Unlimited Love - Bab 109 Yang Lebih Peduli, Lebih Menderita (1)

"Stanley, jagalah Didi baik-baik dan cepat pulang. "Sebelum meninggalkan hotel, Yesi Mo menarik tangan Stanley Yan dan berpesan padanya.

Stanley Yan tersenyum menjawab, "Kamu sudah mengatakan demikian tidak tahu berapa kali. Baiklah, jangan khawatir, tidak akan ada apa-apa. "

Setelah berkata demikian, Stanley Yan menepuk lembut tangan Yesi Mo, lalu melambai pada Didi yang berdiri di sebelah Yesi Mo, "Didi, ayo kita pergi. "

"Ayah, aku tidak ingin pergi. Bolehkah aku tinggal di sini? "Didi memelas memohon.

"Dengar kata ayah, kita akan pulang lagi. Cepat ikut ayah, takutnya nanti tidak keburu. "

Didi melihat Stanley Yan yang bergeming tak bergerak, lalu dengan memelas meminta pada Yesi Mo sambil menarik bajunya, "Ibu. "

"Didi, dengarkan kata ayah, ibu akan berada di rumah menunggumu pulang. "Yesi Mo sedikit tidak tega, tapi tetap berkata demikian.

Acara pengakuan anggota keluarga malam ini, Didi sebagai tokoh utamanya harus hadir. Kalau tidak akan merepotkan, Yesi Mo tahu Didi tidak ingin hadir, bahkan dia tidak percaya kalau Didi akan hadir, tapi kenyataannya dia menghadirinya.

"Ayo. "Stanley Yan menjulurkan tangannya menarik Didi, Didi bersembunyi di belakang Yesi Mo, "Aku tidak mau. Aku tidak mau berpisah dengan ibu. "

"Didi, kenapa kamu tidak patuh? Apa kamu sudah lupa dulu ayah pernah berkata apa? "

"Aku tidak mau, aku mau ibu. "Didi memeluk kaki Yesi Mo erat-erat, enggan untuk melepaskan diri, Stanley Yan juga tidak berani bertindak kasar, dia hanya bisa berhenti memaksanya, yang jelas tidak berguna sama sekali.

Hari sudah mulai malam, kalau tidak juga pergi, tidak akan keburu, sikap Stanley Yan mulai berubah keras, membuat Didi menangis sejadi-jadinya.

Yesi Mo tidak tahan menyaksikan itu semua, dia dengan segera menarik tangan Stanley Yan, "Stanley, sudahlah, jangan buat Didi menangis. "

"Tapi... "Stanley Yan melihat tangisan Didi juga tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

Yesi Mo membelai rambut Didi sambil berkata, "Didi anak baik, jangan menangis, ibu akan menemanimu pergi, ok? "

"Sungguh? "Didi segera menyeka ingusnya dan tersenyum, lalu mendongak dan menatap Yesi Mo dengan tidak yakin.

"Sungguh, ibu tidak akan berbohong pada Didi. "Yesi Mo tersenyum.

"Yang, kenapa kamu pergi, kalau sampai Rico Mu mendapati identitasmu yang asli, maka... "

Melihat Stanley Yan berkata padanya dengan dahi berkerut, Yesi Mo tersenyum memotong perkataannya, "Baiklah, Stanley, kamu tidak usah mengatakannya lagi. Aku akan lebih berhati-hati, dan berusaha sesedikit mungkin berbicara, seharusnya tidak akan ada masalah. "

"Tapi... "Stanley Yan masih sangat khawatir, namun Yesi Mo sudah menggandeng tangan Didi dan naik ke dalam mobil. Didi yang duduk di sebelahnya membuat Stanley Yan akhirnya menghela nafas tak berdaya dan ikut mereka naik ke mobil.

Di hotel, Wirawan Mo, Levy Song sudah sampai lebih awal. Rico Mu dan Bella Lan menyuruh mereka untuk beristirahat di ballroom, sedangkan Rico Mu dan Bella Lan menunggu kedatangan rombongan Stanley Yan.

"Untungnya kalian sudah datang, kalau sampai datang lebih terlambat dari ini, kalian akan melewatkan waktu yang paling bagus. "Rico Mu tersenyum sambil berkata.

"Ada sedikit masalah tadi di perjalanan, maka kita sedikit terlambat. Sudah hampir tiba saatnya, ayo. "Stanley Yan mengangguk, dan memberi isyarat untuk Yesi Mo yang sedang menggendong Didi, mengikutinya.

Rico Mu mempersiapkan acara pengakuan anggota keluarga itu. Dia mengundang banyak sekali tamu undangan, jumlah totalnya hampir sama dengan pernikahan Stanley Yan dan Yesi Mo beberapa tahun silam.

Saat baru memasuki ballroom, Wirawan Mo dan Levy Song tersenyum sambil bangkit berdiri, menyambut Stanley Yan dan rombongannya, dan menerima kedatangan Didi.

Sikap Didi yang menunjukan kepolosan mengurai senyum di wajah pasangan suami-istri Wirawan Mo.

Acara berlangsung dengan lancar, saat sampai waktunya untuk Didi memanggilnya ibu, Bella Lan secara khusus bersikap sangat tergerak olehnya, Rico Mu yang berdiri di sebelahnya, malah terlihat dingin, hanya tersenyum pada Didi, dan memberinya sejumlah besar uang dalam amplop merah padanya.

Melihat Rico Mu tidak menaruh curiga, Bella Lan menghela nafas panjang dan turun dari panggung lalu duduk di sebelah Yesi Mo, sambil melihat pertunjukan di atas panggung, sembari makan dan mengobrol.

Sesaat kemudian, Didi ingin buang air kecil, Yesi Mo mengantarnya ke toilet.

Yesi Mo berdiri di luar pintu toilet, menunggu dalam diam, tapi setelah lewat cukup lama, Didi tidak juga keluar dari situ, saat dia memanggilnya, tidak ada jawaban. Yesi Mo langsung mendobrak masuk, dicarinya Didi, tapi tidak diketemukannya, seketika dia menjadi panik.

Beberapa orang pengawal yang mendengar panggilannya, datang, "Nyonya muda, ada apa? "

"Didi hilang. "

"Apa? Tuan muda kecil menghilang? "Para pengawal itu seketika raut wajahnya berubah.

"Pasti dia, pasti dia. "Yesi Mo tiba-tiba teringat tadi ada seorang lelaki yang keluar dari toilet, dia berpikir, hilangnya Didi pasti ada hubungannya dengan orang itu.

"Nyonya muda, apa yang anda maksudkan adalah lelaki yang tadi keluar dari toilet? "

Setelah bertanya demikian, para pengawal itu segera berpencar dan mencari Didi.

Yesi Mo sendiri, segera berlari mencari Stanley Yan untuk memberitahunya kabar ini, hilangnya Didi membuat dia tidak bisa berpikir jernih.

Pasangan suami-istri Wirawan Mo juga ikut para pengawal untuk mencari Didi dalam kondisi panik, Rico Mu dan Bella Lan juga terlihat heboh.

Yesi Mo membawa Stanley Yan menuju ke toilet di mana Didi menghilang. Dia hanya perlu melihatnya sekali untuk memutuskan Didi dibawa kabur orang setelah dipingsankan dan kabur lewat jendela, kemudian da memanggil Mason Luo untuk menyuruh orang memeriksa kamera pengawas hotel.

Dengan segera, mereka mendapat kabar, Didi dibawa lari oleh seorang pria berjaket ke tempat parkir mobil, dan beberapa menit yang lalu di bawa pergi di dalam sebuah mobil van.

Stanley Yan segera mengejar dengan panik, Yesi Mo juga ingin ikut dengannya, tapi Stanley Yan menyuruhnya tinggal di hotel dan menunggunya kembali.

Pasangan suami-istri Wirawan Mo juga meminta Yesi Mo untuk tidak ikut dalam pengejaran itu. Yesi Mo hanya berdiam diri dengan dijaga oleh beberapa orang pengawal di hotel.

Dengan cepat, ballroom itu kosong, tersisa di dalamnya hanya Yesi dan beberapa orang pengawal.

Setengah jam berlalu, Yesi Mo masih belum mendapatkan berita mengenai hilangnya Didi. Saat dia meghubungi Stanley Yan, dia hanya mendapat kabar kalau dia sedang menyuruh orang untuk mencarinya.

Waktu berjalan semakin lama, Yesi Mo semakin merasa cemas, di saat seperti ini, ponselnya berdering.

"Kalau kamu masih menginginkan anakmu, datanglah ke kamar 1108. Ingat, datang seorang diri, kalau sampai ada orang lain yang ikut denganmu, aku berjanji seumur hidupmu kamu tidak akan bertemu dengan anakmu lagi. "

Orang yang meneleponnya itu, dari suaranya, dapat terdengar kalau dia adalah seorang lelaki. Setelah berkata demikian, dia menutup telepon.

Yesi Mo tidak tahu apakah itu sungguhan atau pura-pura, tapi itu cukup untuk membuatnya bangkit berdiri dengan segera, dan berjalan keluar ballroom.

"Nyonya muda, anda mau pergi ke mana? "

"Aku mau ke toilet sebentar. Kalian tunggu aku di sini. "Yesi Mo berkata sambil tersenyum.

"Tapi tuan muda memerintahkan kami untuk tidak sedetik pun membiarkan anda sendirian. "Seorang pengawal terlihat kebingungan mendengarnya, akhirnya Yesi Mo hanya bisa membiarkannya mengikutinya.

Setelah masuk ke dalam toilet, Yesi Mo menanti cukup lama baru bertemu dengan seorang wanita dengan dandanan yang cukup tebal berjalan masuk, dan sedang membehanni dandanannya di depan cermin.

Yesi dengan segera berjalan menghampirinya, "Nona, apa aku bisa meminta tolong padamu? '

"Apa kamu tidak melihat aku sedang sibuk? "Wanita dengan dandanan tebal itu melirik Yesi Mo, dan berkata dengan tidak sabar.

"Bantulah aku, maka aku akan memberikan semua ini padamu. "Yesi Mo berkata demikian sambil mengeluarkan sejumlah uang kas dari tasnya dan menyodorkannya pada wanita itu.

"Otakmu ada masalah!? "

Uang yang Yesi Mo keluarkan itu tidak terhitung banyak, hanya sekitar 4-6 juta, wanita itu tidak menggubrisnya.

Yesi Mo menggigit bibirnya, lalu mengeluarkan kartu-kartunya, "Ini juga buatmu. "

Wanita itu yang awalnya tidak terlihat tertarik, melihat kartu kredit yang Yesi Mo sodorkan, seketika matanya menjadi hijau, dia dengan segera menoleh dan memperhatikan dengan seksama, lalu tanpa ragu menyetujuinya.

Yesi Mo kali ini baru menghela nafas lega, tampaknya dia tidak pernah mengira uang bisa menyelesaikan semua masalah, ternyata dengan menggunakan beberapa lembar kartu, semua masalah bisa diselesaikan.

Bagi Yesi Mo beberapa kartu yang digenggamnya itu tak lain hanyalah beberapa lembar kartu biasa, tapi bagi wanita lain, kartu-kartu itu berharga lebih dari uang tunai.

Kartu-kartu yang Yesi Mo sodorkan itu diantaranya adalah kartu member VIP sebuah salon kecantikan, kartu diskon sebuah outlet barang mewah, sebuah kartu VIP klub privat, barang-barang ini bagi orang rata-rata tidak bisa didapatkan semudah itu walaupun dengan uang banyak.

Setelah bertukar penampilan, Yesi Mo dengan sederhana menambahkan dandanan, sampai dia merasa yakin dirinya terlihat beda, dia baru melangkah keluar.

Sesuai dengan yang dia harapkan, pengawal yang berjaga di luar, tidak mengenalinya.

Novel Terkait

Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
4 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
3 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
3 tahun yang lalu