Unlimited Love - Bab 156 Ia Pernah Menyelamatkanku (1)

Saat mereka selesai makan malam, waktu baru menunjukkan pukul delapan lebih sedikit. Andrew Ling mengusulkan agar mereka berdua pergi ke bar dan minum-minum barang segelas. Yesi Mo mengatakan bahwa ia masih harus kembali untuk memikirkan bagaimana caranya agar Vivian Luo dapat kehilangan segalanya namun tidak membuat kecurigaan jatuh pada dirinya, sehingga ia tidak menyetujui ajakan Andrew Ling itu.

Andrew Ling juga tidak mempermasalahkannya, ia tersenyum dan mengangguk pada Yesi Mo, “Boleh juga, masalah ini memang sebenarnya harus direncanakan sebaik mungkin. Tapi kamu juga jangan terlalu gegabah, waktunya masih sangat banyak. Ayo, kuantar kamu ke mobil.”

Awalnya Yesi Mo tidak ingin diantarkan Andrew Ling. Alasan pertamanya adalah karena kondisi kaki Andrew Ling yang tidak leluasa, sedangkan alasan kedunya adalah karena ia khawatir terjadi sesuatu di luar perkiraan di sepanjang jalan menuju parkiran mobil. Tapi dalam sekejap Yesi Mo mengubah pikirannya.

Dengan perlakuan Andrew Ling yang begitu baik terhadapnya, tidak mungkin juga kalau Yesi Mo tidak memberikan respon apapun. Setidaknya, ia juga harus memberikan sinyal yang baik pada pria itu.

Di perjalanan, Yesi Mo berpura-pura tidak sengaja bertanya tentang kedatangan Andrew Ling mencari Stanley Yan di pagi hari. Andrew Ling langsung mengaku tanpa malu, menatap Yesi Mo dengan setengah bercanda dan berujar, “Kenapa? Khawatir aku berniat jahat pada Stanley?”

“Dulu memang aku ada kekhawatiran tentang ini, tapi sekarang... Tidak lagi.” Langkah kaki Yesi Mo berhenti di samping posisi tempat duduk mobil. Ia menoleh dan menatap Andrew Ling, lalu mengangguk padanya, “Terima kasih sudah mengantarku, aku pergi dulu. Kamu juga cepatlah pulang dan istirahat.”

Pandangan Andrew Ling mengantar kepergian mobil yang ditumpangi Yesi Mo yang perlahan-lahan keluar dari area parkir. Suatu cahaya senang yang samar berkilat di matanya.

Dalam perjalanan kembali ke kediaman keluarga Yan, Yesi Mo menelepon Marson Luo untuk memberitahukan kira-kira isi dari pembicarannya berdua dengan Andrew Ling selama makan malam tadi. Setelah itu, ia menutup teleponnya.

Masalah semacam ini sebenarnya tidak perlu ia sendiri yang turun tangan, Yesi Mo sangat percaya bahwa Marson Luo dapat membereskannya dengan sangat baik.

Andrew Ling pun berhasil mendapatkan stok saham dari perusahaan Maxim Luo dengan sangat mulus dan lancar. Harga yang harus ia bayar sangat kecil sampai-sampai bisa dihiraukan dan tidak diperhitungkan.

Setelah selesai tanda tangan dan dinotariskan, Andrew Ling baru saja akan berpisah dari Vivian Luo ketika wanita itu tiba-tiba menghadang di depannya dan bertanya padanya kapan ia bisa menyelamatkan Maxim Luo.

Andrew Ling tertawa, “Jangan gegabah, masalah ini tidak bisa diburu-buru.”

“Tidak bisa diburu-buru? Apa maksud perkataanmu ini? Habis manis sepah dibuang?” Raut wajah Vivian Luo langsung berubah, tanpa disadari nada suaranya pun meninggi beberapa oktaf.

“Masalah ini lebih rumit sehingga butuh meluangkan waktu dan pikiran. Sulit ada hasil kalau hanya dalam jangka waktu pendek. Untung saja masih ada waktu, sepertinya waktu yang ada juga cukup.”

Nada ketidakpedulian dalam perkataan Andrew Ling terdengar sangat berat, namun Vivian Luo tidak berani mengatakan apapun lagi.

Saat ini, Andrew Ling adalah gantungan hidup satu-satunya baginya. Kalau di dunia ini masih ada orang lain yang mampu mengeluarkan ayahnya, Maxim Luo, maka Andrew Ling adalah satu-satunya orang yang paling mudah ia dekati.

Sedangkan Vivian Luo tidak memiliki akses untuk menghubungi orang lain yang sebenarnya mampu membantunya, karena mereka tidak ingin masuk ke dalam lumpur masalah ini dan menjaga keamanan dirinya sendiri. Walaupun ia dapat menghubungi mereka, belum tentu ia bisa memberikan imbalan yang diinginkan pihak lawannya.

“Kalau begitu, aku mengandalkan bantuanmu dalam masalah ayahku.”

“Sama-sama, jangan sungkan.” Andrew Ling sedikit tersenyum dan membalas perkataannya, “Aku masih ada urusan lain setelah ini, aku pamit dulu.”

“Biar aku antar.”

Vivian Luo mengantarkan Andrew Ling ke tempat parkir, dengan mata kepalanya sendiri melihat pengawal menaikkan pria itu ke atas mobil. Tepat pada saat pintu mobil ditutup, tiba-tiba dalam sekali gerak Vivian Luo menarik gagang pintu mobil dan membukanya. Ia merapatkan bibirnya dan menatap Andrew Ling lekat-lekat.

“Ada apa, Nona Luo?” tanya Andrew Ling penasaran.

“Direktur Ling, aku sungguh mohon padamu terkait ayahku.”

Setelah ragu beberapa saat, Vivian Luo hanya melontarkan satu kalimat singkat itu.

Andrew Ling mengangguk, “Nona Luo tunggu saja kabar baik dariku.”

Andrew Ling pun pergi meninggalkan Vivian Luo seorang diri. Wanita itu menatap pintu keluar area parkir dengan tatapan koosng, entah apa yang sedang dipikirkannya dalam hati.

Melihat wajah Vivian Luo yang tidak berekspresi dari kaca spion, ujung bibir Andrew Ling pun menyunggingkan seulas senyum dan berujar dengan suara rendah, “Benar-benar wanita yang naif.”

Yesi Mo sengaja tidak memperhatikan gerak-gerik Andrew Ling, ia terlebih tidak berinisiatif untuk menanyakan perkembangan masalah ini. Walaupun demikian, Yesi Mo tetap menjadi orang pertama yang mengetahui bahwa Andrew Ling berhasil mendapatkan saham perusahaan Maxim Luo dengan bayaran yang rendah.

Ia sudah mengetahuinya dengan jelas, bahwa sudah seharusnya melakukan beberapa persiapan.

Terpikir akan hal ini, Yesi Mo mengambil gagang telepon yang ada diatas meja. Ia lalu menghubungkan panggilannya ke jalur internal, menelepon sekretaris dan memberinya perintah, “Beritahu Direktur Luo untuk datang kalau ada waktu.”

Untuk selanjutnya, Yesi Mo harus berdiskusi dengan Marson Luo tentang arah secara garis besarnya dan hasil apa yang diinginkan. Ia sangat tenang menyerahkan hal ini untuk diurus oleh Marson Luo.

Selama beberapa hari berturut-turut, kota R tentram dan damai. Maxim Luo masih ditahan di pusat penahanan, Andrew Ling juga sepertinya sedang melakukan beberapa gerakan untuk menyelamatkan Maxim Luo.

Pergerakannya membuat Vivian Luo yang selalu merasa hatinya tergantung pun menghembuskan napas lega. Setelah menjual stok saham perusahaan kepada Andrew Ling, hal yang paling ia takutkan adalah apabila pria itu hanya berdiam diri setelah mendapat keuntungan. Sekarang setelah dilihat-lihat, sepertinya ia yang berpikir terlalu banyak sementara Andrew Ling masih menepati janjinya.

Hanya saja, hasil dari karya Andrew Ling tidak terlalu baik. Seiring berjalannya waktu, polisi sepertinya sudah selesai menginvestigasi dan mengumpulkan bukti. Dalam dua sampai tiga hari kedepan, mereka akan menyerahkan berkas-berkas bukti itu ke pengadilan untuk diproses.

Ini membuat Vivian Luo tidak lagi dapat berdiam diri, kesabarannya berangsur-angsur hilang tak bersisa.

Vivian Luo merasa ia harus menemui Andrew Ling dan menyuruhnya untuk lebih mengerahkan kemampuannya. Asalkan bisa menyelamatkan dan mengeluarkan Maxim Luo, walaupun harus mengorbankan diri dengan parasnya, Vivian Luo pun rela.

Tapi Andrew Ling sama sekali tidak memberikan kesempatan itu padanya. Ia telah menunggu seharian penuh di kantor pusat perusahaan Mu, namun tidak kunjung dapat bertemu dengan Andrew Ling.

Matanya melihat satu persatu pegawai di kantor pusat perusahaan Mu yang beranjak pergi pulang kerja. Saat satpam sudah bersiap menutup pintu, barulah Vivian Luo mendapatkan kabar yang membuatnya kecewa dari mulut salah satu satpam.

Andrew Ling pergi ke pusat kantor di Amerika, ia tidak berada di kota R.

Tapi Vivian Luo ingat persis bahwa saat ia datang pagi tadi, nona resepsionis memberitahunya bahwa Andrew Ling sedang menghadiri sebuah rapat yang sangat penting.

Vivian Luo tidak bodoh, ia langsung tahu bahwa Andrew Ling kabur.

Ia berdiri di lantai dasar kantor pusat perusahaan Mu yang awalnya merupakan perusahaan Yan, lagi dan lagi menelepon Andrew Ling.

Tidak aktif, tidak aktif, masih tetap tidak aktif. Demikian juga halnya saat ia menelepon asisten dan sekretaris Andrew Ling.

Setelah 10 menit berlalu, Vivian menengadah ke langit dan berteriak lantang. Suaranya penuh dengan kebencian, penuh dengan kekecewaan dan menyalahkan diri sendiri. Air mata mulai menggenangi pelupuk matanya dan membuat padangannya mengabur...

Orang-orang yang melewatinya menatapnya seperti melihat orang gila. Mereka jauh-jauh darinya dan mengambil jalan memutar, seolah takut akan dilukai oleh Vivian Luo.

Semua kejadian yang terjadi disitu muncul di layar ponsel Yesi Mo. Video itu dikirim oleh asisten Andrew Ling dan disaat yang bersamaan, muncul pesan suara dari Andrew Ling: “Tugasku sudah selesai, saatnya kamu masuk ke medan perang.”

Yesi Mo tidak memiliki niat untuk menyahut perkataan Andrew Ling. Berulang kali ia menonton video yang berdurasi beberapa menit itu. Alih-alih merasa senang atas pembalasan dendamnya, rasa simpati malah mulai bangkit dalam hatinya.

“Nyonya muda, apakah rencananya sudah boleh dimulai?” Marson Luo menatap Yesi Mo dengan ragu.

Yesi Mo mengatur kembali suasana hatinya, tatapannya berpaling dari layar ponsel dan perlahan-lahan pindah ke wajah Marson Luo. Ia terdiam untuk waktu yang cukup lama.

Bukannya ia tidak ingin bicara, namun ia tidak tahu bagaimana memulai kata-katanya. Ia tidak tahu apa yang harus dikatakan.

Apakah rencananya mau dimulai saja? Bukankah sepertinya itu akan terlalu kejam?

Apakah ia harus melepaskan Vivian Luo? Tapi itu tidak membuat hatinya senang. Yesi Mo merasa masuk dalam jebakan buah simalakama.

Marson Luo sudah mengikuti Stanley Yan selama bertahun-tahun lamanya. Ia tidak pernah pergi barang sekalipun sejak hari pertama Yesi Mo masuk ke dalam kediaman keluarga Yan. Melihat rupa Yesi Mo yang seperti ini, Marson Luo pun dapat dengan mudah menebak apa yang sedang dipikirkan oleh hati wanita itu saat ini. Sorot matanya sedikit berubah dan ia pun berkata, “Nyonya muda, menurutku biar aku saja yang membereskan hal ini. Kamu tidak perlu mencampurinya lagi.”

Melihat sudut bibir Marson Luo bergerak samar, Yesi Mo akhirnya mengangguk.

Sebagai seorang wanita, tidaklah salah Yesi Mo bersimpati pada Vivian Luo dalam saat seperti ini. Tapi ia tidak bisa melupakan perbuatan Vivian Luo pada Stanley Yan, terlebih lagi ia tidak bisa memaafkan semua perbuatan wanita itu. Setiap teringat akan detail semua kejadiannya, kebencian Yesi Mo pun kembali muncul sampai-sampai ia menggertakkan gigi.

Melihat anggukan Yesi Mo, Marson Luo pun tersenyum. Ia lalu bangkit berdiri dan undur diri. Sesaat sebelum ia beranjak pergi, ia memberitahu Yesi Mo sebuah kabar baik: Stanley Yan sudah sepenuhnya lepas dari pengaruh benda itu.

Bagi Yesi Mo, hal ini merupakan suatu kabar besar yang sangat menggembirakan. Seketika itu juga ia langsung menghempaskan perkara Maxim Luo dan Vivian Luo ke sudut benaknya.

Setelah menanyakan dengan jelas posisi Stanley Yan, Yesi Mo pun langsung melesat pergi dibawah sinar rembulan dan terang bintang.

Sepanjang perjalanan, tak terhitung berapa kali Yesi Mo berlatih dalam benaknya tentang apa yang akan ia lakukan setelah bertemu dengan Stanley Yan. Apa yang harus ia katakan agar ia tidak membuat Stanley Yan terkejut, namun tetap dapat membuat pria itu merasakan perhatian dan kepeduliannya terhadapnya.

Tapi pada detik saat ia bertemu dengan Stanley Yan, semua yang telah ia persiapkan dalam hatinya sepanjang perjalanan pun seketika terlupakan.

Ia sangat bersemangat melihat Stanley Yan yang bangkit berdiri dari sofa dan tersenyum padanya. Melihat senyum lembut dan hangat dari wajah pria itu membuat air mata Yesi Mo tidak dapat terbendung dan berderai menuruni pipinya.

Saat ini, di matanya, di benaknya, di hatinya, hanya ada seorang Stanley Yan di hadapannya. Segala sesuatu di sekelilingnya ia abaikan.

Saat Yesi Mo menatap Stanley Yan, pria itu juga sedang balas menatapnya.

Stanley Yan tidak tahu bagaimana harus berhadapan dengan Yesi Mo. Ia tidak tahu apa yang harus ia katakan, dan hanya bisa tersenyum.

Ia berharap senyumannya dapat meredakan air mata Yesi Mo, dapat membuat wanita itu perlahan menjadi tenang.

Tapi pikirannya salah. Bukannya menjadi tenang, Yesi Mo malah semakin bersemangat. Entah bagaimana sampai-sampai kaki Yesi Mo terangkat, ia seolah terbang tidak menyentuh lantai. Ia menghambur masuk ke dalam pelukan Stanley Yan yang tidak siap. Buliran air mata yang hangat seketika itu juga membasahi mantel Stanley Yan.

Yesi Mo menjejalkan kepalanya ke dalam dada Stanley Yan, dengan sangat erat dan lekat memeluk pinggang pria itu. Wajahnya yang basah karena air mata yang tidak berhenti berderai pun ia usapkan terus di dada Stanley Yan, bibirnya terus memanggil dengan perasaan yang dalam, “Stanley... Stanley...”

Stanley Yan yang termangu bingung selama beberapa detik pun menggerakkan kaku kedua tangannya dan meletakkannya dengan hati-hati diatas punggung Yesi Mo. Dengan erat ia menyesakkan Yesi Mo masuk ke dalam pelukannya dan menenangkan wanita itu dengan suara yang lembut, “Jangan menangis. Sudah, tidak apa.”

Tangisan Yesi Mo semakin menjadi. Kedua orang pria yang selalu menemani Stanley Yan, juga supir dan pengawal wanita yang mengantarkan Yesi Mo datang pun mengerti situasi ini dan diam-diam keluar undur diri. Di dalam vila yang luas itu, hanya tersisa mereka berdua: Stanley Yan dan Yesi Mo.

Wajah Stanley Yan sudah berubah, namun ia tetaplah Stanley Yan. Dadanya tidak berubah, rasa yang ia berikan pada Yesi Mo juga tidak berubah.

Dada Stanley Yan sangat lebar dan tebal, sangat hangat. Wajah Yesi Mo menempel lekat pada dada pria itu. Ia dapat merasakan seluruh ketenangan, dapat merasakan tekanan yang membebani dirinya selama setengah tahun lebih belakangan ini terangkat tuntas dan lenyap. Ia dapat merasakan kerinduan akan cintanya selama setengah tahun ini, dapat merasakan seberapa besar arti menunggu dalam setengah tahun belakangan ini.

Novel Terkait

Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
4 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
4 tahun yang lalu
The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
4 tahun yang lalu