Unlimited Love - Bab 115 Selesai Sudah (1)

"Hei kamu marga Yan, apa yang kamu katakan? "

"Anggap saja aku sedang menggigau. Oh iya, saat kamu pergi, ingat tolong bantu aku menutup pintu, aku akan pergi tidur sejenak. Aku sangat lelah. "Stanley Yan menguap lebar-lebar sambil membuka pintu kamarnya dan berjalan masuk.

Melihat bayangan Stanley Yan dari belakang, sorot mata Rico Mu terlihat dingin bukan main. Beberapa lama kemudian, dia baru bisa menenangkan diri dan melangkah pergi.

Mason Luo mengantar Rico Mu sampai ke mulut pintu, dia kemudian melambaikan tangannya dan dengan ramah berkata, "Tuan Rico, kalau anda anda waktu luang, silahkan datang bertamu. "

Perkataan itu terdengar ramah, tapi Rico Mu seakan tidak mendengarnya sama sekali, dia tidak menoleh dan langsung berjalan masuk ke dalam lift.

Stanley Yan yang berdiri di samping jendela, mendengar suara pintu ditutup di belakangnyam bertanya, "Dia sudah pergi? "

"Sudah. "

"Sebelum pergi dia tidak mengatakan apa-apa? "Stanley Yan berbalik dan bertanya dengan penasaran. Mason Luo tersenyum sambil menggeleng, "Tidak, tapi amukan emosi dia hari ini aku rasa masih belum selesai, tuan muda, apa anda rasa seperti ini sungguh tidak apa-apa? "

"Takut? "Stanley Yan perlahan bangkit berdiri dan menatap Mason Luo, yang ditatap hanya tersenyum datar, "Apa yang perlu ditakutkan, apa dia juga tetap akan sembarangan bertindak? "

"Dia pasti tidak berani, tapi tunggu sampai aku pergi dari sini, maka semua menjadi tidak jelas lagi. "

Stanley Yan menggeleng pelan, dia tahu dengan jelas dalam waktu yang dekat ini Rico Mu akan menarik semua anak buahnya, dan tidak berani bertindak apa-apa padanya, tapi dalam kurun waktu yang cukup lama, sampai dia sudah merasa benar-benar siap, dia akan tanpa diragukan lagi menyerang Stanley Yan dengan semua kemampuan yang dia punya.

Semua ini Stanley Yan sudah sejak awal tahu di dalam hatinya, tapi dia tidak menyesali keputusannya untuk menunjukan kartu as-nya kepada Rico Mu.

Ketika Yesi Mo dan Didi sudah pulang ke kota R, Nenek Yan sendiri yang menjemput mereka.

Melihat keduanya tidak apa-apa, Nenek Yan akhirnya bisa menghela nafas lega. Dan terus menggumamkan Amitabha.

Nenek Yan sangat mempercayai ajaran Buddha, semua orang mengetahuinya, bahkan di dalam rumah kediaman keluarga Yan ada sebuah kamar yang khusus digunakan oleh Nenek Yan sebagai tempat beribadahnya. Baginya, semua yang dialami Yesi Mo adalah hal yang ajaib.

Sesampainya di rumah, Yesi Mo mengantar Didi naik ke kamarnya. Setelah menimangnya sampai tertidur, dia baru keluar dari kamarnya dengan perlahan.

"Gadis, Didi, dia tidak kenapa-kenapa bukan? "Nenek Yan bertanya dengan cemas.

Yesi Mo menggeleng, "Nenek, nenek tidak usah khawatir. Didi hanya sedikit terkejut saja, tidak akan ada apa-apa. "

"Baiklah kalau begitu. "

Nenek Yan menghela nafas lega, dia kemudian baru menanyakan apa yang terjadi pada Yesi Mo beberapa hari ini. Yesi Mo hanya menceritakan dengan singkat. Mendengar ceritanya itu dia terkejut dan hanya terus menggumamkan semua itu adalah suatu keberuntungan.

"Nenek, bagaimana kesehatan nenek belakangan ini? "

Yesi Mo mendapati warna muka Nenek Yan terliahat tidka begitu segar, bertanya dengan cemas.

"Baik, sangat baik. "

Baru saja selseai mengatakannya, kepala pelayan mendadak berjalan mendekat, "Nyonya besar, kita harus kembali ke rumah sakit. "

"Rumah sakit? Nenek, nenek sedang sakit? "Yesi Mo menatap Nenek Yan dengan cemas dan gugup.

"Tidak apa-apa. Penyakit tua, lewat dua hari juga akan baik dengan sendirinya. "Nenek Yan menenangkan Yesi Mo, kemudian menyuruhnya untuk merawat Didi baik-baik, lalu dia baru bangkit berdiri dan sambil dipapah kepala pelayan, berjalan keluar.

Melihat Nenek Yan yang berjalan tertatih, Yesi Mo bagaimanapun juga tidak bisa merasa tenang.

Dia lantas menitipkan Didi pada pembantu di rumah, lalu saat dia berencana akan pergi ke rumah sakit untuk menanyakan pada dokter di sana mengenai kondisi Nenek Yan, teleponnya berdering. Begitu melihat yang meneleponny adalah Andrew Ling, dia menyeritkan dahi. Seketika dia merasa bimbang antara mau menjawab teleponnya atau tidak.

Ponselnya berdering beberapa kali, akhirnya Yesi Mo memutuskan untuk mengangkatnya dan mendengar apa yang hendak Andrew Ling sampaikan.

"Kenapa kamu begitu lama baru mengangkatnya? "

"Tadi aku baru ada urusan. "Yesi Mo menjawab dengan acuh tak acuh, kemudian berkata dengan ragu, "Andrew Ling, kamu nanti jangan meneleponku lagi. "

"Aku sudah mengetahuinya. "

"Sudah tahu kenapa masih menelepon? "Yesi Mo bertanya dengan bingung.

"Sekarang ini hanya kamu yang bisa menolongku. "

"Aku tidak bisa menolongmu. "

Jawaban Yesi Mo sangat lugas, tapi hal ini tidak membuat Andrew Ling menyerah, dia dengan tidak tahu malu meminta tolong padanya untuk mencari anak itu, dan mengenai barang yang satunya lagi itu, dia tidak menyinggungnya lagi.

Sepertinya dia sendiri juga mengerti dengan jelas, Yesi Mo tidak mungkin bisa membantunya mencari barang itu.

Yesi Mo bukan tipe orang yang berhati batu, terutama setelah dia menjadi seorang ibu. Dia semakin bisa memahami kesedihan seorang anak yang tidak memiliki ayah, akhirnya dia menyanggupinya.

"Terima kasih. "

"Tidak berterima kasih, aku hanya harap, setelah kamu menemukannya, bersikap baiklah terhadapnya, dan jangan membuatnya menderita. "

"Tenang saja, seumur hidupku ini aku hanya punya dia satu orang anak saja, aku akan bersikap baik terhadapnya. "

Setelah telepon ditutup, Yesi Mo di dalam perjalanan menuju ke rumah sakit, menghubungi Stanley Yan, dan menceritakan dengan singkat masalah Andrew Ling.

Stanley Yan mendengarnya, tenggelam dalam pikirannya, membuat Yesi Mo menunggunya kembali baru menyampaikan kabar yang lain.

"Baiklah, kamu berhati-hatilah di sana, aku akan menunggu kepulanganmu. "

Sekeluarnya dari rumah sakit, suasana hati Yesi Mo tidak enak, menurut perkataan dokter, Nenek Yan tidak memiliki waktu banyak lagi untuk hidup.

Berbagai organ tubuhnya mulai mengalami penurunan fungsi, bahkan dia sudah sampai ke percikan api terakhir, tidak bisa diketahui dengan jelas sampai kapan dia bisa bertahan.

Awalnya Yesi Mo hanya mengira Nenek Yan sedikit tidak sehat saja, dia sungguh tidak menyangka akan jadi seperti ini.

Dia awalnya ingin menelepon Stanley Yan dan memberitahunya, akhirnya dia memutuskan untuk menunggunya pulang baru memberitahunya.

Beberapa hari setelahnya, Yesi Mo mengajak Didi ke bandara untuk menjemput Stanley Yan. Begitu dia melihat Stanley Yan datang bersama dengan Wirawan Mo dan Levy Song, dia girang bukan main.

Stanley Yan belum memberitahunya, Wirawan Mo dan Levy Song juga ikut bersamanay ke kota R. Bagi Yesi Mo kedatangan mereka merupakan sebuah kejutan,

Didi melihat Wirawan Mo dan Levy Song juga kegirangan dan langsung menempel dengan mereka. Melihat kakek-nenek dan cucunya itu begitu senang, senyuman bahagia muncul di wajah Yesi Mo.

"Senang? "Stanley Yan berjalan mendekat dan berdiri di samping Yesi Mo, dia kemudian tersenyum.

"Hmph. Hmph. "Yesi Mo mengangguk-angguk.

"Kalau kamu tahu ayah dan ibumu kali ini datang dan tidak kembali ke Amerika lagi, kamu pasti lebih senang lagi "

"Apa? Apa yang kamu katakan? Ayah dan ibu tidak akan pulang ke sana lagi? "Yesi Mo tidak berani menatap Stanley Yan dengan tidak percaya. Seketika dia merasa semua itu hanyalah sebuah mimpi di siang bolong.

"Apa aku mungkin berbohong padamu? "Stanley Yan tersenyum menatap Yesi Mo sambil memamerkan deretan giginya yang putih.

"Dan lagi, mulai hari ini, ayah ibu dan kita akan tinggal bersama. "

Ini semua bagi Yesi Mo tidak bisa dideskirpsikan lagi dengan kata-kata senang. Walaupun dia akhirnya bisa kembali ke sisi Stanley Yan, dan Didi juga menemaninya, hari-hari juga dia jalani dengan bahagia.

Tapi dia benar-benar tidak menyangka, Wirawan Mo dan Levy Song yang menetap di Amerika, merasa kesepian, membuatnya merasa dia tidak berbudi. Tapi sekarang semua sudah indah, dia bisa menemani Wirawan Mo dan Levy Song.

Sesampainya di rumah kediaman keluarga Yan, Stanley Yan tidak menemukan Nenek Yan, dia pun bertanya dengan penasaran pada Yesi Mo di mana beliau berada.

"Nenek berada di rumah sakit. "

Novel Terkait

The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
Someday Unexpected Love

Someday Unexpected Love

Alexander
Pernikahan
5 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
5 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu