Unlimited Love - Bab 158 Berkah Setelah Kemalangan Untuk Stanley Yan (1)

Sepanjang malam, mata Yesi Mo tetap terjaga.

Ia bukannya tidak mengantuk. Sebaliknya saat waktu menunjukkan pukul dua pagi, ia merasa terlalu mengantuk untuk membuka matanya. Tapi Yesi Mo tidak ingin tidur, ia ingin melihat Stanley Yan membuka matanya dengan mata kepalanya sendiri.

Ia ingat betul ucapan dokter padanya bahwa selama Stanley Yan tidak koma setelah kehabisan darah, ia akan sadar dalam waktu tujuh atau delapan jam.

Subuh sudah menjelang, namun Stanley Yan masih tetap tertidur. Yesi Mo sampai tidak ingat lagi sudah keberapa kalinya ia pergi membasuh wajahnya dengan air dingin di kamar mandi terpisah di dalam kamar rawat.

Menangkupkan air keran yang dingin dengan kedua tangannya dan membasuh wajahnya membuat pikirannya yang terasa kabur dan tumpul menjadi lebih jernih.

Yesi Mo tidak merasakan apapun dan tidak dapat merasakan apapun saat menatap pantulan wajahnya yang kusam dengan mata yang dipenuhi guratan darah di cermin.

Wanita sangat menghargai dirinya sendiri, sangat memedulikan penampilan diri sendiri, berharap setiap hari mereka terlihat awet muda, mempesona dan bersinar.

Yesi Mo juga merupakan seorang wanita. Walaupun usianya belum terlalu tua, ia tetap mempedulikan perawatan kulitnya.

Tapi luka Stanley Yan benar-benar memenuhi seluruh pikirannya, segenap hati dan benaknya hanya bisa memikirkan kondisi tubuh Stanley Yan. Bagaimana mungkin ia bisa santai-santai memikirkan penampilan dirinya?

Yesi Mo mendorong pintu kamar mandi terbuka dan kembali ke sisi ranjang Stanley Yan. Bibirnya terkatup rapat saat melihat Stanley Yan yang masih menutup matanya.

Setelah kurun waktu paling gelap selama subuh berlalu, sepercik cahaya mulai muncul diantara langit dan bumi pada langit gelap di luar jendela. Seiring berjalannya waktu, percikan cahaya ini pasti menjadi semakin terang dan benar-benar membangunkan dunia yang tertidur.

Matahari akan menyinari bumi dan keheningan akan berubah menjadi kebisingan. Malam akan lewat dan digantikan dengan hari baru.

Yesi Mo tidak menyukai malam, namun sekarang ia berharap semoga malam bisa bertahan lebih lama.

Ia takut akan pagi, takut akan matahari yang bersinar dari Timur ke Barat, takut disaat itu tiba Stanley Yan masih tetap terbaring diatas ranjang rumah sakit dalam diam seperti saat ini.

Ia takut Stanley Yan tetap tidak akan terbangun, bahkan sampai rambut Yesi Mo sudah memutih semua, sampai kulitnya mengeriput, sampai Yesi Mo menarik napasnya yang terakhir.

Langit semakin terang dan Yesi Mo semakin merasa gelisah. Ia menatap wajah Stanley Yan lekat-lekat tanpa mengedip, tidak ingin raut sesamar apapun yang muncul pada wajah pria itu terlewat dari matanya. Yesi Mo dengan putus asa mencari tanda-tanda pria itu akan terbangun dari raut wajahnya.

Kecewa... Kekecewaan yang tiada habisnya...

Keheningan disekitar dipecahkan oleh siulan burung di luar jendela, disusul dengan suara langkah kaki, suara batuk yang samar, dan suara-suara di lorong...

Seorang perawat dengan rambut pirang membuka pintu kamar rawat untuk mulai memeriksa, membuat Yesi Mo baru menyadari bahwa waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Para dokter dan perawat yang bertugas malam kini bertukar dengan para rekan kerja yang bertugas siang. Mereka sudah mulai bertukar giliran kerja, tapi Stanley Yan...

Yesi Mo menoleh ke belakang dengan penuh harap, namun rautnya berubah putus asa dalam sekejap. Stanley Yan masih belum sadar.

Ia masih terlihat sama seperti ketika ia dipindahkan ke kamar rawat kemarin malam.

Apa ia benar-benar tidak akan sadar? Tidak, tidak mungkin. Ia pasti akan sadar, Stanley Yan pasti akan terbangun. Ia hanya memerlukan waktu dan Yesi Mo harus memberikannya waktu. Ia harus memberikan pria itu kekuatan.

Yesi Mo menarik keluar tangan Stanley Yan dari balik selimut dan tidak henti-hentinya berdoa dalam hati. Ia memejamkan matanya dan memohon pada Budha di langit, pada segala dewa yang ia ingat namanya maupun tidak. Ia menggenggam tangan Stanley Yan dengan begitu erat, matanya terpejam dan berdoa kuat-kuat dalam hati. Yesi Mo memohon agar keajaiban terjadi.

Konsentrasi Yesi Mo pun buyar saat merasakan telapak tangan pada pundaknya. Ia sontak membuka matanya dengan bersemangat dan menatap Stanley Yan. Melihat Stanley Yan yang masih tidak menunjukkan pergerakan apapun, raut senangnya pun dengan sekejap berubah menjadi raut kecewa.

Pada saat itu jugalah ia menyadari bahwa ada dua orang lagi yang sejak entah kapan berada di dalam kamar rawat itu. Teman karibnya Sara Xue juga tunangannya Rendy Mu.

Di belakang mereka ada pengawal yang membawa buah-buahan dan makanan. Mereka langsung menjenguk Stanley Yan begitu mendengar kabarnya.

Yesi Mo menyapukan pandangannya pada mereka berdua, berterima kasih dengan pelan. Setelah itu, pandangannya kembali jatuh pada tubuh Stanley Yan.

“Sisi, bagaimana kalau kamu istirahat dulu? Biar aku dan Rendy yang menjaga Stanley. Kalau ia sadar, aku akan langsung menyuruh orang untuk memberitahumu.”

Melihat wajah Yesi Mo yang kusam dan matanya yang dipenuhi guratan darah, Sara Xue pun berusaha membujuknya dengan khawatir. Ia sangat jarang melihat penampilan Yesi Mo yang seperti ini.

Yesi Mo bukannya tidak menghargai niat baik itu, tapi ia hanya menggeleng tanpa menoleh.

“Aku mau menjaganya sampai ia bangun.” Yesi Mo merapatkan bibirnya, “Aku ingin menjadi orang pertama yang ia lihat saat ia sadar. Aku ingin ia tahu bahwa aku tidak bisa hidup tanpanya.”

Melihat punggung Yesi Mo yang keras kepala, Sara Xue pun menghela napas dengan tidak berdaya. Ia menarik sebuah kursi dan duduk disamping Yesi Mo.

“Biar aku temani.”

Setelah duduk, Sara Xue menoleh dan melirik Rendy Mu. Matanya memberikan isyarat pada pria itu.

Rendy Mu dengan segera memahami maksud Sara Xue. Ia mengangguk singkat lalu berjalan keluar.

Dalam sekejap, hanya ada tiga orang dalam kamar rawat itu: Yesi Mo, Sara Xue, dan Stanley Yan yang masih tertidur.

Melihat pandangan Yesi Mo yang lekat pada wajah Stanley Yan dan raut wajahnya yang gelisah, Sara Xue pun menelan kembali segala bujuk rayu yang hendak ia ucapkan agar Yesi Mo beristirahat.

Ia tahu bahwa saat ini Yesi Mo tidak akan mendengarkan apapun, apalagi meninggalkan Stanley Yan.

Apa yang Yesi Mo butuhkan saat ini bukanlah istirahat, melainkan Stanley Yan yang sadar.

Sara Xue tidak bisa membantu apapun dalam hal semacam ini. Yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah menemani Yesi Mo menunggu dan mengambil alih saat kondisinya mengharuskan. Ia harus memastikan tidak ada apapun yang terjadi pada Yesi Mo, karena tidak ada satu orangpun di sisinya yang bisa menjaganya.

Setelah menunggu selama lebih dari setengah jam, terdengar suara pintu yang dibuka pelan dari belakang. Tanpa menoleh, Sara Xue tahu bahwa Rendy Mu sudah kembali. Ia melirik Yesi Mo di sampingnya dengan hati-hati dan setelah melihat rautnya tidak berubah, ia pun berpikir tidak mungkin akan terjadi sesuatu. Ia lalu mendekat pada Yesi Mo dan berujar pelan, “Aku keluar dulu sebentar.”

Yesi Mo tidak memberikan tanggapan, namun Sara Xue juga tidak mempedulikannya. Ia menarik mundur kursinya dengan hati-hati lalu bersama dengan Rendy Mu berjalan keluar, tangannya terjulur untuk menutup pintu kamar rawat.

“Apa kata dokter?”

Begitu pintu kamar tertutup, Sara Xue pun dengan tidak sabar langsung bertanya.

“Dokter bilang kalau Stanley tetap tidak sadar saat waktu menunjukkan pukul sembilan, maka kemungkinan besar ia tidak akan sadar lagi seumur hidupnya.” Rendy Mu lalu menatap jam tangannya dan menghela napas, “Beberapa menit lagi pukul sembilan.”

“Kamu yakin dokter bilang begitu? Tidak salah dengar?”

Raut wajah Sara Xue menegang tiba-tiba dan ia menatap lekat wajah Rendy Mu. Melihat anggukan pria itu, hati Sara Xue pun merasa gelisah.

Sara Xue saja tidak bisa menerima hasil seperti ini, apalagi Yesi Mo yang begitu mencintai Stanley Yan, ia pasti tidak mungkin bisa menerima hasil yang seperti ini. Tapi Sara Xue juga tahu bahwa tidak ada hal yang dapat ia perbuat, satu-satunya hal yang dapat ia lakukan hanyalah menemaninya dan berdoa bersama dengannya.

“Kamu banyak pekerjaan di kantor, pergilah dulu. Biar aku disini menemani Yesi.”

“Kalau ada apa-apa, langsung telepon aku.” Rendy Mu lalu menatap pintu kamar rawat yang ada di belakang Sara Xue, alisnya menaik sedikit, “Jagalah ia baik-baik. Jangan biarkan ia melakukan hal bodoh. “

“Serahkan padaku.”

Melihat punggung Rendy Mu, Sara Xue pun memicingkan matanya. Barusan, sepercik rasa cemburu terbit dalam hatinya mendengar perhatian Rendy Mu pada Yesi Mo.

Tapi rasa cemburu itu sirna tatkala ia membalikkan tubuhnya dan berjalan kembali masuk ke dalam kamar rawat. Ia menggeleng-gelengkan kepala, tidak habis pikir dengan perasaannya.

Yesi Mo adalah sahabat terdekatnya, Rendy Mu sebagai tunangannya juga mengetahui hal ini. Tentu saja sebagai tunangannya, Rendy Mu juga mempedulikan semua orang di sekitarnya. Bagaimana mungkin ia merasa cemburu hanya karena kata-kata Rendy Mu yang memperhatikan Yesi Mo?

Sara Xue kembali ke dalam kamar rawat dan duduk di kursi di samping Yesi Mo.

Melihat wajah Yesi Mo yang sukar hati, Sara Xue pun akhirnya berbohong, “Jangan khawatir, barusan aku meminta Rendy untuk bertanya pada dokter. Katanya Stanley kehilangan terlalu banyak darah kemarin sehingga mungkin ia membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sadar.”

“Benarkah?” Yesi Mo tahu dengan jelas bahwa Sara Xue sedang membohonginya guna menghiburnya. Tapi ia tetap menoleh dan menatap Sara Xue dengan senang.

“Tentu saja...” Benar.

Sara Xue belum selesai bicara, namun wajahnya sontak menunjukkan raut senang yang tak terkira. Pandangannya langsung beralih dari Yesi Mo ke Stanley Yan, seolah-olah ia baru saja melihat hantu di siang hari bolong.

Respon Yesi Mo sangat cepat. Begitu melihat perubahan raut pada wajah Sara Xue, ia sontak menatap Stanley Yan yang terbaring diatas ranjang. Begitu melihatnya, air mata Yesi Mo pun langsung bergulir jatuh membasahi seluruh wajahnya.

Stanley Yan sudah sadar. Saat ini ia sedang melihat ke sekelilingnya, juga balas menatap Yesi Mo dan Sara Xue.

“Stanley, kamu sudah sadar? Kamu benar-benar sudah sadar! Syukurlah, syukurlah... Aku sangat bersyukur...”

Yesi Mo mengenggam tangan Stanley Yan dan sejenak menangis tanpa suara.

“Ada apa? Kenapa kamu menangis?” Stanley Yan menaikkan alisnya menatap Yesi Mo dan bertanya penasaran.

“Aku...”

Sara Xue sontak menyadari bahwa tidak seharusnya ia berada disini sehingga ia mengucapkan ‘Aku pergi memanggil dokter dulu’. Entah kedua orang itu dengar atau tidak, namun ia tetap berlari keluar dari kamar rawat dan tak lupa menutup pintunya.

Stanley Yan pun menenangkan Yesi Mo. Ia mengernyitkan alisnya dan bertanya penasaran, “Sisi, apa kamu dan Didi baik-baik saja?”

“Aku dan Didi? Apa yang sedang kamu bicarakan?” Yesi Mo menatap Stanley Yan dengan bingung.

“Apa kamu tidak ingat bahwa kamu dan Didi diculik? Aku pergi menyelamatkan kalian... Lalu pemimpin penculik itu jatuh ke sungai bersama denganku...” Stanley Yan menghiraukan raut aneh Yesi Mo dan kembali bertanya, “Bagaimana kondisi kalian? Didi? Apa ia terluka?”

“Kami baik-baik saja.”

“Baik-baik saja? Bagaimana mungkin baik-baik saja? Aku ingat jelas para penculik itu...”

Pandangan Stanley Yan menyapu setiap jengkal kulit Yesi Mo dan jatuh pada pergelangan tangannya. Tapi tidak ada bekas ikatan disitu sehingga Stanley Yan mengernyit, “Bagaimana ini bisa terjadi? Bukankah tanganmu diikat? Kenapa tidak ada bekasnya sama sekali? Apa aku sedang bermimpi?”

“Stanley, kamu tidak sedang bermimpi.” Yesi Mo lalu melanjutkan dengan raut yang aneh, “Hanya saja... Apa yang kamu bicarakan itu adalah kejadian yang sudah lewat lebih dari setengah tahun yang lalu.”

“Apa aku tertidur di rumah sakit selama itu?” Stanley Yan menggerakkan tangannya dengan ragu, namun ia sama sekali tidak menemukan adanya kesulitan untuk bergerak yang dikarenakan tertidur terlalu lama.

Yesi Mo menggeleng, “Sebenarnya, kamu sadar setelah sehari mengalami musibah.”

“Sungguh? Tapi kenapa aku tidak ingat apapun? Sebenarnya apa yang terjadi padaku selama setengah tahun ini, kenapa aku ada di rumah sakit?” tanya Stanley Yan bingung sambil menatap Yesi Mo.

Novel Terkait

Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Hanya Kamu Hidupku

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
4 tahun yang lalu