Unlimited Love - Bab 142 Tidak Peduli Akan Apapun Juga Untuk Melindunginya (2)

Yesi Mo tersenyum dan memberikan daftar menunya pada Jennie Bai, namun ia menolak dan mengembalikannya pada Yesi Mo, “Kakak ipar, kamu saja yang pesan. Pesanlah semaumu dengan tenang, makan malam hari ini aku yang traktir.”

“Wah, murah hati sekali malam ini. Baiklah kalau begitu, aku tidak sungkan, ya.” Yesi Mo lalu membolak-balikkan halaman menu dan mulai memesan. Ia memesan beberapa lauk yang paling laris sekaligus memesan sebotol anggur yang mahal.

Jennie Bai yang duduk di hadapan Yesi Mo pun tersenyum masam. Setelah makan malam ini, gajinya bulan ini hanya akan tersisa segelintir saja.

Tapi barusan ia sudah berkata bahwa ia yang membayar. Karena tidak mungkin mengingkari kata-katanya sendiri, jadi Jennie Bai hanya bisa menelan kepahitannya.

“Coba kamu lihat apakah masih mau pesan yang lain.” Selesai memesan, Yesi Mo pun bertanya pada Jennie Bai. Jennie Bai langsung mengibaskan tangannya, “Tidak usah, tidak usah. Ini sudah lebih dari cukup.”

“Baiklah kalau begitu, itu saja.” Yesi Mo mengangguk dan menyerahkan buku menu itu kepada pelayan di sampingnya. Ia lalu memberinya perintah. “Ingat, iga sapinya harus tiga perempat matang. Jangan terlalu mentah, aku tidak terbiasa memakannya.”

“Iga sapiku setengah matang saja.”

Jennie Bai juga sekalian berpesan, lalu tersenyum pada Yesi MO, “Kakak ipar, selama ini bagaimana kamu bisa makan iga seperti itu di Amerika? Iga tiga perempat matang rasanya tidak terlalu enak.”

“Aku tidak bisa makan makanan yang setengah matang seperti itu, tiga perempat matang sudah menjadi batas bawahku.”

“Makan terus lama-lama juga bisa menjadi kebiasaan, bukan...” Jennie Bai baru berkata setengah jalan, namun alisnya tiba-tiba mengernyit. Ia melihat sebuah meja yang berada di kejauhan dengan ragu dan berujar, “Bagaimana mereka juga bisa ada disini?”

“Mereka? Siapa?”

Yesi Mo tanpa sadar menoleh dan melihat ke arah yang sama. Ia melihat postur punggung yang sama persis dengan Stanley Yan dan orang yang duduk di hadapannya adalah Vivian Luo.

Hati Yesi Mo entah mengapa merasa tidak nyaman, senyum di wajahnya perlahan-lahan memudar.

Postur punggung Felix Lu adalah sebuah duri dalam hati Yesi Mo. Saat ia melihatnya, ia tidak bisa mengontrol diri untuk tidak memikirkan Stanley Yan. Ditambah lagi dengan posisi punggung Felix Lu yang menghadap mereka, membuat Yesi Mo semakin tidak dapat mengontrol diri untuk menganggapnya sebagai Stanley Yan.

“Kakak ipar, bagaimana kalau kita ganti restoran saja? Aku tiba-tiba sadar hari ini lambungku tidak terlalu baik, tidak cocok makan makanan Barat.”

Jennie Bai langsung mencari sebuah alasan untuk membawa Yesi Mo pergi dari posisi yang tidak nyaman. Yesi Mo lalu mengangguk dan bangkit berdiri, “Baiklah.”

Mereka belum sempat beranjak lebih dari dua langkah, suara Vivian Luo pun terdengar dari belakang, “Presdir Mo.”

Yesi Mo tidak ingin mempedulikannya. Ia berpura-pura tidak mendengarnya dan membawa Jennie Bai berjalan ke arah luar restoran. Tapi seorang pelayan menahan langkah mereka sebelum mereka bisa keluar.

“Nona-nona, maaf. Tologn kalian bayar dulu tagihannya, terima kasih.”

Suara pelayan itu sangat sopan dan wajahnya dipenuhi senyum profesional.

“Kami bahkan belum...” Jennie Bai merasa kesal dan baru saja mau berargumen ketika Vivian Luo dan Stanley Yan sudah mengejar mereka.

Yesi Mo memberikan isyarat mata padanya, sehingga Jennie Bai pun dengan tidak senang hati menelam kembali perkataan yang belum sempat ia lontarkan.

“Nona Luo, kebetulan sekali ternyata juga bisa bertemu dengan kalian disini.”

Karena mereka sudah bertatap muka, tidak mungkin kalau Yesi Mo masih berpura-pura tidak melihat Vivian Luo dan Stanley Yan. Ia pun menyapa mereka dengan santai.

“Iya, aku juga tidak menyangka bisa bertemu Presdir Mo disini. Oh ya, kalau aku tidak salah ingat, nona yang ada disampingmu ini adalah Nona Bai, bukan?” Vivian Luo tersenyum dan menyapa Jennie Bai, “Halo, Nona Bai.”

“Halo.”

Mereka pun saling berjabat tangan. Walaupun Jennie Bai merasa kesal dalam hati, namun ia tidak berani menunjukkannya di wajahnya. Apalagi saat ia melihat Yesi Mo yang raut wajahnya biasa saja.

“Presdir Mo dan Nona Bai ini mau kemana? Sepertinya kalian baru saja sampai, bahkan makanan yang kalian pesan saja belum datang.”

Tadi Vivian Luo sudah melihat Jennie Bai dan Yesi Mo yang sedang memesan menu namun ia tidak terlalu peduli saat itu. Ketika Yesi Mo menoleh dan ia menyadari bahwa itu adalah atasan Stanley Yan di kantor, barulah ia bergegas menghampiri untuk menyapa mereka.

“Kami...” Baru saja Jennie Bai ingin bicara, Yesi Mo sudah menyelanya selangkah lebih dulu, “Kami meninggalkan sesuatu di mobil, jadi sekarang mau pergi mengambilnya.”

Jennie Bai menatap Yesi Mo yang ada di sampingnya dengan kaget, hatinya dipenuhi dengan kebingungan: Kenapa kakak ipar? Tidak jadi pergi?

“Ternyata begitu, apakah sesuatu itu sangat penting? Bagaimana kalau Felix saja yang menemani kalian mengambilnya? Belakangan ini keamanan kota R tidak terlalu baik, demi menghindari sesuatu yang tidak diharapkan.” Vivian Luo lalu melihat ke arah Stanley Yan yang ada di sampingnya dan tersenyum. “Felix, kamu temani Presdir Mo dan Nona Bai untuk pergi mengambil barangnya.”

“Tidak perlu, terlalu merepotkan. Aku tiba-tiba ingat itu bukanlah sesuatu yang penting.” Yesi Mo menggeleng pelan.

“Tidak repot, apalagi ke depannya kamu adalah atasan Felix. Hal seperti ini memang sudah menjadi salah satu tugasnya, bukan begitu? Sekarang ini anggap saja kamu sedang membiasakan diri lebih dulu.”

Vivian Luo tidak menyerah, ia terus mendorong Stanley Yan untuk menemani Yesi Mo dan Jennie Bai pergi mengambil barang.

Hanya orang bodoh yang tidak mengerti apa yang terjadi disini.

“Benar-benar tidak perlu.” Yesi Mo menggeleng, “Kalian cepatlah makan, pesanan kalian harusnya akan segera datang.”

Selesai bicara, Yesi Mo mengangguk singkat pada mereka dan menarik Jennie Bai untuk kembali ke meja tempat mereka duduk barusan.

“Pertemuan tidak disengaja itu takdir, bagaimana kalau kita bergabung meja saja?” Vivian Luo diam-diam menghalangi jalan yang dituju Yesi Mo dan berujar sambil tersenyum, “Mulai besok Felix akan bekerja di kantor, pas sekali nanti kamu bisa mengajarinya tentang peraturan di kantor.”

“Urusan seperti ini besok akan dijelaskan oleh manajer divisi personalia dengan rinci kepada Tuan Lu.” Terbersit kilatan tidak sabar pada ujung mata Yesi Mo, namun ia berusaha sebisa mungkin untuk mengatur napasnya agar tetap tenang saat berbicara.

“Ini...” Vivian Luo masih ingin berkelit, namun Stanley Yan yang sedari tadi tidak bicara tiba-tiba menariknya. Ia menggeleng dengan tanpa ekspresi pada wanita itu.

Vivian Luo tahu Stanley Yan merasa tidak puas. Raut wajahnya pun sedikit berubah dan dengan segera ia berkata sambil tersenyum, “Baiklah, kami ikut kata-kata Presdir Mo saja.”

Yesi Mo mengangguk pelan padanya dan Stanley Yan, kemudian membawa Jennie Bai untuk kembali ke meja mereka. Baru saja mereka duduk, pesanan mereka pun dihidangkan sehingga kedua orang itu mulai makan.

Vivian Luo dan Stanley Yan juga kembali duduk di sebuah meja yang berada tidak terlalu jauh.

“Sayang sekali kesempatan baik barusan...” Vivian Luo menatap punggung Yesi Mo dan menghela napas.

Stanley Yan pun turut menoleh dan melihat sekilas ke arah Yesi Mo dan Jennie Bai, lalu menggeleng pelan, “Sama sekali tidak perlu disayangkan.”

“Apanya yang tidak sayang? Ke depannya Yesi adalah atasanmu, kamu harus memiliki hubungan yang bagus dengannya. Dengan begitu, barulah orang-orang kantor tidak akan ada yang berani mengganggumu.”

“Aku tahu maksudmu adalah demi kebaikanku, tapi aku sama sekali tidak memerlukan hubungan baik yang seperti itu dengannya.”

“Bagaimana mungkin tidak perlu? Felix, apa kamu tahu bahwa kebijakan perusahaan itu sangat rumit? Kalau sekarang kamu tidak membangun pasukan, langkahmu selanjutnya di kantor akan sangat sulit.” Vivian Luo masih tidak rela untuk menyerah, “Sekarang mereka minum anggur, mereka bisa mabuk kalau berlebihan. Bagaimana kalau nanti setelah makan kamu tunggu sebentar, lalu cari alasan untuk mengantarkan mereka pulang?”

Vivian Luo terus-menerus menyuruhnya untuk membangun hubungan baik dengan Yesi Mo dan hal ini membuat hati Stanley Yan merasa tidak terlalu senang.

Ia bahkan masih terus membutuhkan bantuan saat menghadapi ayah Vivian Luo, Maxim Luo. Bagaimana mungkin ia bisa membangun hubungan yang baik dengan dua wanita itu? Walaupun salah satu dari mereka adalah rekan kerjanya di kemudian hari dan yang satunya sebentar lagi akan menjadi atasannya.

“Aku tidak napsu makan, kamu makan saja pelan-pelan.”

Novel Terkait

My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu
Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu