Unlimited Love - Bab 156 Ia Pernah Menyelamatkanku (2)
Perlahan, Yesi Mo pun dapat menenangkan diri. Air mata yang ada di pelupuk matanya sudah berhenti mengalir, namun ia masih tetap memeluk Stanley Yan. Bagaimanapun juga, ia tetap tidak mau melepaskan pria itu.
Ia takut. Ia takut begitu melepaskan pelukannya, Stanley Yan yang ada di hadapannya ini akan kembali lenyap. Akan menjadi pria milik orang lain, menjadi suami dari orang lain.
Ia takut, semua hal indah di hadapannya ini akan menjadi buih-buih seperti pelangi. Hancur berkeping-keping dan akhirnya hanya menyisakan kehampaan.
Ia takut...
Jika dihitung-hitung, kali ini Yesi Mo sudah kehilangan Stanley Yan sebanyak dua kali. Saat ia kehilangan, barulah ia tahu menghargai. Ia sangat menghargai kehangatan yang singkat ini, karena ia tahu dengan jelas. Walaupun Stanley Yan adalah Stanley Yan, namun ia juga bukan Stanley Yan. Pria itu tidak memiliki ingatan tentang dirinya maupun Didi, tidak memiliki rasa sayang yang sangat intim diantara mereka itu.
Intinya, Stanley Yan yang sekarang sama seperti tamu. Seorang yang asing.
Setidakrela apapun ia untuk berpisah, Yesi Mo juga tidak bisa terus-terusan memeluk Stanley Yan dan tidak melepaskannya.
Sedalam-dalamnya ia ingin bernostalgia, Yesi Mo juga tidak bisa terus berada dalam pelukan Stanley Yan.
Kehangatan kali ini memang singkat, lembut, manis, dan sangat membahagiakan. Tapi yang Yesi Mo inginkan bukanlah keromantisan sesaat, melainkan hidup dengan Stanley Yan selamanya dan tidak saling berpisah ataupun menyerah.
Yesi Mo pun perlahan melepaskan kedua tangannya yang melingkar di pinggang Stanley Yan. Ia menundukkan kepala dan mengambil langkah mundur dua langkah, mengatupkan bibirnya dengan tidak enak hati dan menatap Stanley Yan sekilas, “Maaf, barusan aku terlalu bersemangat... Aku... Tidak menakutimu, bukan?”
Stanley Yan tetap tersenyum tipis padanya, ia menggeleng perlahan dan senyumnya itu sangat tulus. Kalau memang harus dikatakan ada sesuatu yang terkandung dalam senyuman pria itu, maka hal itu sepertinya adalah rasa pengertian.
Yesi Mo menghela napas lega. Setelah beberapa kali menarik napas dalam-dalam, barulah ia bisa mengatur kembali suasana hatinya. Saat ia mengangkat kepalanya, Stanley Yan sudah berjalan ke meja kecil yang ada di samping dan mulai menyeduh teh. Dengan matanya, ia mengisyaratkan Yesi Mo untuk duduk di sofa yang ada disitu.
Yesi Mo baru saja terduduk saat Stanley Yan sudah menyuguhkan secangkir teh ke hadapannya.
Melihat cangkir teh panas yang masih mengepulkan asap itu, kekecewaan pun terbersit dalam hati Yesi Mo: Sudah selama ini, namun Stanley Yan masih tidak ingat akan masa lalu? Kalau tidak, mana mungkin ia menyajikan teh untuknya?
“Maaf, aku tidak bisa memberikan sesuai keinginanmu. Disini tidak ada kopi, apalagi cappuccino kesukaanmu. Paksakan tetap minum sedikit untuk melembabkan tenggorokanmu. Setelah menangis begitu lama, tenggorokanmu pasti terasa tidak nyaman.”
Stanley Yan membungkukkan pinggang sambil menatap Yesi Mo, tatapan mata kedua orang itu saling menyambut di tengah udara kosong.
Perkataan yang begitu tulus dan mengandung perhatian yang kental di dalamnya itu membuat kekecewaan dalam hati Yesi Mo pun memudar. Hatinya tergerak dan disaat yang bersamaan, ia juga merasa bersalah.
Stanley Yan tidak mengingat apapun, apa haknya untuk merasa kecewa? Ini bukanlah kesalahan Stanley Yan.
“Terima kasih.”
“Sama-sama.”
Yesi Mo menerima gelas teh itu, sedangkan Stanley Yan tersenyum. Ia mengangkat segelas teh lain dari meja dan duduk di sofa tunggal yang ada di hadapan Yesi Mo. Setelah menyesap tehnya, ia mengangkat kepalanya dan melihat Yesi Mo dengan heran lalu bertanya, “Kenapa tidak diminum? Tidak suka?”
“Bukan. Panas.” Yesi Mo sebenarnya memang tidak suka, namun ia juga tidak ingin mengecewakan Stanley Yan sehingga ia mencari sebuah alasan yang masuk akal. Dengan gerakan yang mulus, ia meletakkan gelas teh itu diatas meja.
Stanley Yan dapat melihat maksudnya, ia dapat melihat jelas bahwa Yesi Mo sedang mencari alasan. Walaupun begitu, Stanley Yan tidak memaksanya.
Dengan gerakannya yang mulus, ia juga meletakkan gelas tehnya ke atas meja lalu bertanya sambil tersenyum, “Kamu datang untuk membawaku pergi?”
Yesi Mo mengangguk sehingga Stanley Yan bertanya lagi, “Kemana? Kediaman keluarga Yan.”
“Iya, tapi tidak juga. Lebih tepatnya, membawamu pergi ke Amerika.”
Takut Stanley Yan tidak mengerti maksudnya, Yesi Mo pun kembali menambahkan, “Disana ada seorang dokter otak yang sangat ahli, mungkin saja ia bisa membantumu mengingat sesuatu.”
“Kalau begitu ayo kita pergi.”
Yang meleset dari perkiraan Yesi Mo adalah tidak adanya penolakan apapun dari Stanley Yan. Pria itu langsung bangkit berdiri dan menyetujuinya.
Yesi Mo tertegun untuk beberapa detik, lalu kesadarannya baru kembali. Ia pun turut bangkit berdiri dan menatap Stanley Yan dengan ragu, lalu bertanya, “Kamu tidak membereskan barang-barangmu dulu?”
““Tidak perlu.”
““Kalau begitu... Ayo kita pergi.”
Yesi Mo menuntun Stanley Yan berjalan sampai ke daun pintu. Setelah itu, ia memanggil pengawal wanitanya untuk menyetir. Setelah naik ke mobil, mereka pun perlahan beranjak pergi meninggalkan bangunan vila yang ada di pinggiran ini.
Melihat Stanley Yan yang terus menoleh dan melihat ke belakang, Yesi Mo pun bertanya penasaran, “Tidak rela?”
“Kalau kamu di posisiku, apa kamu bisa rela?” Stanley Yan balas bertanya dengan raut yang aneh.
Yesi Mo merasa kikuk dan dengan wajah bersalah berujar, “Maaf, aku...”
“Tidak masalah, aku hanya merasa semua hal yang terjadi disini seperti sebuah mimpi. Sebuah mimpi buruk. Untungnya saat terbangun semuanya sudah berlalu.”
“Ya, benar. Semua sudah berlalu.”
Yesi Mo menoleh dan melihat sosok vila yang perlahan menghilang dari pandangannya di tengah kegelapan malam, ia mengehla napas dengan hati yang dipenuhi emosi berkecamuk.
Sekembalinya ke kediaman keluarga Yan, waktunya sudah larut malam. Yesi Mo belum makan malam sehingga ia merasa lapar. Ia bertanya pada Stanley Yan apakah pria itu mau makan cemilan malam, dan ternyata pria itu dengan senang menyetujuinya.
Setelah kedua orang itu selesai menyantap kudapan malam, jarum jam di ruang tamu sudah menunjukkan pukul setengah satu pagi.
Yesi Mo berdiri di daun pintu kamarnya pun menguap dan tersenyum tipis pada Stanley Yan, “Istirahatlah lebih awal. Besok pagi-pagi sekali kita akan berangkat ke bandara. Selamat malam.”
Stanley Yan menatap Yesi Mo yang sudah mendorong daun pintunya dan saat ingin berjalan masuk, tiba-tiba pria itu memanggilnya sehingga Yesi Mo menghentikan langkahnya.
Yesi Mo membalikkan tubuhnya dan bertanya penasaran pada pria itu: Ada apa?
Stanley Yan ragu sejenak, lalu bertanya, “Ia... Bagaimana kondisinya sekarang?”
“Ia sudah memperlakukanmu sedemikian rupa, tapi kamu masih tidak merelakannya?” Alis Yesi Mo sedikit mengernyit. Hal yang paling ia khawatirkan adalah Stanley Yan yang tidak dapat melupakan Vivian Luo. Sekarang, sepertinya apa yang ia takutkan terjadi.
“Ia pernah menyelamatkanku.” Stanley Yan berujar datar. Setelah mengucapkan ucapan malam yang singkat pada Yesi Mo, ia pun membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju kamar tamu yang berada tidak jauh dari situ.
“Aku mengerti.”
Melihat bayangan punggung Stanley Yan, Yesi Mo pun berujar pelan.
Stanley Yan menoleh dan mengucapkan terima kasih pada Yesi Mo, membuka pintu kamar tamu itu, lalu berjalan masuk.
Percakapan teka-teki mereka berdua mungkin membingungkan orang-orang di sekitar mereka, namun Stanley Yan dan Yesi Mo sebagai pelaku dalam hal ini mengerti akan maksud percakapan itu melebihi siapapun.
Stanley Yan mengingat jasa Vivian Luo yang telah menyelamatkan nyawanya. Ia berharap Yesi Mo tidak perlu membabat habis wanita itu dan Yesi Mo menyetujuinya.
Yesi Mo tidak memiliki alasan untuk menolak, karena Stanley Yan dapat secara gamblang mengatakan padanya bahwa Vivian Luo pernah menyelamatkan nyawanya. Itu berarti, ia telah melepaskan Vivian Luo sehingga Yesi Mo tidak memiliki alasan untuk khawatir lagi.
Marson Luo sangat sibuk, namun ia masih meluangkan waktu untuk mengantarkan kedua orang itu ke bandara.
Sebelum masuk ke gerbang imigrasi, Marson Luo memantapkan bibirnya dan menatap Stanley Yan lalu berkata, “Tuan muda, aku akan menunggumu pulang.”
“Stanley pasti pulang.”
Stanley Yan balas mengangguk pada Marson Luo, lalu langsung masuk ke gerbang imigrasi. Setelah melalui prosedur yang cukup rumit, Stanley Yan dan Yesi Mo pun naik ke pesawat yang menerbangkan mereka ke Bandara Internasional Washington D.C.
Penerbangan panjang di pesawat dapat membuat orang merasa lelah dan tenaganya terkuras habis, namun dalam perjalanan kali ini, Yesi Mo malah tidak merasa terlalu lelah. Ia malah merasa bahagia.
Ia hanya bisa merasa lega akan semuanya. Yesi Mo akhirnya dapat membubarkan kebohongannya pada Didi selama setengah tahun lebih ini, tidak ada keharusan baginya untuk melanjutkannya. Terlebih lagi, ia tidak usah khawatir Didi akan terus mencecarnya dengan pertanyaan tentang keberadaan Stanley Yan dan kapan pria itu akan datang menemuinya.
Orang yang menjemput di bandara tidak banyak, hanya Robin Xiao dan Sara Xue. Sebelum Yesi Mo naik ke pesawat, ia telah memberitahu Robin Xiao dan secara khusus mengingatkannya agar tidak membawa serta Didi maupun orang lain. Kedatangan Sara Xue pun menjadi di luar perkiraannya.
Saat Yesi Mo menelepon Robin Xiao, pria itu sedang membicarakan sebuah kerjasama yang sangat penting dengan Sara Xue. Begitu ia mendengar bahwa Yesi Mo membawa Stanley Yan pulang ke Amerika, ia secara khusus bertanya dengan jelas nomor penerbangan dan waktu kedatangannya lalu memburu waktu untuk datang kesini.
Robin Xiao sama sekali tidak tahu tentang Stanley Yan yang hilang ingatan. Dengan wajah yang dipenuhi senyum bahagia dan kemenangan saat melihat mereka, ia memanggil Stanley Yan dengan sebutan kakak ipar dan hendak berjabat tangan dengannya. Tapi yang ia dapatkan hanya Stanley Yan yang mengernyitkan alis menatapnya. Pria itu sama sekali tidak merespon dari awal sampai akhir, membuat ekspresi di wajah Robin Xiao menjadi canggung.
Belum sempat Yesi Mo menjelaskan, Sara Xue yang merupakan teman seperjalanan Robin Xiao sudah tertawa dan datang menghampiri unuk menjelaskan apa yang terjadi pada Stanley Yan.
Ia tentu saja tidak dapat menjelaskan terlalu banyak di tempat umum seperti ini, namun sebuah kalimat ‘Ia hilang ingatan’ sudah cukup untuk membuat Robin Xiao memahami respon Stanley Yan yang tidak biasa.
Saat Sara Xue sedang memberi penjelasan pada Robin Xiao, Yesi Mo juga mengenalkan kedua orang itu pada Stanley Yan.
Walaupun sama sekali tidak ada sosok bayangan mereka dalam lapisan ingatannya, namun Stanley Yan tetap menyambut mereka dengan hangat. Ia menerima hubungan diantara mereka di masa lalu, tersenyum, dan menjabat tangan mereka.
Melihat pemandangan yang terlihat wajar di hadapannya ini membuat Yesi Mo merasa sangat senang.
Ia dapat dengan jelas menyadari bahwa meskipun pada akhirnya Stanley Yan tidak mendapatkan kembali ingatannya yang hilang, namun pria itu tidak akan meninggalkan sisinya lagi. Raut yang Stanley Yan tunjukkan sekarang ini sudah menjelaskan bahwa ia menerima fakta kalau ia adalah Stanley Yan, bahwa ia adalah pria milik Yesi Mo.
Walaupun dalam kurun waktu setengah bulan ia tidak kembali, namun tidak terjadi perubahan apapun pada rumah kediaman keluarga Mo. Setelah Robin Xiao dan Sara Xue mengantarkan kedua orang itu, mereka hanya duduk sebentar dan pamit undur diri dengan alasan sibuk mengurusi pekerjaan mereka.
Stanley Yan dan Yesi Mo menyantap makanan dengan sederhana dan setelah mandi, mereka lalu masuk ke dalam kamar untuk beristirahat dan beradaptasi dengan perbedaan waktu.
Langit sudah mulai menggelap dan Yesi Mo terbangun karena lapar. Ia pun bangun dan setelah mandi, turun ke lantai bawah untuk makan. Saat ia membalikkan tubuhnya dan hendak menutup pintu kamarnya, disaat yang bersamaan, ia mendengar pergerakan dari kamar di sebelahnya. Seketika setelah ia berbalik badan, Yesi Mo melihat Stanley Yan yang sudah mengenakan kemeja rapi juga keluar dari dalam kamar. Kedua orang itu saling bertatapan dan tersenyum.
“Bangun karena lapar, bukan? Ayo kita makan.”
Saat Yesi Mo beranjak pergi, tanpa sadar ia menjulurkan tangan untuk menggandeng tangan Stanley Yan. Tapi tidak disangka yang ia dapatkan hanya udara kosong, sehingga Yesi Mo pun tersadar bahwa ia telah bertindak dengan tidak semestinya. Ia baru saja hendak membuka mulut untuk meminta maaf, namun Stanley Yan malah sudah berbalik menggenggam tangannya dan berujar sambil tersenyum, “Ayo.”
Sambil menggandeng Yesi Mo untuk turun ke lantai bawah, ia juga masih tidak lupa untuk mengingatkan wanita itu supaya melangkah dengan hati-hati.
Melihat pergelangan tangannya yang digenggam erat oleh Stanley Yan, mata Yesi Mo pun penuh dengan kebahagiaan yang sangat manis.
Waktu masih awal saat mereka selesai makan, sehingga mereka pun berniat untuk kembali tidur. Tapi karena sudah tidur seharian, mereka sama sekali tidak mengantuk.
Yesi Mo lalu mengusulkan agar mereka pergi berjalan-jalan ke daerah kota di hari yang cerah ini untuk membawa Stanley Yan lebih mengenali daerahnya. Ia tidak ingin membuang waktu karena sebenarnya ia ingin menghabiskan lebih banyak waktu berduaan saja dengan Stanley Yan.
Stanley Yan sebenarnya tahu maksud tersembunyi Yesi Mo, namun ia tidak mengutarakannya. Saat mereka berdua sampai di kota Washington, waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam lebih. Tepat saat ritme kehidupan kota Washington sedang marak-maraknya.
Sebagai ibukota Amerika, walaupun namanya tidak setenar New York atau Las Vegas sebagai kota judi, namun Washington juga sama sekali tidak lebih rendah dari kedua kota yang tenar seantero dunia itu.
Mereka duduk di mobil dan mengitari jalanan sebanyak satu putara. Setelah itu, Yesi Mo menyuruh supir untuk menghentikan mobil di pinggir jalan dan berkata bahwa jalan-jalan seperti ini tidak ada gunanya. Ia ingin membawa Stanley Yan untuk berjalan kaki berkeliling.
Stanley Yan yang dulu pasti tidak akan tertarik dengan usulan semacam ini, kecuali tentu saja saat bersama dengan Yesi Mo.
Tapi Stanley Yan yang sekarang tidak ingat apapun, semua yang ada di depan matanya adalah hal baru. Tentu saja ia tidak menolak usulan Yesi Mo.
Tapi Yesi Mo dan Stanley Yan sama sekali tidak menyangka terjadi suatu hal yang menghadang niat mereka sesaat sebelum mereka melakukannya. Terjadi suatu hal yang cukup merepotkan bagi mereka.
Novel Terkait
Cinta Yang Dalam
Kim YongyiLelah Terhadap Cinta Ini
Bella CindyCinta Tapi Diam-Diam
RossieMenantu Hebat
Alwi GoLoving The Pain
AmardaHabis Cerai Nikah Lagi
GibranPRIA SIMPANAN NYONYA CEO
Chantie LeeIstri Yang Sombong
JessicaUnlimited Love×
- Bab 1 Pernikahan
- Bab 2 Dinikahi Orang Tolol Juga Bukan Hal yang Buruk
- Bab 3 Dia Telah Membohongi Semua Orang
- Bab 4 Merasakan Kelembutannya
- Bab 5 Teh Penghormatan Dari Menantu
- Bab 6 Tamu Tak Diundang
- Bab 7 Istri, Aku Datang Melindungimu!
- Bab 8 Dengan Kelembutanmu, Hangatkan Hatiku
- Bab 9 Apakah Karena Cinta?
- Bab 10 Pemilik Cheongsam Sesungguhnya
- Bab 11 Semua Penuh Jebakan
- Bab 12 Menjenguk Katty Yun
- Bab 13 Katty Yun Mengakui Kesalahan
- Bab 14 Aku Masih Belum Siap
- Bab 15 Karena Cinta
- Bab 16 Membawa Masalah Pada Diri Sendiri
- Bab 17 Sebenarnya Apa Itu Kebenaran?
- Bab 18 Kemarahan Stanley Yan
- Bab 19 Menghinanya Karena Dia Bodoh?
- Bab 20 Menerima Hukuman
- Bab 21 Apakah Aku Memaksamu?
- Bab 22 Gawat, Sungguh Memalukan
- Bab 23 Robin Xiao Datang Berkunjung
- Bab 24 Tidak Ada Rahasia Di Hadapannya
- Bab 25 Tidak Dapat Menghindarinya
- Bab 26 Dia Sudah Gila
- Bab 27 Siapapun Tidak Boleh Menyentuh Wanitaku!
- Bab 28 Supnya Bermasalah
- Bab 29 Untuk Apa Dia Datang?
- Bab 30 Stanley Yan, kamu itu koruptor!
- Bab 31 Temani Aku Semalam Maka Dianggap Selesai
- Bab 32 Permusuhan
- Bab 33 Aku Mencintainya Melebihi Segalanya
- Bab 34 Meninggalkan Rumah Keluarga Yan
- Bab 35 Tidak, Jangan Mendekat!
- Bab 36 Hati Yang Teramat Gelisah (1)
- Bab 36 Hati Yang Teramat Gelisah (2)
- Bab 37 Dia Pergi, Aku Juga Pergi! (1)
- Bab 37 Dia Pergi, Aku Juga Pergi! (2)
- Bab 38 Stanley Yang Cinta Mati Kepada Istrinya (1)
- Bab 38 Stanley Yang Cinta Mati Kepada Istrinya (2)
- Bab 39 Jangan Mencari Perhatian Istriku (1)
- Bab 39 Jangan Mencari Perhatian Istriku (2)
- Bab 40 Bertamu Ke Rumah Robin Xiao (1)
- Bab 40 Bertamu Ke Rumah Robin Xiao (2)
- Bab 41 Meraih Bintang Memberikannya Untukmu (1)
- Bab 41 Meraih Bintang Memberikannya Untukmu (2)
- Bab 42 Kamu Bisa-Bisanya Memperlakukanku Seperti Itu! (1)
- Bab 42 Kamu Bisa-Bisanya Memperlakukanku Seperti Itu! (2)
- Bab 43 Mereka Tinggal Bersama Sepanjang Malam (1)
- Bab 43 Mereka Tinggal Bersama Sepanjang Malam (2)
- Bab 44 Kecewa Pada Stanley Yan (1)
- Bab 44 Kecewa Pada Stanley Yan (2)
- Bab 45 Siapa Yang Istrimu? Lepaskan! (1)
- Bab 45 Siapa Yang Istrimu? Lepaskan! (2)
- Bab 46 Aku Tidak Punya Teman Seperti Kamu (1)
- Bab 46 Aku Tidak Punya Teman Seperti Kamu (2)
- Bab 47 Tidakkah Pria, Akan Tahu Jika Sudah Mencoba? (1)
- Bab 47 Tidakkah Pria, Akan Tahu Jika Sudah Mencoba? (2)
- Bab 48 Kemarahan (1)
- Bab 48 Kemarahan (2)
- Bab 49 Konflik Pecah (1)
- Bab 49 Konflik Pecah (2)
- Bab 49 Konflik Pecah (3)
- Bab 50 Suka? Ambil Saja Untukmu! (1)
- Bab 50 Suka? Ambil Saja Untukmu! (2)
- Bab 51 Buku Nikah (1)
- Bab 51 Buku Nikah (2)
- Bab 51 Buku Nikah (3)
- Bab 52 Menjadi seorang ayah! (1)
- Bab 52 Menjadi seorang ayah! (2)
- Bab 52 Menjadi seorang ayah! (3)
- Bab 53 Berada Dalam Berkah Tapi Tidak Merasa Berkah (1)
- Bab 53 Berada Dalam Berkah Tapi Tidak Merasa Berkah (2)
- Bab 53 Berada Dalam Berkah Tapi Tidak Merasa Berkah (3)
- Bab 54 Biarkan dia tidak pernah kembali (1)
- Bab 54 Biarkan dia tidak pernah kembali (2)
- Bab 55 Sakit Perut (1)
- Bab 55 Sakit Perut (2)
- Bab 55 Sakit Perut (3)
- Bab 56 Kepanikan Yang Berlebihan (1)
- Bab 56 Kepanikan Yang Berlebihan (2)
- Bab 57 Siapa Yang Melakukannya? (1)
- Bab 57 Siapa Yang Melakukannya? (2)
- Bab 57 Siapa Yang Melakukannya? (3)
- Bab 58 Rasa Yang Tidak Nyaman (1)
- Bab 58 Rasa Yang Tidak Nyaman (2)
- Bab 58 Rasa Yang Tidak Nyaman (3)
- Bab 59 Aku Tidak Ingin Melihatmu Lagi (1)
- Bab 59 Aku Tidak Ingin Melihatmu Lagi (2)
- Bab 59 Aku Tidak Ingin Melihatmu Lagi (3)
- Bab 60 Serangan Balik Stanley Yan (1)
- Bab 60 Serangan Balik Stanley Yan (2)
- Bab 60 Serangan Balik Stanley Yan (3)
- Bab 60 Serangan Balik Stanley Yan (4)
- Bab 61 Jangan Pernah Berpikir Untuk Meninggalkanku (1)
- Bab 61 Jangan Pernah Berpikir Untuk Meninggalkanku (2)
- Bab 62 Kesalahpahaman Harus Dikatakan Dengan Jelas (1)
- Bab 62 Kesalahpahaman Harus Dikatakan Dengan Jelas (2)
- Bab 63 Problema Diantara Suami Dan Istri (1)
- Bab 63 Problema Diantara Suami Dan Istri (2)
- Bab 64 Putriku? Lucu Sekali! (1)
- Bab 64 Putriku? Lucu Sekali! (2)
- Bab 65 Balasan Yang Pantas (1)
- Bab 65 Balasan Yang Pantas (2)
- Bab 66 Aku Akan Melahirkan (1)
- Bab 66 Aku Akan Melahirkan (2)
- Bab 67 Seorang Tuan Muda Kecil (1)
- Bab 67 Seorang Tuan Muda Kecil (2)
- Bab 68 Bibit Siapa Sebenarnya (1)
- Bab 68 Bibit Siapa Sebenarnya (2)
- Bab 69 Menjadi Abu (1)
- Bab 69 Menjadi Abu (2)
- Bab 70 Tinggalkan Dia (1)
- Bab 70 Tinggalkan Dia (2)
- Bab 71 Bisa Percaya pada Siapa lagi? (1)
- Bab 71 Bisa Percaya pada Siapa lagi? (2)
- Bab 71 Bisa Percaya pada Siapa lagi? (3)
- Bab 72 Kakak, Ibu (1)
- Bab 72 Kakak, Ibu (2)
- Bab 72 Kakak, Ibu (3)
- Bab 73 Ibu, Untukmu (1)
- Bab 73 Ibu, Untukmu (2)
- Bab 74 Menjadi Ibu Untuknya (1)
- Bab 74 Menjadi Ibu Untuknya (2)
- Bab 74 Menjadi Ibu Untuknya (3)
- Bab 75 Cappuccino? Apakah Ini Kebetulan? (1)
- Bab 75 Cappuccino? Apakah Ini Kebetulan? (2)
- Bab 76 Apa Ini Juga Sebuah Kebetulan? (1)
- Bab 76 Apa Ini Juga Sebuah Kebetulan? (2)
- Bab 77 Istriku Benarkah Ini Dirimu? (1)
- Bab 77 Istriku Benarkah Ini Dirimu? (2)
- Bab 78 Kamu Adalah Duniaku (1)
- Bab 78 Kamu Adalah Duniaku (2)
- Bab 79 Stanley Yan Datang Berkunjung (1)
- Bab 79 Stanley Yan Datang Berkunjung (2)
- Bab 80 Dia Seakan Telah Kembali! (1)
- Bab 80 Dia Seakan Telah Kembali! (2)
- Bab 81 Tanda Lahir (1)
- Bab 81 Tanda Lahir (2)
- Bab 82 Apa Yang Akan Kamu Lakukan Padanya? (1)
- Bab 82 Apa Yang Akan Kamu Lakukan Padanya? (2)
- Bab 83 Kebencian Tak Beralasan (1)
- Bab 83 Kebencian Tak Beralasan (2)
- Bab 84 Teman Lama Yang Saling Bertemu Namun Tidak Saling Mengenal (1)
- Bab 84 Teman Lama Yang Saling Bertemu Namun Tidak Saling Mengenal (2)
- Bab 85 Mengkhawatirkannya (1)
- Bab 85 Mengkhawatirkannya (2)
- Bab 86 Mengikuti Permainannya (1)
- Bab 86 Mengikuti Permainannya (2)
- Bab 87 Yesi Mo Adalah Angie Qin, Kalau Begitu Siapa Dia? (1)
- Bab 87 Yesi Mo Adalah Angie Qin, Kalau Begitu Siapa Dia? (2)
- Bab 88 Dia Tidak Memiliki Masa Lalu (1)
- Bab 88 Dia Tidak Memiliki Masa Lalu (2)
- Bab 89 Rahasia Mereka (1)
- Bab 89 Rahasia Mereka (2)
- Bab 90 Yesi Mo, Kamulah Angie Qin Yang Sebenarnya (1)
- Bab 90 Yesi Mo, Kamulah Angie Qin Yang Sebenarnya (2)
- Bab 91 Di Saat Terdesak, Ingatan Masa Lalu Hidup Kembali! (1)
- Bab 91 Di Saat Terdesak, Ingatan Masa Lalu Hidup Kembali! (1)
- Bab 92 Aku Tidak Setuju (1)
- Bab 92 Aku Tidak Setuju (2)
- Bab 93 Menikah Denganku, Dia akan Kulepaskan (1)
- Bab 93 Menikah Denganku, Dia akan Kulepaskan (2)
- Bab 94 Undangan Pernikahan (1)
- Bab 94 Undangan Pernikahan (2)
- Bab 95 Sudah Terlambat untuk Menyesalinya (1)
- Bab 95 Sudah Terlambat untuk Menyesalinya (2)
- Bab 96 Selalu Akan Ada Pertemuan Kembali Setelah Perpisahan (1)
- Bab 96 Selalu Akan Ada Pertemuan Kembali Setelah Perpisahan (2)
- Bab 97 Nenek Luar Kakek Luar Bukan Orang Lain (1)
- Bab 97 Nenek Luar Kakek Luar Bukan Orang Lain (2)
- Bab 98 Susah Dikatakan (1)
- Bab 98 Susah Dikatakan (2)
- Bab 99 Istri, Aku Yang Dibohongimu Sangat Menderita (1)
- Bab 99 Istri, Aku Yang Dibohongimu Sangat Menderita (2)
- Bab 100 Rico Mu, Kamu Pantas Mati (1)
- Bab 100 Rico Mu, Kamu Pantas Mati (2)
- Bab 101 Pertukaran Identitas, Mengorbankan Diri Untuk Orang Lain (1)
- Bab 101 Pertukaran Identitas, Mengorbankan Diri Untuk Orang Lain (2)
- Bab 102 Satu Keluarga Berkumpul (1)
- Bab 102 Satu Keluarga Berkumpul (2)
- Bab 103 Rico Mu Datang Mencari (1)
- Bab 103 Rico Mu Datang Mencari (2)
- Bab 104 Kesempatan Yang Diambil Sia-sia (1)
- Bab 104 Kesempatan Yang Diambil Sia-sia (2)
- Bab 105 Dijebak (1)
- Bab 105 Dijebak (2)
- Bab 106 Terbongkar (1)
- Bab 106 Terbongkar (2)
- Bab 107 Pertarungan Dua Wanita (1)
- Bab 107 Pertarungan Dua Wanita (2)
- Bab 108 Undangan Dengan Niat Buruk (1)
- Bab 108 Undangan Dengan Niat Buruk (2)
- Bab 109 Yang Lebih Peduli, Lebih Menderita (1)
- Bab 109 Yang Lebih Peduli, Lebih Menderita (2)
- Bab 110 Dia Bisa Menyerah? (1)
- Bab 110 Dia Bisa Menyerah? (2)
- Bab 111 Tidak Bisa Tersingkir (1)
- Bab 111 Tidak Bisa Tersingkir (2)
- Bab 112 Cengkeraman Dia (1)
- Bab 112 Cengkeraman Dia (2)
- Bab 113 Kamu Barang Palsu Ini (1)
- Bab 113 Kamu Barang Palsu Ini (2)
- Bab 114 Siapa yang Mengancam Siapa? (1)
- Bab 114 Siapa yang Mengancam Siapa? (2)
- Bab 115 Selesai Sudah (1)
- Bab 115 Selesai Sudah (2)
- Bab 116 Berita Kematian (1)
- Bab 116 Berita Kematian (2)
- Bab 117 Kebetulan? Siapa Percaya (1)
- Bab 117 Kebetulan? Siapa Percaya (2)
- Bab 118 Tunggu Sebentar (1)
- Bab 118 Tunggu Sebentar (2)
- Bab 119 Salah Sendiri (1)
- Bab 119 Salah Sendiri (2)
- Bab 120 Tidak Ada Hal Buruk yang Terjadi sejak Perpisahan (1)
- Bab 120 Tidak Ada Hal Buruk yang Terjadi sejak Perpisahan (2)
- Bab 121 Pendatang Yang Buruk (1)
- Bab 121 Pendatang Yang Buruk (2)
- Bab 122 Ini Hanya Permulaan (1)
- Bab 122 Ini Hanya Permulaan (2)
- Bab 122 Ini Hanya Permulaan (3)
- Bab 123 Memikat Musuh Keluar Dari Markas (1)
- Bab 123 Memikat Musuh Keluar Dari Markas (2)
- Bab 123 Memikat Musuh Keluar Dari Markas (3)
- Bab 124 Bencana Stanley Yan (1)
- Bab 124 Bencana Stanley Yan (2)
- Bab 124 Bencana Stanley Yan (3)
- Bab 125 Keputusan Yesi Mo (1)
- Bab 125 Keputusan Yesi Mo (2)
- Bab 125 Keputusan Yesi Mo (3)
- Bab 126 Tertangkap Basah (1)
- Bab 126 Tertangkap Basah (2)
- Bab 126 Tertangkap Basah (3)
- Bab 127 Kenyataan sangat Kejam (1)
- Bab 127 Kenyataan sangat Kejam (1)
- Bab 127 Kenyataan sangat Kejam (3)
- Bab 128 Kebaikan yang Tak Terlupakan (1)
- Bab 128 Kebaikan yang Tak Terlupakan (2)
- Bab 128 Kebaikan yang Tak Terlupakan (3)
- Bab 129 Roh Gentayangan di Kolam (1)
- Bab 129 Roh Gentayangan di Kolam (2)
- Bab 129 Roh Gentayangan di Kolam (3)
- Bab 130 Melewati Batas (1)
- Bab 130 Melewati Batas (2)
- Bab 130 Melewati Batas (3)
- Bab 131 Membalas Peach Dengan Plum (1)
- Bab 131 Membalas Peach Dengan Plum (2)
- Bab 131 Membalas Peach Dengan Plum (3)
- Bab 132 Orang Yang Terdesak Akan Melakukan Apapun (1)
- Bab 132 Orang Yang Terdesak Akan Melakukan Apapun (2)
- Bab 132 Orang Yang Terdesak Akan Melakukan Apapun (3)
- Bab 133 Setiap Rencana Jahat (1)
- Bab 133 Setiap Rencana Jahat (2)
- Bab 134 Menginginkan Uang Dan Lebih Menginginkan Nyawa (1)
- Bab 134 Menginginkan Uang Dan Lebih Menginginkan Nyawa (2)
- Bab 134 Menginginkan Uang Dan Lebih Menginginkan Nyawa (3)
- Bab 135 Harga Sebuah Keserakahan (1)
- Bab 135 Harga Sebuah Keserakahan (2)
- Bab 135 Harga Sebuah Keserakahan (3)
- Bab 136 Benar, Memang Sedang Mempermainkannya (1)
- Bab 136 Benar, Memang Sedang Mempermainkannya (2)
- Bab 136 Benar, Memang Sedang Mempermainkannya (3)
- Bab 137 Sebuah Tamparan Untuknya (1)
- Bab 137 Sebuah Tamparan Untuknya (2)
- Bab 137 Sebuah Tamparan Untuknya (3)
- Bab 138 Kabar dari Stanley Yan (1)
- Bab 138 Kabar dari Stanley Yan (2)
- Bab 138 Kabar dari Stanley Yan (3)
- Bab 139 Dia Ternyata sudah melamarnya (1)
- Bab 139 Dia Ternyata sudah melamarnya (2)
- Bab 139 Dia Ternyata sudah melamarnya (3)
- Bab 140 Berubah Pikiran (1)
- Bab 140 Berubah Pikiran (2)
- Bab 140 Berubah Pikiran (3)
- Bab 141 Itu Adalah Dia! (1)
- Bab 141 Itu Adalah Dia! (1)
- Bab 141 Itu Adalah Dia! (3)
- Bab 142 Tidak Peduli Akan Apapun Juga Untuk Melindunginya (1)
- Bab 142 Tidak Peduli Akan Apapun Juga Untuk Melindunginya (2)
- Bab 142 Tidak Peduli Akan Apapun Juga Untuk Melindunginya (3)
- Bab 143 Tidak Sabar (1)
- Bab 143 Tidak Sabar (2)
- Bab 143 Tidak Sabar (3)
- Bab 144 Tidak Bisa Menghindar dari Musuh (1)
- Bab 144 Tidak Bisa Menghindar dari Musuh (2)
- Bab 145 Di Bawah Atap yang Sama (1)
- Bab 145 Di Bawah Atap yang Sama (2)
- Bab 145 Di Bawah Atap yang Sama (3)
- Bab 146 Stanley Miliknya (1)
- Bab 146 Stanley Miliknya (2)
- Bab 146 Stanley Miliknya (3)
- Bab 147 Membicarakan Tentang Felix (1)
- Bab 147 Membicarakan Tentang Felix (2)
- Bab 147 Membicarakan Tentang Felix (3)
- Bab 148 Retribusi (1)
- Bab 148 Retribusi (2)
- Bab 148 Retribusi (3)
- Bab 149 Kejam (1)
- Bab 149 Kejam (2)
- Bab 149 Kejam (3)
- Bab 150 Menikah! Mana Mungkin? (1)
- Bab 150 Menikah! Mana Mungkin? (2)
- Bab 150 Menikah! Mana Mungkin? (3)
- Bab 151 Bagaimana Mungkin Ia Tega Mengkhianati Keluarga Ini? (1)
- Bab 151 Bagaimana Mungkin Ia Tega Mengkhianati Keluarga Ini? (2)
- Bab 151 Bagaimana Mungkin Ia Tega Mengkhianati Keluarga Ini? (3)
- Bab 152 Siapa Yang Bisa Memahami Rasa Sakitnya? (1)
- Bab 152 Siapa Yang Bisa Memahami Rasa Sakitnya? (2)
- Bab 152 Siapa Yang Bisa Memahami Rasa Sakitnya? (3)
- Bab 153 Semua Lancar (1)
- Bab 153 Semua Lancar (2)
- Bab 153 Semua Lancar (3)
- Bab 154 Gali Lubang, Tutup Lubang (1)
- Bab 154 Gali Lubang, Tutup Lubang (2)
- Bab 154 Gali Lubang, Tutup Lubang (3)
- Bab 155 Jebakan Andrew Ling (1)
- Bab 155 Jebakan Andrew Ling (2)
- Bab 155 Jebakan Andrew Ling (3)
- Bab 156 Ia Pernah Menyelamatkanku (1)
- Bab 156 Ia Pernah Menyelamatkanku (2)
- Bab 157 Melindunginya (1)
- Bab 157 Melindunginya (2)
- Bab 158 Berkah Setelah Kemalangan Untuk Stanley Yan (1)
- Bab 158 Berkah Setelah Kemalangan Untuk Stanley Yan (2)
- Bab 159 Tunggu Aku Kembali (1)
- Bab 159 Tunggu Aku Kembali (2)
- Bab 160 Di Luar Kendali (1)
- Bab 160 Di Luar Kendali (2)
- Bab 161 Percakapan Intim Semalam, Hanya Sekejap Saja
- Bab 162 Percakapan Intim Semalam, Hanya Sekejap Saja (2)
- Bab 163 Ada Aku di Sini/ Percakapan Intim Semalam, Hanya Sekejap Saja (2)
- Bab 164 Percakapan Intim Semalam, Hanya Sekejap Saja (3)
- Bab 165 Percakapan Intim Semalam, Hanya Sekejap Saja
- Bab 166 Rencana yang Telah Gagal
- Bab 167 Jangan Tinggalkan Aku/ Ucapan Cinta Semalam Berubah Menjadi Akhir Dunia
- Bab 168 Pengurus Rumah
- Bab 169 Bebas
- Bab 170 Mengapa Mereka Juga Datang?
- Bab 171 Ia Selalu Disini
- Bab 172 Kamu Tidak Bisa Membohongiku
- Bab 173 Apa Aku Melakukan Kesalahan?
- Bab 174 Kesalahan Yang Jelas
- Bab 175 Tunggu Aku
- Bab 176 Akhir Yang Luar Biasa (Awal)
- Bab 177 Akhir Yang Luar Biasa (Tengah)
- Bab 178 Akhir Yang Luar Biasa (Akhir)