Unlimited Love - Bab 127 Kenyataan sangat Kejam (1)

" Nyonya muda. "

Kepala pelayan bangkit berdiri dan memberi salam pada Yesi Mo dengan hormat, Yesi Mo mengangguk sambil memberi sinyal pada kepala pelayan untuk pergi dari situ.

"Baiklah nyonya muda, silahkan berbincang. "

Jennie Bai kelabakan menggenggam lengan baju kepala pelayan, memohon padanya untuk tidak meninggalkannya.

"Nona Bai, tolong lepaskan lengan baju saya, terima kasih. "

Kepala pelayan mengibaskan tangan Jennie Bai tanpa ekspresi, berbalik, lalu melangkah keluar.

Jennie Bai seketika merasa putus asa, wajahnya pucat pasi, hatinya kacau, dia sama sekali tidak berani untuk mengangkat kepalanya menatap Yesi Mo.

"Duduk. "

Yesi Mo menyuruhnya duduk, melihatnya terus tertunduk, Yesi Mo lantas duduk di hadapan Jennie Bai sambil menyeritkan dahinya.

Melihatnya masih juga berdiri tak bergeming, dia memicingkan mata, dan menunjuk lukisan di dinding itu, "Tidak ingin duduk? Kalau begitu, bantu aku mengambilkan brankas di balik lukisan itu dan membawanya ke sini. "

"Kakak ipar, a-aku...... "Jennie Bai terbata, wajahnya dipenuhi ekspresi memohon pada Yesi Mo.

"Kamu kalau tidak ingin masalah hari ini diketahui kakakmu, patuhi kata-kataku. "Ekspresi wajah Yesi Mo tenang, nada bicaranya juga tidak terdengar ada perubahan.

Jennie Bai mengangkat kepalanya dengan tidak percaya, menatap Yesi Mo sambil memicingkan matanya dengan bingung.

"Kak, kamu ini.... "

Yesi Mo tersenyum kecil, "Turuti perkataanku, katakan apa yang ingin kamu katakan setelah itu. "

Keadaan juga sudah sampai ke jenjang itu, Jennie Bai sudah tidak ada jalan untuk mundur lagi, dia menggigit bibirnya, berjalan menuju ke lukisan itu, saat dia baru akan mengambil brankas itu, Yesi Mo dari belakang berkata, "Hati-hati, jangan sampai merusak lukisan itu. "

"Hmph. "Jennie Bai menoleh menatap Yesi Mo, mengangguk, lalu mengambil kursi, berdiri dengan hati-hati di atasnya, menurunkan lukisan itu, baru mengeluarkan brankas itu.

Kebetulan brankas itu tidak begitu besar, juga tidak begitu berat, meskipun Jennie Bai sedikit kesusahan, tapi dia juga bisa memindahkannya.

Yesi Mo menyuruhnya untuk meletakannya di atas meja, dia kemudian menunjuk brankas itu sambil bertanya, "Barang yang sedang kamu cari berada di dalam sini? "

"Kak, a-aku.... aku... "

"Jangan gugup, aku tidak punya maksud lain, aku hanya ingin memastikan. "Setelah berkata demikian Yesi Mo bangkit berdiri dan berjalan ke depan Jennie Bai, lalu menyuruhnya untuk minggir, kemudian dengan sangat terlatih dia membuka pintu brankas itu, dan memberikan isyarat pada Jennie Bai untuk melihat isinya.

"Kak, aku sudah bersalah. Aku tidak akan berani lagi untuk berbuat demikian, aku sudah tidak mau, aku tidak mau apa-apa lagi. "

Jennie Bai terkejut sampai kakinya terasa lemas. Dia tidak tahu barang yang diinginkan oleh Andrew Ling itu berarti apa bagi Yesi Mo dan bagi seisi rumah kediaman keluarga Yan, tapi dari cara bicaranya, yang Andrew Ling inginkan pastilah sangat penting baginya.

Namun sekarang Yesi Mo dengan mudahnya membuka brankas yang tidak bisa dia buka itu di depan mukanya dan menyuruhnya untuk menengok ke dalam. Itu hanya berarti satu hal, Jennie Bai sangat ketakutan, sangat menyesal.

Jennie Bai terus berjalan mundur, sampai kakinya terantuk sofa dan badannya terjatuh ke belakang, dia berteriak kaget.

Yesi Mo dengan sigap menarik tangannye, mencegahnya supaya tidak terjatuh, "Hati-hati. "

"Te-terima ka-kasih... "

Jennie Bai menepuk dadanya masih dalam keadaan kaget, dia berterima kasih pada Yesi Mo, sampai sekarang, jantungnya masih sama seperti genderang yang ditepuk dengan kencang, bum bum bum bum.

"Cepatlah, aku masih ada urusan. "Yesi Mo menyuruhnya untuk meneruskan mencari, tapi Jennie Bai terus melambaikan tangannya.

"Cepat. Cari apakah yang kamu cari ada di dalam. "Wajah Yesi Mo datar seperti papan, yang membuat Jennie Bai semakin ketakutan. Di depan sorot mata Yesi Mo yang menakutkan itu, dia baru dengan hati-hati berlari mendekat ke brankas itu, dan berpura-pura mencari-cari sesuatu, lalu dengan cepat menggelengkan kepalanya, "Ti-tidak ada. "

"Kamu yakin tidak ada? Kamu sebaiknya mencarinya dengan teliti. "

"Sungguh tidak ada. "Jennie Bai menggeleng, dia sama sekali tidak berani mengangkat kepalanya.

Yesi Mo tersenyum sambil menggeleng, dia berjalan mendekat, lalu mengeluarkan seisi brankas itu dan menjajakannya di atas meja, sambil menyuruhnya melihat-lihat.

"Ini adalah sertifikat kepemilikan rumah ini, ini adalah buku bukti kepemilikan saham perusahaan Stanley, ini adalah akte kelahiran Didi, ini adalah...... "

Yesi Mo mengeluarkan isi brankas itu satu per satu sambil menjelaskannya pada Jennie Bai, setelah selesai mengeluarkan semuanya, dia berkata pada Jennie Bai, , "Lihatlah apa di dalamnya ada barang yang sedang kamu cari. "

Jennie Bai melongok dengan hati-hati, tidak ada apa pun yang tersisa di dalamnya, semua barang di dalamnya sudah di letakan ke atas meja, dari semua itu tidak ada kotak yang Andrew Ling cari, seketika dia menjadi putus asa.

"Kak, maafkan aku. "

"Duduk. "Yesi Mo mengangguk sambil menarik sebuah kursi untuk dia duduk, setelah itu dia bertanya, "Apa kamu bisa memberitahuku apa yang sedang kamu cari? "

"Sebuah kotak. "

"Kotak? Andrew Ling yang menyuruhmu mencarinya? "Yesi Mo mengangkat alis. Jennie Bai bertanya dengan bingung, "Bagaimana kakak ipar bisa mengetahuinya? "

"Dulu sekali, dia pernah menyuruh orang untuk mencarinya, dia bahkan pernah memintaku untuk membantunya mencari. "Yesi Mo tertawa, "Tapi sayang sekali setelah aku mencarinya di seluruh rumah ini, aku tidak bisa menemukan kotak yang dia maksud itu. Aku sendiri sudah pernah menanyakannya pada Stanley dia juga tidak tahu mengenai kotak itu. "

"Kak, kenapa kamu memberitahuku semua ini? "

"Sebenarnya bukan begitu, aku hanya ingin tidur nyenyak setiap malamnya. "Yesi Mo mengatakan rahasia hatinya, seketika Jennie Bai merasa tidak enak hati, dia menundukan kepalanya, "Maafkan aku, ini semua salahku. Aku khawatir kamu dan kakak akan mengetahuinya, maka aku...... "

"Sudahlah, tidak usah dibahas lagi. Kita sudahi perbincangan kita ini, walaupun aku tidak tahu mengapa kamu mau membantu Andrew Ling, tapi ada satu hal yang ingin aku sampaikan padamu, jangan berterimakasih pada orang yang menjual dan menipumu. "

"Baiklah. "

Maksud Yesi Mo berkata demikian adalah agar dia berhati-hati pada Andrew Ling. Tapi apa gunanya? Semua permintaan yang Andrew Ling ajukan padanya, dia tidak bisa menolak, kecuali dia ingin......

"Baiklah, kalau kamu rasa barang itu ada di tempat lain, kamu boleh terus mencarinya. Tapi lain kali kamu tidak usah mencarinya tengah malam. Kalau sampai orang lain salah menyangka kamu sebagai maling, akan kacau. "Yesi Mo baru saja selesai berkata demikian, seorang pembantu tiba-tiba membuka pintu dan berlari mendekat, "Nyonya muda, nyonya muda, gawat, gawat. "

"Ada apa? Jangan gugup. "Yesi Mo mengangkat kepalanya sambil bertanya dengan tenang.

"Kepala pelayan, dia baru saja terjatuh di anak tangga dari lantai atas ke bawah, kepalanya berdarah-darah. "

"Apa? "Raut wajah Yesi Mo langsung berubah tiba-tiba, dia lantas bangkit berdiri dengan cepat dan berjalan keluar.

Jennie Bai yang masih berada di dalam ruang baca itu tercengang, wajahnya pucat, darah di wajahnya seakan semua meninggalkan kulitnya, dia kemudian juga ikut keluar.

Sesampainya di anak tangga, Yesi Mo dari kejauhan melihat kepala pelayan terkapar di lantai satu dekat ruang tamu, darah menggenang dari kepalanya, seorang pembantu wanita menggunakan handuk menekan luka di kepalanya.

Seorang pengawal yang berdiri di sebelah, menelepon ambulans, seorang yang lain berjongkok di dekat kepala pelayan untuk memeriksa keadaannya.

Melihat pengawal yang berjongkok memeriksa keadaan kepala pelayan bangkit berdiri, Yesi Mo bertanya padanya dengan cemas, "Bagaimana keadaannya? "

"Sementara ini sepertinya tidak membahayakan nyawanya, tapi untuk lebih jelasnya harus menunggu dokter. "

"Kenapa kamu masih diam di situ? Segera antar dia ke rumah sakit!" Setelah berkata demikian, Yesi Mo menyuruh pembantu yang berada di situ untuk memindahkan kepala pelayan, lalu tiba-tiba seorang pengawal mencegatnya.

"Nyonya muda, anda sebaiknya jangan sembarangan menanganinya. Sekarang kita tidak tahu dengan jelas kondisi kepala pelayan, kalau kita sembarangan menanganinya, bisa-bisa membuat kondisi dia semakin parah, menurut saya, sebaiknya kita menunggu kedatangan ambulans saja. Asalkan bisa menghentikan pendarahannya, nyawa kepala pelayan seharusnya tidak dalam bahaya. "

Mendengar peringatan dari pengawal itu, Yesi Mo baru sadar, dia lalu mengangguk, "Baiklah, ambilkan kotak P3K. "

Yesi Mo berjongkok di depan kepala pelayan, dia dengan cemas menatap kepala pelayan yang tidak sadarkan diri, dan berusaha sebisa mungkin untuk tenang.

Setelah menerima kotak P3K, mengambil perban dan obat penghenti pendarahan, Yesi Mo baru menyuruh seorang pembantu untuk menyingkirkan handuk yang digunakan untuk menekan luka di kepala kepala pelayan. Begitu dibersihkan secara simpel, dapat terlihat lukanya tidak terlalu besar, dan pendarahan yang terjadi juga sudah hampir berhenti. Yesi Mo menghela nafas lega, kemudian perlahan membungkus kepala kepala pelayan dengan perban. Lantas menyuruh orang untuk mengambilkan selimut untuk kepala pelayan, baru dia bangkit berdiri perlahan.

"Kak, kepala pelayan, di-dia...dia tidak akan kenapa-kenapa bukan? "

"Kalau dilihat dari keadaannya sekarang, seharusnya tidak akan apa-apa. Tapi jelasnya kita masih harus menunggu dokter. "Saat Yesi Mo menoleh untuk menatap Jennie Bai, dia melihat ekspresi wajahnya sedikit tidak beres, dia mengira dia ketakutan, maka dia mencubit tangannya lalu berkata, "Naiklah terlebih dahulu, jangan berdiam di sini. "

Jennie Bai menggeleng, dan tetap berdiri tak bergeming, maka Yesi Mo juga tidak memaksanya.

Ambulans datang dengan sangat cepat, begitu ambulans sampai, seorang dokter langsung dengan sigap memeriksa kondisi kepala pelayan. Baru setelah itu, kepala pelayan dipindahkan dan dimasukan ke dalam ambulans lalu dilarikan ke rumah sakit.

Awalnya Jennie Bai juga ingin ikut dengannya, tapi Yesi Mo mencegahnya, dan menyuruhnya untuk tetap tinggal di rumah.

"Tapi kak, aku... "

Novel Terkait

The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
3 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
4 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu