apapun yang terjadi. Ia terus mencari berbagai alasan untuk menolak Yesi Mo dan tidak mengijinkannya bertemu dengan Stanley Yan.

Setelah kedua orang itu berkelit sesaat, Yesi Mo pun akhirnya menyerah duluan. Ia mengangguk dan tersenyum, “Baiklah kalau begitu, aku tidak akan mengganggu Asisten Lu. Aku juga lelah setelah duduk di pesawat selama belasan jam, aku pamit dulu.”

Yesi Mo lalu membalikkan tubuhnya dan bermaksud untuk pergi. Ketika ia baru saja sampai di pertengahan tangga antara lantai satu dan lantai dua, Vivian Luo yang berdiri di lantai dua tiba-tiba memanggilnya dan menghentikan langkahnya.

“Presdir Mo, ada satu hal yang aku lupa beritahu padamu. Lusa malam aku dan Felix akan mengadakan perjamuan malam pernikahan kami di hotel bintang lima di kota R, kuharap kamu bisa menghadirinya. Aku sudah menyuruh orang untuk mengantar undangannya ke kantormu.”

Alis Yesi Mo mengernyit sesaat. Ia memejamkan mata dan menarik napas dalam tanpa menolehkan kepalanya, lalu berkata, “Baik, aku pasti akan tiba tepat waktu.”

Walaupun Yesi Mo tidak menoleh untuk melihat ekspresi Vivian Luo saat ini, namun ia masih dapat merasakan dengan jelas kecongkakkan wanita itu. Sambil menuruni anak tangga, Yesi Mo sambil mengeluarkan ponselnya dan mencoba menelepon ponsel Stanley Yan.

Saat sebelah kakinya baru saja menginjak lantai satu, Yesi Mo dapat mendengar jelas dering ponsel yang samar-samar berasal dari lantai dua. Dering ponsel itu hanya terdengar untuk beberapa detik sebelum berhenti dan di saat yang bersamaan, nada sambung di ponsel Yesi Mo pun terputus.

Yesi Mo memalingkan kepalanya dan menatap ke arah lantai dua. Matanya berkilat sekilas, ujung matanya menyiratkan ekspresi lega.

Ternyata, ponsel Stanley Yan ada di tangan Vivian Luo. Dengan begitu, artinya kata-kata yang terkirim di Wechat bukanlah hasil ketikan Stanley Yan sendiri.

Saat mobil Yesi Mo belum melaju pergi terlalu jauh, mobil Mercedes-Benz Marson Luo pun membuntuti.

Ia terus mengiringi mobil Yesi Mo sampai kembali ke kediaman keluarga Yan. Barulah setelah itu mobil Marson Luo memutar balik dan melaju pergi.

Setelah pergi ke kediaman keluarga Luo, suasana hati Yesi Mo menjadi jauh lebih baik. Setelah ia membasuh diri, ia langsung terlelap tidak lama setelah berbaring diatas kasur. Kali ini, Yesi Mo terlelap sampai keesokan paginya.

Yesi Mo yang terbangun karena lapar pun turun ke lantai bawah untuk sarapan sambil mengusap perutnya yang kelaparan. Saat itulah, ia melihat Marson Luo yang entah sejak kapan sudah duduk di sofa ruang tamu di lantai bawah. Ia sontak tersenyum dan bertanya, “Kapan datang?”

“Baru saja. Nyonya muda, kamu makan dulu saja. Tidak perlu mempedulikanku.”

Yesi Mo mengangguk dan memberikannya isyarat untuk menunggu sebentar. Ia lalu menyelesaikan sarapannya dengan kecepatan tercepatnya dan berjalan keluar dari ruang makan. Yesi Mo lalu memberi Marson Luo isyarat untuk mengikutinya ke ruang baca di lantai atas.

“Apakah ada masalah di kantor sampai kamu datang sepagi ini?”

Marson Luo menggeleng, “Perusahaan sangat baik, kamu tidak perlu khawatir. Aku kesini untuk berdiskusi perihal tuan muda denganmu.”

“Apa rencana bagusmu?” Yesi Mo menghela napas lega lalu duduk di kursi.

Marson Luo secara kasar mengutarakan rencananya. Sambil mengangguk, Yesi Mo sambil menimbang-nimbang tingkat keberhasilan rencana ini dalam hatinya.

Melihat Yesi Mo yang sedari tadi tidak bicara, Marson Luo pun bertanya dengan hati-hati, “Nyonya muda, apakah ada masalah dengan rencanaku?”

“Tidak ada, cukup baik.” Yesi Mo mengangguk padanya, “Kita lakukan berdasarkan rencanamu saja. Tapi masalah ini harus dilakukan dengan hati-hati, paling baik kalau tidak sampai ketahuan oleh orang lain.”

“Jangan khawatir, aku sudah memperhitungkan segala sesuatunya dengan baik. Tidak mungkin ada yang luput.”

Novel Terkait

Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
3 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
3 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu