Unlimited Love - Bab 142 Tidak Peduli Akan Apapun Juga Untuk Melindunginya (1)

“Kakak ipar.”

Saat Jennie Bai masuk, Yesi Mo sedang membaca sebuah berkas penting yang sedang dipegangnya.

Mendengar Jennie Bai memanggilnya ‘kakak ipar’, Yesi Mo pun tahu kedatangannya pasti bukanlah untuk urusan pekerjaan. Ia langsung mengangkat kepalanya seketika itu juga dan tersenyum menatapnya, “Apapun masalahnya, tunggu sampai aku selesai membaca berkas ini baru kita bicara.”

“Kakak ipar, bacalah pelan-pelan. Tidak usah terburu-buru.” Jennie Bai berlari ke arah sofa yang ada di samping. Ia lalu duduk disana dan mengeluarkan ponselnya, terlihat sangat santai dan bibirnya masih mendengus kecil.

Selesai membaca dokumen itu, Yesi Mo pun berjalan menghampiri lalu berujar dengan nada setengah bercanda, “Jennie, apa kamu tidak takut aku hukum karena main ponsel sesantai ini di hadapanku saat jam kerja?”

“Kakak ipar tidak mungkin seperti itu.” Jennie Bai tersenyum sambil memasukkan kembali ponselnya, lalu menatap Yesi Mo dengan penuh percaya diri.

“Siapa yang bilang aku tidak bisa berbuat seperti itu? Jangan lupa peraturan di perusahaan kita bahwa kalau bermain ponsel di jam kerja, akan didenda sebesar 100 ribu. Tidak perlu kuberitahu apa yang seharusnya kamu lakukan sekarang, bukan?”

“Cuma 100 ribu saja, ini...” Jennie Bai mengeluarkan dompetnya lalu menarik secarik kertas bergambarkan Kakek Mao dan menyerahkannya ke hadapan Yesi Mo, “Tidak perlu kembalian.”

“Kudengar dari Marson, kamu ini orangnya sangat pelit. Kenapa tiba-tiba hari ini berubah menjadi begitu berbesar hati?”

Yesi Mo meraih secarik kertas yang disodorkan Jennie Bai dan bertanya dengan penasaran.

“Suasana hati si nona satu ini sedang bagus hari ini.” Jennie Bai mengerjapkan matanya pada Yesi Mo dengan senyum yang memenuhi wajahnya, “Kakak ipar, seharusnya hari ini suasana hatimu juga sangat bagus, bukan?”

“Kamu juga bisa menebaknya?” Yesi Mo setengah berbaring diatas sofa, tidak bisa menahan tawanya yang lepas.

“Aku bisa membaca masa depan. Aku bukan hanya tahu kalau suasana hati kakak ipar hari ini sedang bagus, aku juga tahu kenapa suasana hati kakak ipar bisa sebaik ini hari ini.” Jennie Bai mengerjapkan mata dan menggodanya, “Kakak ipar, mau tidak aku bantu hitungkan?”

“Begitu? Bagaimana aku bisa tidak tahu?” Yesi Mo tersenyum sambil menggeleng, “Baiklah, aku akan memberimu satu kesempatan. Kalau kamu bisa menghitungnya dengan tepat, malam ini aku akan mentraktirmu makan mewah.”

“Janji, ya.” Melihat Yesi Mo mengangguk, Jennie Bai kemudian memejamkan matanya dan berpura-pura seperti sedang meramal. Ia menggerakkan jemari tangannya dan mulutnya menggumamkan entah mantra apa yang tidak jelas. Dari awal sampai akhir, ia tidak membuka matanya.

Yesi Mo menunggu cukup lama dan akhirnya tidak sabar lagi. Ia bertanya pada Jennie Bai apakah ia sudah selesai meramal atau belum, dan barulah kali ini Jennie Bai menurunkan jemari tangannya yang sedari tadi bergerak tidak jelas. Ia membuka matanya perlahan dan mengulaskan senyum tipis pada Yesi Mo, “Aku sudah menghitungnya. Tapi aku mau katakan sesuatu dulu padamu, aku tidak mau makan makanan yang ada di pinggir jalan. Aku mau makanan mewah ala Perancis.”

“Boleh, asalkan kamu bisa menebaknya dengan tepat. Bahkan kalau kamu ingin kita pergi ke Peranics, aku akan langsung membawamu naik pesawat kesana.”

Yesi Mo tentu saja tidak mempercayai bualan Jennie Bai, memannya ia masih belum cukup mengerti wanita itu? Gadis ini sama sekali tidak perlu diragukan dalam berpura-pura bodoh dan berpura-pura imut, namun menghitung nasib? Haha. Ia tidak mungkin memiliki kemampuan seperti ini sepanjang hidupnya.

“Tidak perlu sampai naik pesawat ke Perancis, buang waktu dan tenaga. Itu terlalu melelahkan, aku tidak sanggup tersiksa seperti itu.”

“Baiklah, baiklah. Jangan basa-basi lagi, ayo cepat katakan. Kalau sampai kamu salah, aku akan menghukummu.” ucap Yesi Mo dengan nada setengah bercanda.

“Baiklah, aku akan mengatakannya. Hari ini, suasana hati kakak ipar baik karena seseorang. Seorang pria.” Jennie Bai menatap Yesi Mo dengan penuh percaya diri, lalu bertanya, “Bagaimana, kakak ipar? Apakah perhitunganku betul?”

” “Lumayan juga, coba jelaskan dengan lebih detail.”

Yesi Mo tersenyum dengan senang, membuat Jennie Bai merasa seperti mendapatkan dukungan. Senyum di wajahnya semakin merekah lebar.

“Pria ini sangat hebat dan juga berhubungan sangat erat dengan kakakku. Yang lebih penting, pria ini akan sangat sering muncul di samping kakak ipar untuk ke depannya. Aku sudah mengatakannya dengan sangat jelas, bukan? Kakak ipar, tentu aku tidak perlu melanjutkannya lagi?”

“Maksudmu Felix? Bagaimana kamu tahu kalau ia sudah menjadi asistenku? Kamu barusan mencuri dengar dari luar pintu?” Yesi Mo mengernyitkan alisnya. Seperti ada sesuatu yang terlintas, ia tiba-tiba menggelengkan kepalanya, “Seharusnya tidak. Kamu datang setelah berselang cukup lama dari kepergian mereka.”

“Curi dengar apanya. Aku akan mengatakan yang sesungguhnya. Felix tidak lolos tahap wawancara, akulah yang bersikeras untuk menyelipkan CV-nya kepada divisi personalia dan Manajer Cao. Kalau tidak, kakak ipar pasti akan melewatkannya.”

Jennie Bai merekahkan senyum dengan bangga, sedangkan kekelaman malah memenuhi benak Yesi Mo.

Seharusnya untuk urusan semacam mencari asisten bagi Yesi Mo, Marson Luo selaku kepala manajer pasti akan mencarikannya sendiri. Sehebat apapun, Felix Lu bisa saja disingkirkan. Ia sama sekali tidak mungkin bisa melewati tahap wawancara itu.

Sebelumnya saat ia bertemu dengan Felix Lu, Yesi Mo merasa aneh dalam hati. Ia mengira kemampuan Felix Lu telah menggerakkan hati Marson Luo. Sekarang ia baru menyadari kalau perkaranya sama sekali bukan seperti itu. Semua ini adalah ulah Jennie Bai yang ada di hadapannya.

“Boleh juga, ternyata kamu dapat memperhitungkanku dengan baik.”

Yesi Mo tidak tahu apa yang sebaiknya ia katakan tentang Jennie Bai. Sebenarnya, ia juga tidak ingin memakai Felix Lu. Tapi diantara beberapa kandidat yang dicari oleh Manajer Cao dan divisi personalia kali ini, Felix Lu yang dinilai paling cocok dari berbagai aspek. Ditambah dengan suara dan postur punggung pria itu yang terlihat saat ia beranjak pergi. Saat itu, kepala Yesi Mo terasa panas dan tanpa sadar ia pun langsung memilihnya.

Setelah semua ini berlalu, ia sebenarnya sedikit menyesal. Tapi kata-katanya sudah terucap, menyesal juga tidak ada gunanya.

Ia sebagai direktur tidak bisa menarik kembali keputusannya, bukan? Bagaimana Manajer Cao dan divisi personalia melihatnya karena masalah ini? Bagaimana seluruh pegawai kantor melihatnya?

Yang lebih penting adalah Yesi Mo tidak ingin membuat orang lain merasa ia mencampur-adukkan perasaan pribadinya terhadap pekerjaan. Ia sama sekali tidak ingin meninggalkan kesan buruk pada satu orang pun di luar sana bahwa penanggung jawab keluarga Yan sementara ini tidak adil.

Setelah berpikir matang-matang, Yesi Mo akhirnya memutuskan untuk tetap tidak menarik kembali keputusannya.

Jennie Bai menatap Yesi Mo dengan wajah bersalah, “Kakak ipar, bagaimana mungkin aku berani membuat perhitungan denganmu! Aku ini sedang membantumu. Bukankah hari itu kamu berkata bahwa ada kemungkinan Felix adalah kakak? Yang kulakukan sekarang ini adalah merebut kesempatan dan memberikannya kepadamu. Aku membuatnya tinggal di sisimu supaya kamu bisa memperhatikannya dengan seksama. Mungkin saja secepatnya kamu dapat menentukan apakah ia adalah kakakku atau bukan.”

“Bukan ia.” Yesi Mo menggeleng sambil tersenyum getir.

“Bagaimana mungkin bukan ia? Kakak ipar, apakah mungkin kamu salah? Apakah waktu itu aku salah mendengar?” Jennie Bai menatap Yesi Mo dengan tatapan tidak mengerti.

“Aku tidak salah, kamu juga tidak salah mendengar. Ia bukan Stanley, ia hanya seorang Felix Lu. Hanya saja, suara dan postur punggungnya sangat menyerupai Stanley.”

Yesi Mo menghela napas, tersirat kekecewaan pada wajahnya. Tapi dengan segera rautnya kembali seperti biasa.

Sebenarnya saat ia melihat berkas Felix Lu, Yesi Mo merasa sangat sedih.

Langit memberikannya harapan, namun juga kembali membuatnya terjerumus dalam kekecewaan yang sama seperti sedang mempermainkannya.

Kontradiksi yang sangat kuat semacam itu membuat benak Yesi Mo sama sekali tidak dapat menerimanya untuk sesaat.

Kalau bukan karena begitu banyaknya badai permasalahan yang ia alami selama setengah tahun ini di Amerika, belum tentu sampai sekarang Yesi Mo bisa menyesuaikan kondisinya untuk menjadi wajar.

Jennie Bai dapat menyadari dengan jelas bahwa Yesi Mo tidak sedang bercanda. Ia pun segera bangkit berdiri dan dengan wajah penuh bersalah menundukkan kepala kepada Yesi Mo, “Kakak ipar, maaf. Aku salah, hukumlah aku.”

“Perkara ini memang sebenarnya kamu yang kebetulan membuat hasilnya seperti ini, ternyata malah membuat kesalahan yang tak termaafkan seperti ini. Memang kamu harus dihukum. Biar kupikirkan bagaimana sebaiknya aku menghukummu.”

Yesi Mo mengernyitkan alisnya dengan ketat, raut wajahnya terlihat sedang berpikir keras. Melihat itu, Jennie Bai pun terkejut ketakutan dan langsung berujar, “Direktur, asalkan kamu tidak mengusirku dari kantor, apapun hukumannya akan kuterima.”

“Kamu yang bilang begitu, ya.” Yesi Mo mengangkat kepalanya untuk menatap wajah Jennie Bai, lalu mengangguk. “Begini saja, kalau begitu kamu akan kuhukum...”

Hati Jennie Bai seolah langsung melompat dari kerongkongannya. Ia menatap wajah Yesi Mo yang serius dengan sangat hati-hati, seperti sedang berada di ujung tanduk.

“Malam nanti temani aku makan malam ala Perancis.”

Selesai berujar, Yesi Mo pun melepas tawa. Barulah saat itu Jennie Bai dapat menghela napas dengan lega. Dengan raut seperti tidak berani mempercayainya, ia pun bertanya, “Direktur, aku tidak salah dengar, bukan? Aku telah melakukan kesalahan tapi kamu tidak menghukumku dan malah mentraktirku makan mewah ala Perancis?”

“Siapa bilang aku tidak menghukummu? Apa kamu tidak mendengarnya dengan jelas? Aku sudah menghukummu untuk menemaniku makan. Kenapa? Kamu masih tidak menerimanya? Kalau begitu begini saja, aku menghukummu untuk makan dua porsi setiap kali kamu makan siang selama satu bulan ini. Kamu juga harus makan dua buah buah-buahan. Selama jam kerja, selain ke toilet, kamu hanya boleh berada di kursi kantormu saja.”

Mendengar hal ini, Jennie Bai pun ketakutan hingga wajahnya memutih. Ia langsung mengakui kesalahannya, “Kakak ipar, aku bersalah. Jangan begitu, ampunilah aku. Kalau selama satu bulan aku seperti itu, setidaknya berat badanku akan bertambah 15 kilo. Kalau begitu, pria mana yang masih mau melihatku?”

“Seperti itu juga tidak mau? Kalau begitu, sebenarnya maumu seperti apa?”

Yesi Mo tersenyum manis dan kembali menggulirkan bola matanya pada Jennie Bai. Jennie Bai pun menekuk wajahnya dan berkata, “Seperti yang kakak ipar katakan sebelumnya saja. Malam ini, aku menemani kakak ipar makan mewah ala Perancis.”

“Barusan siapa yang tidak senang hati, ya? Apakah aku berhalusinasi?” goda Yesi Mo sambil menatap Jennie Bai.

“Pasti kakak ipar yang berhalusinasi. Masalah ini kita putuskan seperti ini saja, aku akan kembali bekerja.”

Selesai berujar, Jennie Bai langsung berlari kabut. Pandangan Yesi Mo mengiringi punggungnya yang menjauh dengan tawa. Kesadarannya baru kembali perlahan setelah cukup lama. Jennie Bai ini terlalu menggemaskan.

Sesaat sebelum waktu pulang kerja, Jennie Bai pun menghampiri Yesi Mo. Mereka berdua membereskan barang-barang mereka lalu meninggalkan kantor, mencari sebuah restoran menengah ala Perancis dan duduk di dalam.

“Pesan saja apa yang ingin kamu makan, tidak perlu sungkan.”

Novel Terkait

My Tough Bodyguard

My Tough Bodyguard

Crystal Song
Perkotaan
5 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu