Unlimited Love - Bab 135 Harga Sebuah Keserakahan (1)
Yesi Mo bukannya tidak terpikir untuk menyelamatkan diri sendiri, ia juga bukannya tidak terpikir untuk bernegosiasi dengan para penculik.
Awalnya ia masih berpikir bahwa para penculik ini akan nekat, demi uang mereka akan melakukan segalanya. Bahkan walaupun ia sampai harus mengorbankan segalanya, ia harus bisa tetap mendapatkan secercah harapan hidup. Ia harus bisa mendapatkan kesempatan bagi Didi untuk terus hidup.
Akan tetapi, penculik itu sama sekali tidak memberikan Yesi Mo kesempatan untuk bicara. Mereka terus menyumpal mulutnya dengan kain.
Yesi Mo menguras tenaganya untuk meronta demi menarik perhatian para penculik, supaya mereka mau melepaskan kain yang ada di mulutnya dan memberikannya kesempatan untuk bicara.
Tapi hasil yang ia dapatkan malah tinju dan tendangan dari para penculik. Mereka tidak butuh kata-kata darinya, yang mereka mau adalah ia diam-diam patuh menunggu kematiannya sendiri.
Yesi Mo tidak tahu sudah keberapa kalinya ia mencoba untuk menarik perhatian para penculik, bahkan sampai-sampai ia tidak dapat mengingat bagian tubuhnya yang mana yang masih baik-baik saja dan tidak sakit.
Respon Yesi Mo di mata para penculik adalah seperti orang tenggelam yang sedang meronta tidak berarti untuk terakhir kalinya. Sama sekali tidak ada simpati di mata mereka, yang ada hanya tatapan dingin dan tidak sabar.
Setelah serentetan tinju dan tendangan yang dilontarkan, Yesi Mo akhirnya pingsan. Wajah Didi yang sedari awal sudah dipenuhi air mata pun menjadi ketakutan, dengan gemetaran ia bersandar pada tubuh Yesi Mo. Dari mulutnya terdengar gumaman yang tidak jelas dengan suara yang berteriak.
” “Berisik sekali, tutup mulutmu. Kalau kamu berani menangis lagi, percaya atau tidak, sekarang juga aku akan membunuhmu, kelinci kecil!”
Si botak kebetulan saat ini sedang marah karena kalah dalam permainan yang mempertaruhkan uangnya. Dengan kesal ia berjalan menghampiri Didi, kemudian memainkan pisau itu tepat di depan matanya seolah ia akan menyayat kulit Didi. Tatapan matanya yang bengis menatap tubuh Didi yang gemetar hebat, seperti saringan yang dikoyak.
Tapi, Didi hanyalah seorang anak kecil. Sedari awal, keberaniannya sudah hancur karena ketakutan. Ia sama sekali titdak bisa mengontrol air matanya yang mengalir.
Si botak sangat marah sehingga dalam sekali gerakan, ia mencengkeram kerah baju Didi untuk memperingatkannya. Belati di tangannya dengan kasar ia arahkan ke leher Didi untuk menyayatnya.
Saat darah Didi yang di depan matanya akan segera tertumpah, sebuah nyawa dari anak kecil akan segera meninggalkan dunia yang indah, tetua yang sedari tadi mengasah kukunya dengan santai itu tiba-tiba menjatuhkan belati di tangannya dan berujar, “Botak, mau apa kamu.”
“Tentu saja mau membunuh kelinci kecil ini, memangnya apalagi?” Gerakan belati di tangan si botak pun terhenti sejenak, ia lalu kembali berujar dengan santai, “Si kecil ini terus menangis meraung-raung sedari tadi, ia benar-benar terlihat sedih. Sedangkan aku, sia tua yang akan menyakitinya ini terus-terusan kalah uang semalaman ini. Jika aku tidak membunuhnya, hatiku tidak akan merasa tenang. Tetua, kamu istirahatlah sejenak. Aku akan dengan cepat membereskannya.”
Raut wajah tetua yang melihat si botak di depan matanya akan kembali bergerak pun mengelam, “Tunggu.”
“Tetua, ada apa lagi?”
“Kemarilah, biar kuberitahu.”
Saat si botak melihat ke arahnya, wajah tetua itu dipenuhi senyuman dan melambaikan tangan padanya. Si botak kemudian melemparkan Didi ke lantai dan menghampiri si tetua sambil tersenyum terkekeh. Ia lalu bertanya dengan suara rendah, “Ada apa, tetua?”
“Mendekatlah lagi sedikit, kenapa begitu menjauh dariku?”
Melihat si tetua yang tidak terlalu senang, si botak segera memberanikan diri untuk maju beberapa langkah. Yang menunggunya bukanlah tetua yang akan bicara padanya, melainkan tamparan tetua yang kuat hingga berdenging di telinganya.
Tenaga yang menyertai tamparan itu begitu kuat sampai-sampai si botak hampir saja terhempas ke tanah. Si botak kemudian menyeimbangkan tubuhnya kembali sambil menutup wajahnya dan menatap si tetua dengan tatapan menyalahkan, “Kenapa menamparku!”
“Tamparan ini hanya pukulan ringan saja. Sudah lupakah kamu apa yang kukatakan sebelumnya? Apakah kamu ingin membiarkan saudara-saudaramu ini rugi milyaran sia-sia?” Si tetua menatap si botak dengan raut dingin, raut wajahnya sangat kelam seolah-olah akan meneteskan air.
“Tidak, bukan begitu, aku hanya...”
Si botak menundukkan kepalanya dan hendak menjelaskan, namun si tetua sontak mengibaskan tangannya dan dengan nada dingin berujar, “Cukup, aku tidak ingin mendengar basa-basimu. Menyingkirlah ke pojokan. Kalau kamu masih berani mendekat dan menghambat jalan kekayaan saudara-saudaramu, kamu tahu sendiri akibatnya.”
Baru saja si tetua selesai berujar, hati si botak tiba-tiba merasa takut karena menyadari orang lain sedang menatapnya dengan dingin. Tiga orang yang dipanggil saudara yang berusan bermain kartu bersamanya secara tidak sadar menggenggam pisau belati yang ada diatas sofa.
Hal yang paling tabu bagi mereka adalah menghalangi jalan kekayaan. Kalau menjumpai masalah seperti ini, sangat besar kemungkinannya saudara kandung sekalipun akan saling menghunus pedang. Jadi tidak perlu dijelaskan bagaimana kondisinya dengan mereka, para pelaku yang berjalan bersama sesaat hanya demi uang.
Dengan bayaran yang begitu besar, jika dikurangi jatah satu orang, setiap orang bisa mendapatkan uang yang lebih banyak, bukan?
Kalau bukan karena si tetua yang menahan, mereka sudah tidak sabar untuk membunuh si botak sekarang juga.
“Saudara-saudaraku, jangan gegabah. Aku tidak bermaksud seperti itu, ayo kita lanjutkan bermain kartu.” Si botak tersenyum kikuk dan melempar belati yang ada di tangannya, lalu duduk kembali.
Akan tetapi, beberapa pria yang ada di sampingnya tidak melepaskan belati yang mereka genggam. Si botak yang takut tersenyum bodoh menatap mereka. Ia memaki dirinya sendiri yang bertindak sembarangan dalam hati, tidak ia sangka hampir saja timbul malapetaka.
“Sudahlah, semua adalah saudara senasib. Masalah ini sampai disini saja. Tapi kuberitahu lebih dulu, siapapun yang berani bertindak sembarangan tanpa perintah dariku maka konsekuensinya silakan dipertimbangkan sendiri.”
Sepuluh menit kemudian, ponsel si codet yang ada di sebelah si tetua berdering. Setelah menerima panggilannya, si codet berujar, “Tetua, monyet kurus barusan menelepon. Katanya orang bermarga Yan sudah datang, ia sedang naik ke atas.”
“Ia datang seorang diri?” Si tetua mengernyitkan dahinya. Kalau ternyata bukan Stanley Yan, maka yang bisa ia lakukan hanya menyuruh orang untuk menghabisi Yesi Mo dan Didi, lalu ia sendiri kabur.
“Benar, hanya ia seorang. Monyet kurus terus mengawasinya.”
“Bagus, tepat sekali kedatangannya. Ayo kalian berberes, kita siap-siap bekerja.” Melihat beberapa orang yang sedang bermain kartu itu bangkit berdiri dan menggenggam belati, si tetua menjadi sedikit tidak tenang. Ia berkata pada si codet, “Codet, telepon si monyet kurus dan suruh ia untuk mengawasi pria itu lekat-lekat. Ada apapun yang terjadi harus segera lapor.”
“Baiklah, sekarang juga aku akan meneleponnya.”
Stanley Yan mengetuk pintu. Begitu ia masuk, hal pertama yang tertangkap matanya adalah Yesi Mo yang pingsan terbaring di tanah dan Didi yang sangat ketakutan dan berderai air mata. Amarah langsung menyerangnya sampai ke langit-langit, ia sangat ingin membunuh orang-orang brengsek di hadapannya ini saking marahnya.
“Ternyata kamu bisa menemukan tempat ini, benar-benar tidak mudah. Aku sunguh penasaran, bagaimana kamu bisa menemukan tempat ini?” Si tetua tersenyum dan berjalan ke hadapan Stanley Yan. Ia bicara sambil menatap dan menilai pria itu.
Stanley Yan balas menatapnya sekilas dengan tanpa ekspresi, “Ini bukan hal yang perlu kamu pikirkan. Uang yang kalian inginkan sudah kuberikan, kalian juga setuju untuk melepaskan sandera. Kenapa sampai sekarang masih belum melepaskan mereka?”
“Tentu saja kami akan melepaskan sanderanya.” Si tetua tertawa, “Jangan khawatir, sekarang juga aku akan menyuruh mereka untuk melepaskan istri dan anakmu. Kenapa masih bengong? Lepaskan mereka.”
Selesai bicara, si tetua memberikan isyarat pada kedua orang pria yang mengenakan celana tentara yang berdiri di sebelah Yesi Mo dan Didi.
Dalam sekali gerak, mereka langsung mengangkat Yesi Mo dan Didi. Belati yang ada di genggaman mereka langsung dihunuskan ke bawah leher kedua orang itu, sudut bibir mereka menyunggingkan senyum bengis.
“Tunggu, apa yang hendak kalian lakukan?” Hati Stanley Yan serasa tenggelam. Raut wajahnya langsung berubah, tanpa disadari suaranya meninggi.
“Tentu saja menyerahkan mereka padamu.” Si tetua tersenyum manis menatap Stanley Yan, matanya dipenuhi kekejaman.
“Kata-kata kalian tidak bisa dipercaya.” Stanley Yan mengepalkan tangannya erat-erat dan membuka mulutnya lebar-lebar untuk mengambil napas.
“Kata-kataku tidak bisa dipercaya? Kata-katamu ini salah, kami ini para brengsek yang bertemu di jalan dan yang paling bisa dipegang adalah kepercayaan. Karena aku sudah berjanji akan melepaskan mereka padamu, tentu saja aku akan melakukannya. Tapi, aku tidak pernah berjanji padamu kalau aku akan menyerahkan mereka hidup-hidup padamu, bukankah begitu? Tenang saja, ini sangat cepat, sebentar lagi selesai.”
Selesai bicara, si tetua kembali memberikan isyarat mata sebelum disela oleh Stanley Yan. “Tunggu, asalkan kalian tidak menyakiti mereka, akan kuberikan berapapun uang yang kalian inginkan.”
Kedua pria itu tertegun sejenak, lalu memberikan isyarat mata pada si tetua. Orang seperti mereka ini tentu saja tidak akan melepaskan nominal uang yang besar.
Si codet dan si botak berjalan ke hadapan si tetua dan berbisik, “Tetua, sia-sia kalau kita tidak mengambil uang ini.”
“Aku punya perhitungan sendiri.” Si tetua mengerti maksud mereka lalu mengangguk. Ia menyuruh kedua pria yang mengangkat Yesi Mo dan Didi untuk melepaskan tangan mereka dan memberikan isyarat pada mereka untuk menunggu sebentar. Setelah itu, ia baru memalingkan kepalanya menghadap Stanley Yan. “Tidak dapat dipungkiri, kamu memang punya otak. Selama hidupku ini aku selalu berani melakukan semuanya, mulai dari membunuh orang hingga membakar. Hanya satu hal yang tidak kulakukan, yaitu membiarkan uang terlewatkan.”
Mendengar perkataannya, Stanley Yan menghela napas lalu mengangguk, “Berapa yang kalian inginkan?”
“Kita lihat berapa banyak yang mampu kamu beri. Kalau bisa membuat para saudaraku ini puas, bukannya tidak mungkin tidak mengampuni nyawa mereka. Tentu saja, harus kuingatkan dari awal bahwa kami harus bisa mendapatkan uangnya dengan mulus. Kalau tidak...”
“20 milyar.” Stanley Yan mengutarakan sebuah nominal. Si tetua menjulurkan jari tangannya dan menggelengkannya di hadapan Stanley Yan, lalu tertawa menghina, “20 milyar? Apakah kamu sedang bicara dengan pengemis? Apakah di matamu nyawa mereka hanya setara dengan uang sesedikit itu? Aku mau sejumlah ini.”
Novel Terkait
Predestined
CarlyLove In Sunset
ElinaKamu Baik Banget
Jeselin VelaniMore Than Words
HannyWahai Hati
JavAliusMy Perfect Lady
AliciaMilyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu
Milea AnastasiaUnlimited Love×
- Bab 1 Pernikahan
- Bab 2 Dinikahi Orang Tolol Juga Bukan Hal yang Buruk
- Bab 3 Dia Telah Membohongi Semua Orang
- Bab 4 Merasakan Kelembutannya
- Bab 5 Teh Penghormatan Dari Menantu
- Bab 6 Tamu Tak Diundang
- Bab 7 Istri, Aku Datang Melindungimu!
- Bab 8 Dengan Kelembutanmu, Hangatkan Hatiku
- Bab 9 Apakah Karena Cinta?
- Bab 10 Pemilik Cheongsam Sesungguhnya
- Bab 11 Semua Penuh Jebakan
- Bab 12 Menjenguk Katty Yun
- Bab 13 Katty Yun Mengakui Kesalahan
- Bab 14 Aku Masih Belum Siap
- Bab 15 Karena Cinta
- Bab 16 Membawa Masalah Pada Diri Sendiri
- Bab 17 Sebenarnya Apa Itu Kebenaran?
- Bab 18 Kemarahan Stanley Yan
- Bab 19 Menghinanya Karena Dia Bodoh?
- Bab 20 Menerima Hukuman
- Bab 21 Apakah Aku Memaksamu?
- Bab 22 Gawat, Sungguh Memalukan
- Bab 23 Robin Xiao Datang Berkunjung
- Bab 24 Tidak Ada Rahasia Di Hadapannya
- Bab 25 Tidak Dapat Menghindarinya
- Bab 26 Dia Sudah Gila
- Bab 27 Siapapun Tidak Boleh Menyentuh Wanitaku!
- Bab 28 Supnya Bermasalah
- Bab 29 Untuk Apa Dia Datang?
- Bab 30 Stanley Yan, kamu itu koruptor!
- Bab 31 Temani Aku Semalam Maka Dianggap Selesai
- Bab 32 Permusuhan
- Bab 33 Aku Mencintainya Melebihi Segalanya
- Bab 34 Meninggalkan Rumah Keluarga Yan
- Bab 35 Tidak, Jangan Mendekat!
- Bab 36 Hati Yang Teramat Gelisah (1)
- Bab 36 Hati Yang Teramat Gelisah (2)
- Bab 37 Dia Pergi, Aku Juga Pergi! (1)
- Bab 37 Dia Pergi, Aku Juga Pergi! (2)
- Bab 38 Stanley Yang Cinta Mati Kepada Istrinya (1)
- Bab 38 Stanley Yang Cinta Mati Kepada Istrinya (2)
- Bab 39 Jangan Mencari Perhatian Istriku (1)
- Bab 39 Jangan Mencari Perhatian Istriku (2)
- Bab 40 Bertamu Ke Rumah Robin Xiao (1)
- Bab 40 Bertamu Ke Rumah Robin Xiao (2)
- Bab 41 Meraih Bintang Memberikannya Untukmu (1)
- Bab 41 Meraih Bintang Memberikannya Untukmu (2)
- Bab 42 Kamu Bisa-Bisanya Memperlakukanku Seperti Itu! (1)
- Bab 42 Kamu Bisa-Bisanya Memperlakukanku Seperti Itu! (2)
- Bab 43 Mereka Tinggal Bersama Sepanjang Malam (1)
- Bab 43 Mereka Tinggal Bersama Sepanjang Malam (2)
- Bab 44 Kecewa Pada Stanley Yan (1)
- Bab 44 Kecewa Pada Stanley Yan (2)
- Bab 45 Siapa Yang Istrimu? Lepaskan! (1)
- Bab 45 Siapa Yang Istrimu? Lepaskan! (2)
- Bab 46 Aku Tidak Punya Teman Seperti Kamu (1)
- Bab 46 Aku Tidak Punya Teman Seperti Kamu (2)
- Bab 47 Tidakkah Pria, Akan Tahu Jika Sudah Mencoba? (1)
- Bab 47 Tidakkah Pria, Akan Tahu Jika Sudah Mencoba? (2)
- Bab 48 Kemarahan (1)
- Bab 48 Kemarahan (2)
- Bab 49 Konflik Pecah (1)
- Bab 49 Konflik Pecah (2)
- Bab 49 Konflik Pecah (3)
- Bab 50 Suka? Ambil Saja Untukmu! (1)
- Bab 50 Suka? Ambil Saja Untukmu! (2)
- Bab 51 Buku Nikah (1)
- Bab 51 Buku Nikah (2)
- Bab 51 Buku Nikah (3)
- Bab 52 Menjadi seorang ayah! (1)
- Bab 52 Menjadi seorang ayah! (2)
- Bab 52 Menjadi seorang ayah! (3)
- Bab 53 Berada Dalam Berkah Tapi Tidak Merasa Berkah (1)
- Bab 53 Berada Dalam Berkah Tapi Tidak Merasa Berkah (2)
- Bab 53 Berada Dalam Berkah Tapi Tidak Merasa Berkah (3)
- Bab 54 Biarkan dia tidak pernah kembali (1)
- Bab 54 Biarkan dia tidak pernah kembali (2)
- Bab 55 Sakit Perut (1)
- Bab 55 Sakit Perut (2)
- Bab 55 Sakit Perut (3)
- Bab 56 Kepanikan Yang Berlebihan (1)
- Bab 56 Kepanikan Yang Berlebihan (2)
- Bab 57 Siapa Yang Melakukannya? (1)
- Bab 57 Siapa Yang Melakukannya? (2)
- Bab 57 Siapa Yang Melakukannya? (3)
- Bab 58 Rasa Yang Tidak Nyaman (1)
- Bab 58 Rasa Yang Tidak Nyaman (2)
- Bab 58 Rasa Yang Tidak Nyaman (3)
- Bab 59 Aku Tidak Ingin Melihatmu Lagi (1)
- Bab 59 Aku Tidak Ingin Melihatmu Lagi (2)
- Bab 59 Aku Tidak Ingin Melihatmu Lagi (3)
- Bab 60 Serangan Balik Stanley Yan (1)
- Bab 60 Serangan Balik Stanley Yan (2)
- Bab 60 Serangan Balik Stanley Yan (3)
- Bab 60 Serangan Balik Stanley Yan (4)
- Bab 61 Jangan Pernah Berpikir Untuk Meninggalkanku (1)
- Bab 61 Jangan Pernah Berpikir Untuk Meninggalkanku (2)
- Bab 62 Kesalahpahaman Harus Dikatakan Dengan Jelas (1)
- Bab 62 Kesalahpahaman Harus Dikatakan Dengan Jelas (2)
- Bab 63 Problema Diantara Suami Dan Istri (1)
- Bab 63 Problema Diantara Suami Dan Istri (2)
- Bab 64 Putriku? Lucu Sekali! (1)
- Bab 64 Putriku? Lucu Sekali! (2)
- Bab 65 Balasan Yang Pantas (1)
- Bab 65 Balasan Yang Pantas (2)
- Bab 66 Aku Akan Melahirkan (1)
- Bab 66 Aku Akan Melahirkan (2)
- Bab 67 Seorang Tuan Muda Kecil (1)
- Bab 67 Seorang Tuan Muda Kecil (2)
- Bab 68 Bibit Siapa Sebenarnya (1)
- Bab 68 Bibit Siapa Sebenarnya (2)
- Bab 69 Menjadi Abu (1)
- Bab 69 Menjadi Abu (2)
- Bab 70 Tinggalkan Dia (1)
- Bab 70 Tinggalkan Dia (2)
- Bab 71 Bisa Percaya pada Siapa lagi? (1)
- Bab 71 Bisa Percaya pada Siapa lagi? (2)
- Bab 71 Bisa Percaya pada Siapa lagi? (3)
- Bab 72 Kakak, Ibu (1)
- Bab 72 Kakak, Ibu (2)
- Bab 72 Kakak, Ibu (3)
- Bab 73 Ibu, Untukmu (1)
- Bab 73 Ibu, Untukmu (2)
- Bab 74 Menjadi Ibu Untuknya (1)
- Bab 74 Menjadi Ibu Untuknya (2)
- Bab 74 Menjadi Ibu Untuknya (3)
- Bab 75 Cappuccino? Apakah Ini Kebetulan? (1)
- Bab 75 Cappuccino? Apakah Ini Kebetulan? (2)
- Bab 76 Apa Ini Juga Sebuah Kebetulan? (1)
- Bab 76 Apa Ini Juga Sebuah Kebetulan? (2)
- Bab 77 Istriku Benarkah Ini Dirimu? (1)
- Bab 77 Istriku Benarkah Ini Dirimu? (2)
- Bab 78 Kamu Adalah Duniaku (1)
- Bab 78 Kamu Adalah Duniaku (2)
- Bab 79 Stanley Yan Datang Berkunjung (1)
- Bab 79 Stanley Yan Datang Berkunjung (2)
- Bab 80 Dia Seakan Telah Kembali! (1)
- Bab 80 Dia Seakan Telah Kembali! (2)
- Bab 81 Tanda Lahir (1)
- Bab 81 Tanda Lahir (2)
- Bab 82 Apa Yang Akan Kamu Lakukan Padanya? (1)
- Bab 82 Apa Yang Akan Kamu Lakukan Padanya? (2)
- Bab 83 Kebencian Tak Beralasan (1)
- Bab 83 Kebencian Tak Beralasan (2)
- Bab 84 Teman Lama Yang Saling Bertemu Namun Tidak Saling Mengenal (1)
- Bab 84 Teman Lama Yang Saling Bertemu Namun Tidak Saling Mengenal (2)
- Bab 85 Mengkhawatirkannya (1)
- Bab 85 Mengkhawatirkannya (2)
- Bab 86 Mengikuti Permainannya (1)
- Bab 86 Mengikuti Permainannya (2)
- Bab 87 Yesi Mo Adalah Angie Qin, Kalau Begitu Siapa Dia? (1)
- Bab 87 Yesi Mo Adalah Angie Qin, Kalau Begitu Siapa Dia? (2)
- Bab 88 Dia Tidak Memiliki Masa Lalu (1)
- Bab 88 Dia Tidak Memiliki Masa Lalu (2)
- Bab 89 Rahasia Mereka (1)
- Bab 89 Rahasia Mereka (2)
- Bab 90 Yesi Mo, Kamulah Angie Qin Yang Sebenarnya (1)
- Bab 90 Yesi Mo, Kamulah Angie Qin Yang Sebenarnya (2)
- Bab 91 Di Saat Terdesak, Ingatan Masa Lalu Hidup Kembali! (1)
- Bab 91 Di Saat Terdesak, Ingatan Masa Lalu Hidup Kembali! (1)
- Bab 92 Aku Tidak Setuju (1)
- Bab 92 Aku Tidak Setuju (2)
- Bab 93 Menikah Denganku, Dia akan Kulepaskan (1)
- Bab 93 Menikah Denganku, Dia akan Kulepaskan (2)
- Bab 94 Undangan Pernikahan (1)
- Bab 94 Undangan Pernikahan (2)
- Bab 95 Sudah Terlambat untuk Menyesalinya (1)
- Bab 95 Sudah Terlambat untuk Menyesalinya (2)
- Bab 96 Selalu Akan Ada Pertemuan Kembali Setelah Perpisahan (1)
- Bab 96 Selalu Akan Ada Pertemuan Kembali Setelah Perpisahan (2)
- Bab 97 Nenek Luar Kakek Luar Bukan Orang Lain (1)
- Bab 97 Nenek Luar Kakek Luar Bukan Orang Lain (2)
- Bab 98 Susah Dikatakan (1)
- Bab 98 Susah Dikatakan (2)
- Bab 99 Istri, Aku Yang Dibohongimu Sangat Menderita (1)
- Bab 99 Istri, Aku Yang Dibohongimu Sangat Menderita (2)
- Bab 100 Rico Mu, Kamu Pantas Mati (1)
- Bab 100 Rico Mu, Kamu Pantas Mati (2)
- Bab 101 Pertukaran Identitas, Mengorbankan Diri Untuk Orang Lain (1)
- Bab 101 Pertukaran Identitas, Mengorbankan Diri Untuk Orang Lain (2)
- Bab 102 Satu Keluarga Berkumpul (1)
- Bab 102 Satu Keluarga Berkumpul (2)
- Bab 103 Rico Mu Datang Mencari (1)
- Bab 103 Rico Mu Datang Mencari (2)
- Bab 104 Kesempatan Yang Diambil Sia-sia (1)
- Bab 104 Kesempatan Yang Diambil Sia-sia (2)
- Bab 105 Dijebak (1)
- Bab 105 Dijebak (2)
- Bab 106 Terbongkar (1)
- Bab 106 Terbongkar (2)
- Bab 107 Pertarungan Dua Wanita (1)
- Bab 107 Pertarungan Dua Wanita (2)
- Bab 108 Undangan Dengan Niat Buruk (1)
- Bab 108 Undangan Dengan Niat Buruk (2)
- Bab 109 Yang Lebih Peduli, Lebih Menderita (1)
- Bab 109 Yang Lebih Peduli, Lebih Menderita (2)
- Bab 110 Dia Bisa Menyerah? (1)
- Bab 110 Dia Bisa Menyerah? (2)
- Bab 111 Tidak Bisa Tersingkir (1)
- Bab 111 Tidak Bisa Tersingkir (2)
- Bab 112 Cengkeraman Dia (1)
- Bab 112 Cengkeraman Dia (2)
- Bab 113 Kamu Barang Palsu Ini (1)
- Bab 113 Kamu Barang Palsu Ini (2)
- Bab 114 Siapa yang Mengancam Siapa? (1)
- Bab 114 Siapa yang Mengancam Siapa? (2)
- Bab 115 Selesai Sudah (1)
- Bab 115 Selesai Sudah (2)
- Bab 116 Berita Kematian (1)
- Bab 116 Berita Kematian (2)
- Bab 117 Kebetulan? Siapa Percaya (1)
- Bab 117 Kebetulan? Siapa Percaya (2)
- Bab 118 Tunggu Sebentar (1)
- Bab 118 Tunggu Sebentar (2)
- Bab 119 Salah Sendiri (1)
- Bab 119 Salah Sendiri (2)
- Bab 120 Tidak Ada Hal Buruk yang Terjadi sejak Perpisahan (1)
- Bab 120 Tidak Ada Hal Buruk yang Terjadi sejak Perpisahan (2)
- Bab 121 Pendatang Yang Buruk (1)
- Bab 121 Pendatang Yang Buruk (2)
- Bab 122 Ini Hanya Permulaan (1)
- Bab 122 Ini Hanya Permulaan (2)
- Bab 122 Ini Hanya Permulaan (3)
- Bab 123 Memikat Musuh Keluar Dari Markas (1)
- Bab 123 Memikat Musuh Keluar Dari Markas (2)
- Bab 123 Memikat Musuh Keluar Dari Markas (3)
- Bab 124 Bencana Stanley Yan (1)
- Bab 124 Bencana Stanley Yan (2)
- Bab 124 Bencana Stanley Yan (3)
- Bab 125 Keputusan Yesi Mo (1)
- Bab 125 Keputusan Yesi Mo (2)
- Bab 125 Keputusan Yesi Mo (3)
- Bab 126 Tertangkap Basah (1)
- Bab 126 Tertangkap Basah (2)
- Bab 126 Tertangkap Basah (3)
- Bab 127 Kenyataan sangat Kejam (1)
- Bab 127 Kenyataan sangat Kejam (1)
- Bab 127 Kenyataan sangat Kejam (3)
- Bab 128 Kebaikan yang Tak Terlupakan (1)
- Bab 128 Kebaikan yang Tak Terlupakan (2)
- Bab 128 Kebaikan yang Tak Terlupakan (3)
- Bab 129 Roh Gentayangan di Kolam (1)
- Bab 129 Roh Gentayangan di Kolam (2)
- Bab 129 Roh Gentayangan di Kolam (3)
- Bab 130 Melewati Batas (1)
- Bab 130 Melewati Batas (2)
- Bab 130 Melewati Batas (3)
- Bab 131 Membalas Peach Dengan Plum (1)
- Bab 131 Membalas Peach Dengan Plum (2)
- Bab 131 Membalas Peach Dengan Plum (3)
- Bab 132 Orang Yang Terdesak Akan Melakukan Apapun (1)
- Bab 132 Orang Yang Terdesak Akan Melakukan Apapun (2)
- Bab 132 Orang Yang Terdesak Akan Melakukan Apapun (3)
- Bab 133 Setiap Rencana Jahat (1)
- Bab 133 Setiap Rencana Jahat (2)
- Bab 134 Menginginkan Uang Dan Lebih Menginginkan Nyawa (1)
- Bab 134 Menginginkan Uang Dan Lebih Menginginkan Nyawa (2)
- Bab 134 Menginginkan Uang Dan Lebih Menginginkan Nyawa (3)
- Bab 135 Harga Sebuah Keserakahan (1)
- Bab 135 Harga Sebuah Keserakahan (2)
- Bab 135 Harga Sebuah Keserakahan (3)
- Bab 136 Benar, Memang Sedang Mempermainkannya (1)
- Bab 136 Benar, Memang Sedang Mempermainkannya (2)
- Bab 136 Benar, Memang Sedang Mempermainkannya (3)
- Bab 137 Sebuah Tamparan Untuknya (1)
- Bab 137 Sebuah Tamparan Untuknya (2)
- Bab 137 Sebuah Tamparan Untuknya (3)
- Bab 138 Kabar dari Stanley Yan (1)
- Bab 138 Kabar dari Stanley Yan (2)
- Bab 138 Kabar dari Stanley Yan (3)
- Bab 139 Dia Ternyata sudah melamarnya (1)
- Bab 139 Dia Ternyata sudah melamarnya (2)
- Bab 139 Dia Ternyata sudah melamarnya (3)
- Bab 140 Berubah Pikiran (1)
- Bab 140 Berubah Pikiran (2)
- Bab 140 Berubah Pikiran (3)
- Bab 141 Itu Adalah Dia! (1)
- Bab 141 Itu Adalah Dia! (1)
- Bab 141 Itu Adalah Dia! (3)
- Bab 142 Tidak Peduli Akan Apapun Juga Untuk Melindunginya (1)
- Bab 142 Tidak Peduli Akan Apapun Juga Untuk Melindunginya (2)
- Bab 142 Tidak Peduli Akan Apapun Juga Untuk Melindunginya (3)
- Bab 143 Tidak Sabar (1)
- Bab 143 Tidak Sabar (2)
- Bab 143 Tidak Sabar (3)
- Bab 144 Tidak Bisa Menghindar dari Musuh (1)
- Bab 144 Tidak Bisa Menghindar dari Musuh (2)
- Bab 145 Di Bawah Atap yang Sama (1)
- Bab 145 Di Bawah Atap yang Sama (2)
- Bab 145 Di Bawah Atap yang Sama (3)
- Bab 146 Stanley Miliknya (1)
- Bab 146 Stanley Miliknya (2)
- Bab 146 Stanley Miliknya (3)
- Bab 147 Membicarakan Tentang Felix (1)
- Bab 147 Membicarakan Tentang Felix (2)
- Bab 147 Membicarakan Tentang Felix (3)
- Bab 148 Retribusi (1)
- Bab 148 Retribusi (2)
- Bab 148 Retribusi (3)
- Bab 149 Kejam (1)
- Bab 149 Kejam (2)
- Bab 149 Kejam (3)
- Bab 150 Menikah! Mana Mungkin? (1)
- Bab 150 Menikah! Mana Mungkin? (2)
- Bab 150 Menikah! Mana Mungkin? (3)
- Bab 151 Bagaimana Mungkin Ia Tega Mengkhianati Keluarga Ini? (1)
- Bab 151 Bagaimana Mungkin Ia Tega Mengkhianati Keluarga Ini? (2)
- Bab 151 Bagaimana Mungkin Ia Tega Mengkhianati Keluarga Ini? (3)
- Bab 152 Siapa Yang Bisa Memahami Rasa Sakitnya? (1)
- Bab 152 Siapa Yang Bisa Memahami Rasa Sakitnya? (2)
- Bab 152 Siapa Yang Bisa Memahami Rasa Sakitnya? (3)
- Bab 153 Semua Lancar (1)
- Bab 153 Semua Lancar (2)
- Bab 153 Semua Lancar (3)
- Bab 154 Gali Lubang, Tutup Lubang (1)
- Bab 154 Gali Lubang, Tutup Lubang (2)
- Bab 154 Gali Lubang, Tutup Lubang (3)
- Bab 155 Jebakan Andrew Ling (1)
- Bab 155 Jebakan Andrew Ling (2)
- Bab 155 Jebakan Andrew Ling (3)
- Bab 156 Ia Pernah Menyelamatkanku (1)
- Bab 156 Ia Pernah Menyelamatkanku (2)
- Bab 157 Melindunginya (1)
- Bab 157 Melindunginya (2)
- Bab 158 Berkah Setelah Kemalangan Untuk Stanley Yan (1)
- Bab 158 Berkah Setelah Kemalangan Untuk Stanley Yan (2)
- Bab 159 Tunggu Aku Kembali (1)
- Bab 159 Tunggu Aku Kembali (2)
- Bab 160 Di Luar Kendali (1)
- Bab 160 Di Luar Kendali (2)
- Bab 161 Percakapan Intim Semalam, Hanya Sekejap Saja
- Bab 162 Percakapan Intim Semalam, Hanya Sekejap Saja (2)
- Bab 163 Ada Aku di Sini/ Percakapan Intim Semalam, Hanya Sekejap Saja (2)
- Bab 164 Percakapan Intim Semalam, Hanya Sekejap Saja (3)
- Bab 165 Percakapan Intim Semalam, Hanya Sekejap Saja
- Bab 166 Rencana yang Telah Gagal
- Bab 167 Jangan Tinggalkan Aku/ Ucapan Cinta Semalam Berubah Menjadi Akhir Dunia
- Bab 168 Pengurus Rumah
- Bab 169 Bebas
- Bab 170 Mengapa Mereka Juga Datang?
- Bab 171 Ia Selalu Disini
- Bab 172 Kamu Tidak Bisa Membohongiku
- Bab 173 Apa Aku Melakukan Kesalahan?
- Bab 174 Kesalahan Yang Jelas
- Bab 175 Tunggu Aku
- Bab 176 Akhir Yang Luar Biasa (Awal)
- Bab 177 Akhir Yang Luar Biasa (Tengah)
- Bab 178 Akhir Yang Luar Biasa (Akhir)