Unlimited Love - Bab 143 Tidak Sabar (1)
Ketika Jennie Bai kembali dari toilet ke aula restoran, Yesi Mo sedang memandang keluar jendela dengan tatapan kosong.
Lantai dipenuhi dengan pecahan piring yang berserakan, terlihat berkilauan menyilaukan dibawah sinar lampu. Seorang pelayan wanita sedang berjongkok sambil memungut satu persatu pecahan dengan hati-hati, selembar kain di tangannya dipenuhi noda.
Jennie Bai menatap semua ini dengan bingung dan bertanya penasaran, “Kakak ipar, apa terjadi sesuatu barusan?”
Sepertinya jiwa Yesi Mo baru kembali, ia pun menyunggingkan senyum dengan terpaksa, “Sepasang kekasih yang duduk di meja sebelah sana barusan bertengkar dengan sangat hebat, seperti inilah hasil kekesalan mereka."
“Kakak ipar, kamu tidak terluka, bukan?”
Jennie Bai mengikuti arah pandang Yesi Mo. Ia dapat dengan jelas melihat meja yang dipakai oleh sepasang kekasih itu yang berada tak jauh. Meja itu terguling ke atas tanah dan sekelilingnya berantakan, membuat Jennie Bai bertanya dengan gelisah.
“Aku baik-baik saja.”
“Untunglah, yang penting tidak apa-apa.” Jennie Bai menghela napas lega yang panjang, melepaskan rasa gelisah dalam batinnya.
Yang paling ia khawatirkan dan takutkan sekarang adalah apabila terjadi sesuatu pada Yesi Mo.
Kakaknya, Stanley Yan, masih menghilang. Kalau terjadi sesuatu pada Yesi Mo juga, kondisi Didi yang masih kecil itu pasti akan menjadi lebih menyedihkan.
“Sudah larut, ayo pergi.”
Yesi Mo bangkit berdiri lalu meninggalkan kursinya dan berjalan menuju meja kasir. Jennie Bai mematung sesaat sebelum dengan cepat mengikuti dan memanggil dengan suara pelan, “Kakak ipar, tunggu aku.”
“Nota pembayaran untuk meja nomor delapan. Terima kasih.”
Yesi Mo berhenti di depan meja kasir dan mengeluarkan sebuah kartu kredit miliknya. Ia lalu menyerahkan kartu tersebut kepada kasir sambil tersenyum.
Jennie Bai merebut kartu kredit yang diserahkan oleh Yesi Mo kepada kasir, lalu dengan wajah datar berujar, “Kakak ipar, apa yang sedang kamu lakukan? Bukankah aku sudah bilang aku yang akan mentraktirmu!”
“Aku hanya bercanda denganmu, mana mungkin aku sungguh-sungguh memintamu mentraktirku?” Yesi Mo hendak mengambil kartunya dari tangan Jennie Bai sambil tertawa. Jennie Bai tetap bersikeras tidak mengembalikan kartunya, kemudian ia mengeluarkan dompetnya untuk membayar.
Yesi Mo mengesampingkan dompet Jennie Bai dan dengan pelan menggeleng, “Tidak masalah, Jennie. Simpan saja dompetmu dan anggap hari ini kakak iparmu yang mentraktirmu. Berikan kartu kreditnya padaku.”
“Tidak bisa. Aku sudah bilang aku yang mentraktir, jadi harus aku yang membayar.” Melihat Yesi Mo hendak menyahutnya lagi, Jennie Bai dengan cepat berujar. Raut wajahnya mendingin, “Kakak ipar, aku akan marah kalau kamu masih begini.”
Yesi Mo tersenyum tak berdaya, “Baiklah, baiklah, kalau begitu aku tidak memaksa lagi. Tapi, bisakah kamu mengembalikan kartunya padaku?”
Setelah menerima kartu kredit yang dikembalikan oleh Jennie Bai, Yesi Mo pun memasukkannya kembali ke dalam dompetnya. Ia menatap Jennie Bai yang mengeluarkan uangnya dengan perlahan untuk membayar, lalu tertawa dalam hati: Dasar anak ini, jelas-jelas ini di luar kemampuannya. Kenapa ia begitu menyiksa diri dengan tekadnya, apakah harus seperti ini?
Struk pembayaran pun diberikan oleh kasir kepada Jennie Bai, dan ia secara otomatis langsung memasukkannya ke dalam dompetnya. Ketika ia melihat bahwa ia hanya memiliki beberapa lembar uang tersisa, wajahnya pun menjadi getir: Hanya tersisa uang sesedikit ini dan masih ada 10 hari lagi. Bagaimana bisa bertahan hidup?
Yesi Mo berpura-pura tidak menangkap raut getir Jennie Bai dan tersenyum, “Karena kita sudah makan dan waktu juga sudah larut, ayo kita pergi saja.”
Jennie Bai menolak niat baik Yesi Mo untuk mengantarkannya pulang, ia naik taksi sendiri pulang ke apartemennya.
Ia lalu turun dari mobil dan membuka pintu apartemennya. Ketika Jennie Bai hendak menutup pintu, tiba-tiba sebuah suara terdengar dari belakangnya yang membuatnya terlonjak kaget: “Kenapa sudah pulang secepat ini? Aku pikir aku masih harus menunggu beberapa jam lagi.”
Jennie Bai memutar kepalanya untuk melihat Andrew Ling yang sedang duduk diatas kursi rodanya, raut wajahnya berubah, “Kenapa kamu ada disini? Tempat ini tidak menyambutmu, pergi saja sana.”
“Apa kamu yakin mau mengusirku?” Andrew Ling menatap Jennie Bai sambil tersenyum, sebelah tangannya mengangkat selembar amplop, “Awalnya aku berpikir untuk memperlihatkan padamu foto Sonson, sekaligus surat yang ia tulis untukmu. Tapi karena kamu begitu tidak menyambutku, sekarang juga aku akan pergi.”
Setelah berujar, Andrew Ling pun mengibaskan tangannya sebagai isyarat pada pengawal di belakangnya untuk mendorongnya ke arah lift.
Jennie Bai sangat tidak suka bertemu dengan Andrew Ling, dan lebih tidak ingin lagi berurusan dengan pria itu. Tapi saat ia mendengar nama Sonson disebut, juga mendengar bahwa Andrew Ling mau memperlihatkan padanya foto Sonson, ditambah dengan mau memberikannya surat yang Sonson tulis khusus untuknya, ia pun dengan cepat menghentikan Andrew Ling.
“Tunggu.”
“Kenapa? Kamu berubah pikiran?” tanya Andrew Ling sambil tersenyum pada Jennie Bai.
“Kamu benar-benar datang kesini hanya untuk memberikanku foto dan surat Sonson? Kenapa tiba-tiba kamu berbaik hati begini?”
Jennie Bai melihat Andrew Ling dengan tatapan curiga.
“Tidak percaya padaku? Tidak masalah, kalau begitu aku pergi saja.”
“Bukan, aku bukannya tidak percaya. Hanya saja...” Takut, ia tiba-tiba menjadi takut.
Jennie Bai tidak menyelesaikan ucapannya, namun ia mengeratkan giginya dan berujar, “Kalau begitu, masuk saja. Tapi kalau ada syarat tambahan lainnya, lebih baik kau tidak usah memberikannya padaku.”
“Tidak perlu masuk, akan kuberikan barangnya padamu.” Andrew Ling melempar amplop itu pada Jennie Bai. Ia lalu mengangguk singkat dan berujar, “Aku pergi dulu. Sampai jumpa lain hari.”
Melihat Andrew Ling yang duduk di kursi roda dengan pengawalnya yang mendorongnya masuk ke dalam lift, melihat pintu lift yang perlahan tertutup di belakang Andrew Ling, melihat lift itu yang sekarang sedang bergerak turun menuruni satu persatu lantai, melihat amplop tebal di tangannya, itu semua membuat Jennie Bai tidak berani mempercayai apa yang baru saja terjadi.
Sudah enam bulan lebih lamanya Jennie Bai tidak melihat Sonson. Dalam kurun waktu ini, ia mengubur Sonson rapat-rapat dan jauh-jauh dalam lubuk hatinya. Ia tidak berani memikirkannya, ia takut begitu memikirkannya hatinya akan terkoyak, hancur dan ia kembali tenggelam dalam keputusasaan.
Jennie Bai berpikir bahwa kalau ia tidak terus memikirkan Sonson, suatu hari nanti ia akan melupakan sosoknya sepenuhnya.
Tapi sekarang Jennie Bai baru menyadari betapa naifnya dirinya. Sonson adalah putranya, putra yang ia telah ia kandung selama sepuluh bulan dengan kepahitan hati selama masa kehamilannya, putra yang ia lahirkan dengan mempertaruhkan nyawanya.
Darahnya mengalir didalam tubuh Sonson, ia adalah darah daging yang selamanya tidak akan bisa dihapuskan dari sejarah hidupnya.
Ia tidak mungkin bisa melupakan Sonson, tidak peduli suatu hari nanti atau selama ia berusaha untuk melupakannya. Ia tidak mungkin memutuskan ikatan darah diantara mereka, tidak mungkin menganggap Sonson tidak pernah hadir dalam kehidupannya.
Jennie Bai dengan tidak sabar segera membuka amplop itu sambil masuk kedalam kamarnya. Dari dalamnya, setumpuk foto dan selembar surat yang kusut pun muncul.
Melihat wajah Sonson yang tidak asing di foto itu dan melihat kesedihan dalam matanya, membuat hati Jennie Bai merasa begitu pedih dan begitu membenci dirinya sendiri. Ia membenci ketidakberdayaannya, membenci dirinya yang tidak memiliki cara untuk mendapatkan Sonson kembali ke sisinya.
Jennie Bai melihat foto Sonson satu persatu dengan hati-hati, kedua matanya memerah tanpa ia sadari.
Setelah selesai melihatnya, Jennie Bai kembali melihatnya sekali lagi baru meletakkannya dengan berat hati diatas sebuah meja kecil. Ia lalu mengambil surat yang Sonson tulis untuknya dan membacanya dengan serius.
“Ibu, ibu ada dimana? Ibu, apa ibu tidak menginginkan Sonson lagi? Ibu, Sonson sangat merindukan ibu.”
Membaca tulisan-tulisan yang mirip dengan simbol itu, Jennie Bai pun tidak kuasa untuk menahan tangisnya lagi.
Saat menulis surat ini, Jennie Bai bisa membayangkan betapa Sonson ingin mengetahui siapa ibunya, dimana ibunya, dan kenapa ibunya tidak ada di sisinya.
Merasakan betapa besar kerinduan Sonson untuk ditemani selayaknya anak-anak lain yang sebaya dengannya dengan ibu mereka masing-masing, Jennie Bai merasa sangat sedih dan putus asa. Ia tidak bisa menahan tangisnya seraya memeluk foto-foto Sonson dan akhirnya tangisnya berubah menjadi tangisan deras.
Entah sudah berapa lama ia menangis, namun akhirnya Jennie Bai merasa lelah. Ia pun tertidur diatas sofa sambil memeluk foto-foto Sonson.
Pagi harinya begitu sampai di kantor, Yesi Mo bahkan belum sempat duduk lebih dari dua menit ketika terdengar suara ketukan pintu dari luar. Ia pun dengan otomatis menjawab, “Masuk.”
Ketika ia melihat bahwa yang masuk adalah Stanley Yan, kedua matanya pun berkilat secara tidak kasat mata, “Felix, kenapa kamu datang?”
“Presdir Mo, aku datang untuk masuk kerja. Kemarin bukankah presdir meminta Manajer Cao untuk memberitahuku? Apakah presdir lupa?” Stanley Yan dengan santainya membuka pintu kantor dan dengan tanpa ekspresi berjalan ke depan meja kantor Yesi Mo.
“Aku ingat, tapi kamu pulang saja dan istirahat lagi untuk dua hari ini. Hari Senin besok baru masuk kerja.” Yesi Mo menggelengkan kepalanya dengan pelan.
“Kenapa?” tanya Stanley Yan sambil menangkat alisnya.
“Kalau tidak salah ingat, bukankah kemarin malam kamu mengalami luka bakar? Lebih baik kamu istirahat dua hari lagi untuk menyembuhkan lukamu, bukankah begitu?” tanya Yesi Mo sambil tersenyum.
Stanley Yan menggelengkan kepala, “Aku baik-baik saja, punggungku yang tersiram kuah panas hanya merah sedikit saja. Sudah dioleskan obat, jadi tidak perlu istirahat lagi.”
“Kamu yakin?”
“Presdir Mo, apa aku tidak mengerti kondisi tubuhku sendiri?”
Pertanyaan retoris Stanley Yan itu membuat Yesi Mo sedikit tercekat. Ia pun mengangguk, “Masuk akal, tapi kamu masih harus pulang untuk beristirahat. Aku tidak ingin dianggap sebagai seseorang yang terlalu tidak berperasaan pada bawahannya. Masa masih terluka sudah disuruh masuk kerja seperti biasa.”
Yesi Mo kembali menambahkan satu kalimat, “Tenang saja, gajimu selama istirahat dua hari tetap akan dibayarkan penuh.”
“Presdir Mo, aku tidak peduli...” Belum sempat Stanley Yan menyelesaikan ucapannya, kembali terdengar ketukan dari luar pintu. Yesi Mo baru hendak berdiri untuk pergi melihat siapa yang datang, namun Stanley Yan berujar sambil tersenyum, “Presdir Mo, presdir duduk saja. Biar aku yang melihatnya.”
Yesi Mo menatap Stanley Yan yang membalikkan tubuhnya dan dengan cepat berjalan untuk membuka pintu. Ia lalu mengambil dokumen dan kembali berjalan menghampiri, meletakkan dokumen itu dengan sopan ke atas meja kerja Yesi Mo, “Presdir Mo, ini laporan penjualan bulan ini yang dikirimkan oleh divisi keuangan. Silakan diperiksa dan kalau tidak ada masalah, aku akan mengantarkannya kembali ke divisi keuangan untuk dibukukan.”
Saat ini, Stanley Yan terlihat sudah masuk ke dalam statusnya dan mengatur posisinya sehingga terlihat seperti seorang asisten yang memiliki kualifikasi tinggi.
Yesi Mo meletakkan tangannya diatas dokumen yang dibawa oleh Stanley Yan, lalu mengetuk pelan sebanyak dua kali dan mengangguk, “Tinggalkan saja disini, nanti aku akan menyuruh orang untuk mengantarkannya kembali. Kamu pulang dan istirahatlah.”
“Presdir Mo, aku...”
Novel Terkait
Love And Pain, Me And Her
Judika DenadaIstri Pengkhianat
SubardiMeet By Chance
Lena TanCinta Yang Berpaling
NajokurataMata Superman
BrickUnplanned Marriage
MargeryUnlimited Love×
- Bab 1 Pernikahan
- Bab 2 Dinikahi Orang Tolol Juga Bukan Hal yang Buruk
- Bab 3 Dia Telah Membohongi Semua Orang
- Bab 4 Merasakan Kelembutannya
- Bab 5 Teh Penghormatan Dari Menantu
- Bab 6 Tamu Tak Diundang
- Bab 7 Istri, Aku Datang Melindungimu!
- Bab 8 Dengan Kelembutanmu, Hangatkan Hatiku
- Bab 9 Apakah Karena Cinta?
- Bab 10 Pemilik Cheongsam Sesungguhnya
- Bab 11 Semua Penuh Jebakan
- Bab 12 Menjenguk Katty Yun
- Bab 13 Katty Yun Mengakui Kesalahan
- Bab 14 Aku Masih Belum Siap
- Bab 15 Karena Cinta
- Bab 16 Membawa Masalah Pada Diri Sendiri
- Bab 17 Sebenarnya Apa Itu Kebenaran?
- Bab 18 Kemarahan Stanley Yan
- Bab 19 Menghinanya Karena Dia Bodoh?
- Bab 20 Menerima Hukuman
- Bab 21 Apakah Aku Memaksamu?
- Bab 22 Gawat, Sungguh Memalukan
- Bab 23 Robin Xiao Datang Berkunjung
- Bab 24 Tidak Ada Rahasia Di Hadapannya
- Bab 25 Tidak Dapat Menghindarinya
- Bab 26 Dia Sudah Gila
- Bab 27 Siapapun Tidak Boleh Menyentuh Wanitaku!
- Bab 28 Supnya Bermasalah
- Bab 29 Untuk Apa Dia Datang?
- Bab 30 Stanley Yan, kamu itu koruptor!
- Bab 31 Temani Aku Semalam Maka Dianggap Selesai
- Bab 32 Permusuhan
- Bab 33 Aku Mencintainya Melebihi Segalanya
- Bab 34 Meninggalkan Rumah Keluarga Yan
- Bab 35 Tidak, Jangan Mendekat!
- Bab 36 Hati Yang Teramat Gelisah (1)
- Bab 36 Hati Yang Teramat Gelisah (2)
- Bab 37 Dia Pergi, Aku Juga Pergi! (1)
- Bab 37 Dia Pergi, Aku Juga Pergi! (2)
- Bab 38 Stanley Yang Cinta Mati Kepada Istrinya (1)
- Bab 38 Stanley Yang Cinta Mati Kepada Istrinya (2)
- Bab 39 Jangan Mencari Perhatian Istriku (1)
- Bab 39 Jangan Mencari Perhatian Istriku (2)
- Bab 40 Bertamu Ke Rumah Robin Xiao (1)
- Bab 40 Bertamu Ke Rumah Robin Xiao (2)
- Bab 41 Meraih Bintang Memberikannya Untukmu (1)
- Bab 41 Meraih Bintang Memberikannya Untukmu (2)
- Bab 42 Kamu Bisa-Bisanya Memperlakukanku Seperti Itu! (1)
- Bab 42 Kamu Bisa-Bisanya Memperlakukanku Seperti Itu! (2)
- Bab 43 Mereka Tinggal Bersama Sepanjang Malam (1)
- Bab 43 Mereka Tinggal Bersama Sepanjang Malam (2)
- Bab 44 Kecewa Pada Stanley Yan (1)
- Bab 44 Kecewa Pada Stanley Yan (2)
- Bab 45 Siapa Yang Istrimu? Lepaskan! (1)
- Bab 45 Siapa Yang Istrimu? Lepaskan! (2)
- Bab 46 Aku Tidak Punya Teman Seperti Kamu (1)
- Bab 46 Aku Tidak Punya Teman Seperti Kamu (2)
- Bab 47 Tidakkah Pria, Akan Tahu Jika Sudah Mencoba? (1)
- Bab 47 Tidakkah Pria, Akan Tahu Jika Sudah Mencoba? (2)
- Bab 48 Kemarahan (1)
- Bab 48 Kemarahan (2)
- Bab 49 Konflik Pecah (1)
- Bab 49 Konflik Pecah (2)
- Bab 49 Konflik Pecah (3)
- Bab 50 Suka? Ambil Saja Untukmu! (1)
- Bab 50 Suka? Ambil Saja Untukmu! (2)
- Bab 51 Buku Nikah (1)
- Bab 51 Buku Nikah (2)
- Bab 51 Buku Nikah (3)
- Bab 52 Menjadi seorang ayah! (1)
- Bab 52 Menjadi seorang ayah! (2)
- Bab 52 Menjadi seorang ayah! (3)
- Bab 53 Berada Dalam Berkah Tapi Tidak Merasa Berkah (1)
- Bab 53 Berada Dalam Berkah Tapi Tidak Merasa Berkah (2)
- Bab 53 Berada Dalam Berkah Tapi Tidak Merasa Berkah (3)
- Bab 54 Biarkan dia tidak pernah kembali (1)
- Bab 54 Biarkan dia tidak pernah kembali (2)
- Bab 55 Sakit Perut (1)
- Bab 55 Sakit Perut (2)
- Bab 55 Sakit Perut (3)
- Bab 56 Kepanikan Yang Berlebihan (1)
- Bab 56 Kepanikan Yang Berlebihan (2)
- Bab 57 Siapa Yang Melakukannya? (1)
- Bab 57 Siapa Yang Melakukannya? (2)
- Bab 57 Siapa Yang Melakukannya? (3)
- Bab 58 Rasa Yang Tidak Nyaman (1)
- Bab 58 Rasa Yang Tidak Nyaman (2)
- Bab 58 Rasa Yang Tidak Nyaman (3)
- Bab 59 Aku Tidak Ingin Melihatmu Lagi (1)
- Bab 59 Aku Tidak Ingin Melihatmu Lagi (2)
- Bab 59 Aku Tidak Ingin Melihatmu Lagi (3)
- Bab 60 Serangan Balik Stanley Yan (1)
- Bab 60 Serangan Balik Stanley Yan (2)
- Bab 60 Serangan Balik Stanley Yan (3)
- Bab 60 Serangan Balik Stanley Yan (4)
- Bab 61 Jangan Pernah Berpikir Untuk Meninggalkanku (1)
- Bab 61 Jangan Pernah Berpikir Untuk Meninggalkanku (2)
- Bab 62 Kesalahpahaman Harus Dikatakan Dengan Jelas (1)
- Bab 62 Kesalahpahaman Harus Dikatakan Dengan Jelas (2)
- Bab 63 Problema Diantara Suami Dan Istri (1)
- Bab 63 Problema Diantara Suami Dan Istri (2)
- Bab 64 Putriku? Lucu Sekali! (1)
- Bab 64 Putriku? Lucu Sekali! (2)
- Bab 65 Balasan Yang Pantas (1)
- Bab 65 Balasan Yang Pantas (2)
- Bab 66 Aku Akan Melahirkan (1)
- Bab 66 Aku Akan Melahirkan (2)
- Bab 67 Seorang Tuan Muda Kecil (1)
- Bab 67 Seorang Tuan Muda Kecil (2)
- Bab 68 Bibit Siapa Sebenarnya (1)
- Bab 68 Bibit Siapa Sebenarnya (2)
- Bab 69 Menjadi Abu (1)
- Bab 69 Menjadi Abu (2)
- Bab 70 Tinggalkan Dia (1)
- Bab 70 Tinggalkan Dia (2)
- Bab 71 Bisa Percaya pada Siapa lagi? (1)
- Bab 71 Bisa Percaya pada Siapa lagi? (2)
- Bab 71 Bisa Percaya pada Siapa lagi? (3)
- Bab 72 Kakak, Ibu (1)
- Bab 72 Kakak, Ibu (2)
- Bab 72 Kakak, Ibu (3)
- Bab 73 Ibu, Untukmu (1)
- Bab 73 Ibu, Untukmu (2)
- Bab 74 Menjadi Ibu Untuknya (1)
- Bab 74 Menjadi Ibu Untuknya (2)
- Bab 74 Menjadi Ibu Untuknya (3)
- Bab 75 Cappuccino? Apakah Ini Kebetulan? (1)
- Bab 75 Cappuccino? Apakah Ini Kebetulan? (2)
- Bab 76 Apa Ini Juga Sebuah Kebetulan? (1)
- Bab 76 Apa Ini Juga Sebuah Kebetulan? (2)
- Bab 77 Istriku Benarkah Ini Dirimu? (1)
- Bab 77 Istriku Benarkah Ini Dirimu? (2)
- Bab 78 Kamu Adalah Duniaku (1)
- Bab 78 Kamu Adalah Duniaku (2)
- Bab 79 Stanley Yan Datang Berkunjung (1)
- Bab 79 Stanley Yan Datang Berkunjung (2)
- Bab 80 Dia Seakan Telah Kembali! (1)
- Bab 80 Dia Seakan Telah Kembali! (2)
- Bab 81 Tanda Lahir (1)
- Bab 81 Tanda Lahir (2)
- Bab 82 Apa Yang Akan Kamu Lakukan Padanya? (1)
- Bab 82 Apa Yang Akan Kamu Lakukan Padanya? (2)
- Bab 83 Kebencian Tak Beralasan (1)
- Bab 83 Kebencian Tak Beralasan (2)
- Bab 84 Teman Lama Yang Saling Bertemu Namun Tidak Saling Mengenal (1)
- Bab 84 Teman Lama Yang Saling Bertemu Namun Tidak Saling Mengenal (2)
- Bab 85 Mengkhawatirkannya (1)
- Bab 85 Mengkhawatirkannya (2)
- Bab 86 Mengikuti Permainannya (1)
- Bab 86 Mengikuti Permainannya (2)
- Bab 87 Yesi Mo Adalah Angie Qin, Kalau Begitu Siapa Dia? (1)
- Bab 87 Yesi Mo Adalah Angie Qin, Kalau Begitu Siapa Dia? (2)
- Bab 88 Dia Tidak Memiliki Masa Lalu (1)
- Bab 88 Dia Tidak Memiliki Masa Lalu (2)
- Bab 89 Rahasia Mereka (1)
- Bab 89 Rahasia Mereka (2)
- Bab 90 Yesi Mo, Kamulah Angie Qin Yang Sebenarnya (1)
- Bab 90 Yesi Mo, Kamulah Angie Qin Yang Sebenarnya (2)
- Bab 91 Di Saat Terdesak, Ingatan Masa Lalu Hidup Kembali! (1)
- Bab 91 Di Saat Terdesak, Ingatan Masa Lalu Hidup Kembali! (1)
- Bab 92 Aku Tidak Setuju (1)
- Bab 92 Aku Tidak Setuju (2)
- Bab 93 Menikah Denganku, Dia akan Kulepaskan (1)
- Bab 93 Menikah Denganku, Dia akan Kulepaskan (2)
- Bab 94 Undangan Pernikahan (1)
- Bab 94 Undangan Pernikahan (2)
- Bab 95 Sudah Terlambat untuk Menyesalinya (1)
- Bab 95 Sudah Terlambat untuk Menyesalinya (2)
- Bab 96 Selalu Akan Ada Pertemuan Kembali Setelah Perpisahan (1)
- Bab 96 Selalu Akan Ada Pertemuan Kembali Setelah Perpisahan (2)
- Bab 97 Nenek Luar Kakek Luar Bukan Orang Lain (1)
- Bab 97 Nenek Luar Kakek Luar Bukan Orang Lain (2)
- Bab 98 Susah Dikatakan (1)
- Bab 98 Susah Dikatakan (2)
- Bab 99 Istri, Aku Yang Dibohongimu Sangat Menderita (1)
- Bab 99 Istri, Aku Yang Dibohongimu Sangat Menderita (2)
- Bab 100 Rico Mu, Kamu Pantas Mati (1)
- Bab 100 Rico Mu, Kamu Pantas Mati (2)
- Bab 101 Pertukaran Identitas, Mengorbankan Diri Untuk Orang Lain (1)
- Bab 101 Pertukaran Identitas, Mengorbankan Diri Untuk Orang Lain (2)
- Bab 102 Satu Keluarga Berkumpul (1)
- Bab 102 Satu Keluarga Berkumpul (2)
- Bab 103 Rico Mu Datang Mencari (1)
- Bab 103 Rico Mu Datang Mencari (2)
- Bab 104 Kesempatan Yang Diambil Sia-sia (1)
- Bab 104 Kesempatan Yang Diambil Sia-sia (2)
- Bab 105 Dijebak (1)
- Bab 105 Dijebak (2)
- Bab 106 Terbongkar (1)
- Bab 106 Terbongkar (2)
- Bab 107 Pertarungan Dua Wanita (1)
- Bab 107 Pertarungan Dua Wanita (2)
- Bab 108 Undangan Dengan Niat Buruk (1)
- Bab 108 Undangan Dengan Niat Buruk (2)
- Bab 109 Yang Lebih Peduli, Lebih Menderita (1)
- Bab 109 Yang Lebih Peduli, Lebih Menderita (2)
- Bab 110 Dia Bisa Menyerah? (1)
- Bab 110 Dia Bisa Menyerah? (2)
- Bab 111 Tidak Bisa Tersingkir (1)
- Bab 111 Tidak Bisa Tersingkir (2)
- Bab 112 Cengkeraman Dia (1)
- Bab 112 Cengkeraman Dia (2)
- Bab 113 Kamu Barang Palsu Ini (1)
- Bab 113 Kamu Barang Palsu Ini (2)
- Bab 114 Siapa yang Mengancam Siapa? (1)
- Bab 114 Siapa yang Mengancam Siapa? (2)
- Bab 115 Selesai Sudah (1)
- Bab 115 Selesai Sudah (2)
- Bab 116 Berita Kematian (1)
- Bab 116 Berita Kematian (2)
- Bab 117 Kebetulan? Siapa Percaya (1)
- Bab 117 Kebetulan? Siapa Percaya (2)
- Bab 118 Tunggu Sebentar (1)
- Bab 118 Tunggu Sebentar (2)
- Bab 119 Salah Sendiri (1)
- Bab 119 Salah Sendiri (2)
- Bab 120 Tidak Ada Hal Buruk yang Terjadi sejak Perpisahan (1)
- Bab 120 Tidak Ada Hal Buruk yang Terjadi sejak Perpisahan (2)
- Bab 121 Pendatang Yang Buruk (1)
- Bab 121 Pendatang Yang Buruk (2)
- Bab 122 Ini Hanya Permulaan (1)
- Bab 122 Ini Hanya Permulaan (2)
- Bab 122 Ini Hanya Permulaan (3)
- Bab 123 Memikat Musuh Keluar Dari Markas (1)
- Bab 123 Memikat Musuh Keluar Dari Markas (2)
- Bab 123 Memikat Musuh Keluar Dari Markas (3)
- Bab 124 Bencana Stanley Yan (1)
- Bab 124 Bencana Stanley Yan (2)
- Bab 124 Bencana Stanley Yan (3)
- Bab 125 Keputusan Yesi Mo (1)
- Bab 125 Keputusan Yesi Mo (2)
- Bab 125 Keputusan Yesi Mo (3)
- Bab 126 Tertangkap Basah (1)
- Bab 126 Tertangkap Basah (2)
- Bab 126 Tertangkap Basah (3)
- Bab 127 Kenyataan sangat Kejam (1)
- Bab 127 Kenyataan sangat Kejam (1)
- Bab 127 Kenyataan sangat Kejam (3)
- Bab 128 Kebaikan yang Tak Terlupakan (1)
- Bab 128 Kebaikan yang Tak Terlupakan (2)
- Bab 128 Kebaikan yang Tak Terlupakan (3)
- Bab 129 Roh Gentayangan di Kolam (1)
- Bab 129 Roh Gentayangan di Kolam (2)
- Bab 129 Roh Gentayangan di Kolam (3)
- Bab 130 Melewati Batas (1)
- Bab 130 Melewati Batas (2)
- Bab 130 Melewati Batas (3)
- Bab 131 Membalas Peach Dengan Plum (1)
- Bab 131 Membalas Peach Dengan Plum (2)
- Bab 131 Membalas Peach Dengan Plum (3)
- Bab 132 Orang Yang Terdesak Akan Melakukan Apapun (1)
- Bab 132 Orang Yang Terdesak Akan Melakukan Apapun (2)
- Bab 132 Orang Yang Terdesak Akan Melakukan Apapun (3)
- Bab 133 Setiap Rencana Jahat (1)
- Bab 133 Setiap Rencana Jahat (2)
- Bab 134 Menginginkan Uang Dan Lebih Menginginkan Nyawa (1)
- Bab 134 Menginginkan Uang Dan Lebih Menginginkan Nyawa (2)
- Bab 134 Menginginkan Uang Dan Lebih Menginginkan Nyawa (3)
- Bab 135 Harga Sebuah Keserakahan (1)
- Bab 135 Harga Sebuah Keserakahan (2)
- Bab 135 Harga Sebuah Keserakahan (3)
- Bab 136 Benar, Memang Sedang Mempermainkannya (1)
- Bab 136 Benar, Memang Sedang Mempermainkannya (2)
- Bab 136 Benar, Memang Sedang Mempermainkannya (3)
- Bab 137 Sebuah Tamparan Untuknya (1)
- Bab 137 Sebuah Tamparan Untuknya (2)
- Bab 137 Sebuah Tamparan Untuknya (3)
- Bab 138 Kabar dari Stanley Yan (1)
- Bab 138 Kabar dari Stanley Yan (2)
- Bab 138 Kabar dari Stanley Yan (3)
- Bab 139 Dia Ternyata sudah melamarnya (1)
- Bab 139 Dia Ternyata sudah melamarnya (2)
- Bab 139 Dia Ternyata sudah melamarnya (3)
- Bab 140 Berubah Pikiran (1)
- Bab 140 Berubah Pikiran (2)
- Bab 140 Berubah Pikiran (3)
- Bab 141 Itu Adalah Dia! (1)
- Bab 141 Itu Adalah Dia! (1)
- Bab 141 Itu Adalah Dia! (3)
- Bab 142 Tidak Peduli Akan Apapun Juga Untuk Melindunginya (1)
- Bab 142 Tidak Peduli Akan Apapun Juga Untuk Melindunginya (2)
- Bab 142 Tidak Peduli Akan Apapun Juga Untuk Melindunginya (3)
- Bab 143 Tidak Sabar (1)
- Bab 143 Tidak Sabar (2)
- Bab 143 Tidak Sabar (3)
- Bab 144 Tidak Bisa Menghindar dari Musuh (1)
- Bab 144 Tidak Bisa Menghindar dari Musuh (2)
- Bab 145 Di Bawah Atap yang Sama (1)
- Bab 145 Di Bawah Atap yang Sama (2)
- Bab 145 Di Bawah Atap yang Sama (3)
- Bab 146 Stanley Miliknya (1)
- Bab 146 Stanley Miliknya (2)
- Bab 146 Stanley Miliknya (3)
- Bab 147 Membicarakan Tentang Felix (1)
- Bab 147 Membicarakan Tentang Felix (2)
- Bab 147 Membicarakan Tentang Felix (3)
- Bab 148 Retribusi (1)
- Bab 148 Retribusi (2)
- Bab 148 Retribusi (3)
- Bab 149 Kejam (1)
- Bab 149 Kejam (2)
- Bab 149 Kejam (3)
- Bab 150 Menikah! Mana Mungkin? (1)
- Bab 150 Menikah! Mana Mungkin? (2)
- Bab 150 Menikah! Mana Mungkin? (3)
- Bab 151 Bagaimana Mungkin Ia Tega Mengkhianati Keluarga Ini? (1)
- Bab 151 Bagaimana Mungkin Ia Tega Mengkhianati Keluarga Ini? (2)
- Bab 151 Bagaimana Mungkin Ia Tega Mengkhianati Keluarga Ini? (3)
- Bab 152 Siapa Yang Bisa Memahami Rasa Sakitnya? (1)
- Bab 152 Siapa Yang Bisa Memahami Rasa Sakitnya? (2)
- Bab 152 Siapa Yang Bisa Memahami Rasa Sakitnya? (3)
- Bab 153 Semua Lancar (1)
- Bab 153 Semua Lancar (2)
- Bab 153 Semua Lancar (3)
- Bab 154 Gali Lubang, Tutup Lubang (1)
- Bab 154 Gali Lubang, Tutup Lubang (2)
- Bab 154 Gali Lubang, Tutup Lubang (3)
- Bab 155 Jebakan Andrew Ling (1)
- Bab 155 Jebakan Andrew Ling (2)
- Bab 155 Jebakan Andrew Ling (3)
- Bab 156 Ia Pernah Menyelamatkanku (1)
- Bab 156 Ia Pernah Menyelamatkanku (2)
- Bab 157 Melindunginya (1)
- Bab 157 Melindunginya (2)
- Bab 158 Berkah Setelah Kemalangan Untuk Stanley Yan (1)
- Bab 158 Berkah Setelah Kemalangan Untuk Stanley Yan (2)
- Bab 159 Tunggu Aku Kembali (1)
- Bab 159 Tunggu Aku Kembali (2)
- Bab 160 Di Luar Kendali (1)
- Bab 160 Di Luar Kendali (2)
- Bab 161 Percakapan Intim Semalam, Hanya Sekejap Saja
- Bab 162 Percakapan Intim Semalam, Hanya Sekejap Saja (2)
- Bab 163 Ada Aku di Sini/ Percakapan Intim Semalam, Hanya Sekejap Saja (2)
- Bab 164 Percakapan Intim Semalam, Hanya Sekejap Saja (3)
- Bab 165 Percakapan Intim Semalam, Hanya Sekejap Saja
- Bab 166 Rencana yang Telah Gagal
- Bab 167 Jangan Tinggalkan Aku/ Ucapan Cinta Semalam Berubah Menjadi Akhir Dunia
- Bab 168 Pengurus Rumah
- Bab 169 Bebas
- Bab 170 Mengapa Mereka Juga Datang?
- Bab 171 Ia Selalu Disini
- Bab 172 Kamu Tidak Bisa Membohongiku
- Bab 173 Apa Aku Melakukan Kesalahan?
- Bab 174 Kesalahan Yang Jelas
- Bab 175 Tunggu Aku
- Bab 176 Akhir Yang Luar Biasa (Awal)
- Bab 177 Akhir Yang Luar Biasa (Tengah)
- Bab 178 Akhir Yang Luar Biasa (Akhir)