Unlimited Love - Bab 143 Tidak Sabar (3)

“Setengah tahun yang lalu terjadi sesuatu padaku sehingga aku hilang ingatan. Aku tidak ingat satu orangpun dan segala sesuatu di masa lalu.” geleng Stanley Yan sambil tertawa getir.

“Pantas saja kamu tidak mengenaliku.” Yanni Guo tertawa, namun sesaat kemudian mengernyit, “Tunggu dulu. Biarpun kamu hilang ingatan, tapi bagaimana suaramu kedengarannya bisa begitu berbeda?”

“Apakah berbeda jauh?” tanya Stanley Yan penasaran sambil menatap Yanni Guo.

“Karena kamu hilang ingatan, pasti kamu tidak tahu seperti apa suaramu sebelumnya. Tapi aku menyimpan pesan suara yang kamu kirimkan padaku waktu itu di ponselku. Coba dengar supaya kamu tahu.”

Yanni Guo lalu mengeluarkan ponselnya dan memainkan pesan suara yang ia maksud. Sebuah suara pria yang asing pun terdengar dari ponsel itu. Stanley Yan tidak percaya bahwa suara yang ia dengar itu adalah suara miliknya.

Perbedaannya terlalu jauh. Hanya orang bodoh yang tidak bisa mendengar perbedaanya dan menganggap suara itu berasal dari orang yang sama.

“Apa kamu yakin ini suaraku?”

“Mana mungkin aku membohongimu? Kalau kamu tidak percaya, aku akan tunjukkan halaman pribadi di lingkaran pergaulanmu. Disitu juga ada foto selfiemu.”

Melihat foto selfienya di beberapa waktu yang berbeda ditambah dengan foto teman-temannya, kecurigaan dalam hati Stanley Yan pun sirna.

“Jadi, apa yang terjadi pada suaramu? Kenapa sekarang begitu berbeda?” tanya Yanni Guo penasaran sambil menatap Stanley Yan, “Jangan-jangan kamu merombak pita suaramu?”

“Mungkin ini disebabkan kecelakaan yang terjadi setengah tahun lalu.”

“Felix, apa kamu sedang menggodaku? Bagaimana mungkin suaramu bisa begitu berubah menjadi sangat merdu dari sebelumnya hanya karena kecelakaan? Kalau kamu memang merombak pita suaramu ya katakan saja secara jujur, kenapa harus malu?”

Yanni Guo menatap Felix Lu dan berujar dengan cuek.

“Benar-benar tidak bisa menyembunyikan apapun darimu.”

Stanley Yan pun dengan cepat mengaku. Mereka berdua lalu kembali mengobrol untuk beberapa waktu dan saling bertukar kontak, sebelum Yanni Guo pamit pergi.

Stanley Yan membuka pesan suara yang ia salin ke ponselnya dan mendengarkannya lagi, alisnya mengernyit kuat.

Ketika hari sudah gelap, Yesi Mo yang seharian penuh tidak melihat Jennie Bai pun dengan sengaja pergi menjenguknya.

Kondisi Jennie Bai baik, namun ia terlihat pucat dan lesu, Yesi Mo pun menyuruhnya untuk beristirahat dan melangkah pergi.

Di saat yang bersamaan, Stanley Yan juga kembali ke rumah Vivian Luo.

Begitu melihat Stanley Yan, Vivian Luo yang sedang duduk di sofa ruang tamu pun langsung bangkit berdiri dan berlari menghampiri. Ia mengambil tas yang dibawa oleh Stanley Yan dan sambil tersenyum bertanya, “Bagaimana, Felix? Apa kamu letih di hari pertama kerja?”

“Tidak, aku baik-baik saja.” Stanley Yan lalu bertanya dengan santai, “Oh ya, Vivian, apa kamu memiliki kontak teman-temanku dulu?”

Raut wajah Vivian Luo mengetat, “Kenapa kamu bertanya tentang itu?”

“Aku ingin secepatnya mengingat masa laluku, secepatnya mengingat kenangan-kenangan manis kita. Aku tidak ingin menjadi seseorang yang tidak memiliki masa lalu.”

Mendengar ucapan Stanley Yan, mata Vivian Luo pun terbuka dan ia tertawa, “Felix, kamu jangan khawatir. Aku akan membantumu mengingat semuanya. Karena besok kamu masih harus bekerja, bagaimana kalau aku mengundang bebrapa temanmu untuk bertemu denganmu lusa hari Sabtu? Siapa tahu bisa membantu ingatanmu kembali.”

“Baiklah.” Stanley Yan mengangguk lalu berujar, “Terima kasih.”

“Untuk apa berterima kasih padaku. Aku adalah calon istrimu dan kamu adalah calon suamiku, tentu saja harus saling membantu. Aku juga tidak ingin kamu terus-terusan tidak ingat masa lalumu. Jangan khawatir, aku pasti akan membantumu sebisaku untuk tetap menjalin hubungan baik dengan teman-teman lamamu. Aku akan membantumu mengembalikan ingatanmu secepatnya.” Vivian Luo lalu menarik tangan Stanley Yan dan dengan khawatir bertanya, “Felix, apa punggungmu masih sakit? Bagaimana kalau sekarang aku bantu mengoleskan obat?”

“Tidak perlu, nanti setelah makan aku akan meminta pelayan untuk membantuku mengoleskannya sebelum tidur.”

Penolakan Stanley Yan membuat hati Vivian Luo merasa tidak senang. Sudah setengah tahun, tapi Stanley Yan terus menolak menghabiskan waktu berduaan dengannya. Ia sama sekali tidak mau memiliki kontak yang terlalu dekat dengannya.

Vivian Luo tidak begitu gelisah sebelumnya, ia percaya waktu akan mengubah segalanya perlahan. Ia percaya Stanley Yan dapat menerima identitas barunya setahap demi setahap. Tapi saat bertemu dengan Yesi Mo, saat kemarin malam matanya melihat sendiri bagaimana Stanley Yan melindungi Yesi Mo dari bahaya, Vivian Luo tidak bisa menahan kesabarannya lagi. Ia tidak ingin menunggu lebih lama lagi.

Setelah makan, dengan alasan lelah sepanjang hari, Stanley Yan pamit untuk kembali kekamar dan beristirahat.

Melihat punggungnya, Vivian Luo pun mengerutkan bibirnya. Ia duduk diatas sofa ruang tamu untuk waktu yang lama, sebelum berbisik pada pengurus rumah.

Pengurus rumah itu membelalakkan matanya dan dengan terkejut bertanya, “Nona, untuk apa nona membutuhkan barang itu?”

“Tidak usah ikut campur. Aku buru-buru, cepat cari cara untuk membawanya kepadaku.” desak Vivian Luo tidak sabar.

“Nona, ini akan menyulitkanku. Kalau tuan besar sampai tahu tentang masalah ini, beliau pasti akan mengulitiku, tamat sudah riwayatku.” Pengurus rumah itu menatap Vivian Luo dengan memelas.

“Kamu takut ayahku akan mengulitimu tapi kamu tidak takut padaku? Percaya tidak percaya, kalau dalam satu jam kamu tidak membawakanku barang itu, aku akan memberitahu ayahku bahwa kamu mengintipku saat aku sedang mandi dan kamu bersikap kurang ajar terhadapku.”

Vivian Luo juga merupakan tipe orang yang cukup kejam. Ucapannya ini membuat sang pengurus rumah sampai tersungkur ke atas lantai.

“Nona, bagaimana mungkin nona tega memfitnah orang sampai seperti ini? Aku sudah begitu tua, bagaimana mungkin...”

“Lalu kenapa kalau sudah tua? Kamu adalah tipe orang yang hatinya masih muda.” Vivian Luo mengerjapkan matanya, “Dengar, ayahku itu paling menyayangiku. Menurutmu, ia akan lebih mempercayaimu atau mempercayaiku?”

“Nona, aku bersalah. Sekarang juga aku akan mempersiapkannya. Sekarang juga aku pergi.”

Melihat pengurus rumah itu berlari pergi, pandangan Vivian Luo pun jatuh ke lantai dua. Sudut bibirnya menyunggingkan senyum dan ia bergumam: “Fellix, kamu adalah milikku, tidak ada siapapun yang boleh merebutmu. Tunggu saja sampai saatnya tiba. Seperti beras mentah yang matang menjadi nasi, kamu juga tidak akan pernah bisa meninggalkan sisiku.”

Pengurus rumah itu pergi dengan cepat dan kembali juga dengan cepat. Setelah memastikan bahwa tidak ada orang yang memperhatikan, ia pun dengan cepat memberikan Vivian Luo sebuah kantong kertas kecil dan dengan suara rendah berujar, “Nona, ini barang yang nona minta.”

“Kerja bagus. Kembali kerjakan pekerjaanmu.”

Vivian Luo pun mengibaskan tangannya, menyuruh pengurus rumah itu pergi. Ia lalu bangkit berdiri dan pergi ke dapur untuk menyeduh kopi. Ia membuka kantong kertas itu dan menuangkan serbuk putih ke dalam cangkir kopi, lalu membawanya naik ke kamar Stanley Yan.

Ia mengetuk pintu kamar Stanley Yan dan meletakkan kopi itu. Ia menyuruh Stanley Yan untuk jangan lupa meminum kopi itu sebelum membalikkan tubuhnya dan berjalan keluar.

Sekitar setengah jam kemudian, ia melihat seorang pelayan pria yang sedang berdiri di depan pintu kamar Stanley Yan sambil memegang kotak obat. Saat pelayan itu hendak berjalan masuk, Vivian Luo berlari menghampiri dan merebut kotak obat yang ia pegang lalu mengibaskan tangannya menyuruh pelayan pria itu pergi.

Ketika Vivian Luo membuka pintu dan berjalan masuk, Stanley Yan sedang berdiri telanjang dada di bawah pendingin ruangan. Walaupun angin yang dingin meniupinya, namun wajah dan lehernya serta bagian atas tubuhnya terlihat kemerahan. Ia juga tidak berhenti mengipasi dirinya dengan tangan.

Melihat pemandangan ini, Vivian Luo pun menjatuhkan kotak obat yang ada di tangannya. Ia berlari untuk memeluk Stanley Yan, wajahnya ia tempelkan ke punggung Stanley Yan yang terbakar. Vivian Luo mengangkat kepalanya dan menatap Stanley Yan yang terlihat seperti terhipnotis, lalu bertanya dengan nada menggoda, “Felix, apa aku cantik?”

“Cantik!” Stanley Yan otomatis menolehkan kepalanya untuk menatap Vivian Luo, kedua matanya tidak lepas seperti sudah akar yang tertancap dalam.

Vivian Luo balas menatap Stanley Yan dengan tatapan menggoda, matanya terlihat berkabut, “Kalau begitu, apa lagi yang kamu tunggu? Tunjukkan hasratmu padaku!”

Novel Terkait

Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
3 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
3 tahun yang lalu
Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu