Unlimited Love - Bab 143 Tidak Sabar (2)

Stanley Yan masih ingin mengucapkan sesuatu, namun Yesi Mo tiba-tiba mengubah raut wajahnya menjadi serius, “Kenapa masih tidak mendengarkanku? Ingat posisimu, kamu itu asistenku. Kamu harus mematuhi semua perintahku tanpa terkecuali.”

Sudut bibir Stanley Yan berkedut dua kali dan ia pun mengangguk pelan. “Baik, Presdir Mo. Aku pergi sekarang juga.”

Melihat Stanley Yan yang hendak berjalan keluar, Yesi mo tiba-tiba memanggilnya. Stanley Yan pun menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya untuk bertanya, “Presdir Mo, apa masih ada hal lain yang perlu diberitahukan kepadaku?”

“Asisten Lu, terima kasih untuk masalah kemarin malam.”

Setelah Yesi Mo berterima kasih pada Stanley Yan, ia langsung mengibaskan tangannya tanpa menunggu jawaban dari pria itu, “Pergilah.”

Stanley Yan menatap Yesi Mo dengan terkejut. Bukankah kemarin malam wanita itu sudah berterima kasih padanya? Kenapa hari ini berterima kasih lagi?

Tapi, ia juga tidak ambil pusing dan hanya mengangguk singkat lalu berjalan keluar pintu. Ia baru saja keluar ketika melihat seseorang berdiri di luar pintu. Kalau tidak salah ingat, bukankah pria ini menghadiri acara pertunangannya dengan Vivian Luo? Ia juga duduk bersama dengan Yesi Mo dan Jennie Bai. Ah, pria ini sepertinya adalah Marson Luo, direktur manajer perusahaan ini. Ia pun dengan pelan memanggil, “Direktur Luo.”

Setelah disapa, Marson Luo menatap Stanley Yan sambil mengernyitkan alisnya dan bertanya menyelidik, “Tuan Felix, kenapa kamu ada disini?”

“Sekarang aku adalah asisten Presdir Mo. Ke depannya, mohon bantuan Direktur Luo untuk banyak mengarahkan dan mengajariku.”

Stanley Yan tersenyum dan mengulurkan tangannya pada Marson Luo untuk berjabat, gerakannya ini terlihat sangat bersahabat. Tapi Marson Luo tidak memberikannya kesan yang baik. Bukan hanya tidak menjabat tangan Stanley Yan yang terulur, Marson Luo justru meliriknya tanpa henti dengan tatapan menghina.

“Kamu bilang kamu adalah asisten Presdir Mo? Apa kamu yakin kamu tidak keliru?”

Tentu saja Marson Luo tidak bisa mempercayainya. Ia jelas-jelas ingat sudah membuang CV milik seseorang bernama Felix Lu ini ke dalam tempat sampah saat ia di divisi personalia kemarin pagi. Jadi, bagaimana mungkin ia berkesempatan bertemu dengan Yesi Mo, terlebih lagi bagaimana bisa ia menjadi asisten Yesi Mo?

Marson Luo benar-benar mencurigai bahwa Stanley Yan sedang berbohong.

“Apa Direktur Luo pikir aku bisa-bisanya berbohong tentang hal semacam ini?”

Melihat wajah Stanley Yan yang tenang, Marson Luo pun mengangguk singkat, “Aku akan memeriksa kebenaran masalah ini nanti. Kalau sampai kamu terbukti sedang membohongiku...”

Tatapan peringatan di mata Marson Luo terlihat sangat jelas, selama orang yang melihatnya tidak buta. Stanley Yan bertanya-tanya dalam hati kenapa Marson Luo bersikap seperti itu padanya, namun ia hanya mengangguk singkat lalu mengucapkan salam perpisahan. Stanley Yan kemudian membalikkan tubuhnya dan berjalan ke arah lift.

Marson Luo menatap punggung Stanley Yan sambil mengernyit. Begitu sosok Stanley Yan sudah hilang sepenuhnya di dalam lift, Marson Luo pun menarik kembali pandangannya. Ia mengetuk pintu ruang kerja Yesi Mo, lalu mendorong buka pintu itu dan berjalan masuk.

“Direktur Luo, apa ada masalah?”

Yesi Mo menarik pandangannya dari laporan penjualan yang sedang ia pegang dan bertanya santai saat melihat Marson Luo yang berjalan masuk.

“Presdir Mo, begini. Siang nanti, aku harus melakukan perjalanan bisnis selama beberapa hari. Paling cepat, aku baru bisa kembali hari Selasa minggu depan. Jadi, aku tidak bisa menemani presdir menghadiri rapat Perkumpulan Bisnis hari Senin nanti.”

Sikap Marson Luo sangat hormat karena sekarang, Yesi Mo bukan hanya sekedar presdir yang menjadi atasannya di perusahaan tempat ia bekerja. Wanita itu juga adalah istri Stanley Yan dan nyonya muda keluarga Yan, istri dari tuan mudanya.

“Tidak masalah. Aku bisa menangani urusan itu sendiri, kamu tidak perlu khawatir.” ujar Yesi Mo sambil tersenyum, “Apa masih ada urusan lainnya? Kalau sudah tidak ada, kamu bisa pergi. Aku sibuk sekali.”

Yesi Mo dengan sengaja mengangkat laporan penjualan bulanan di tangannya untuk menunjukkannya pada Marson Luo. Ia tahu dengan jelas bahwa saat Stanley Yan keluar tadi, ia pasti sudah bertemu dengan Marson Luo. Kalau ia tidak membuat alasan, ia takut Marson Luo akan berbicara tak henti.

Tentu saja awalnya Marson Luo ingin bertanya perihal Stanley Yan. Tapi melihat gerakan Yesi Mo, ia kembali menelan kata-katanya dan menggeleng pelan, “Tidak, silahkan presdir melanjutkan pekerjaan.”

Melihat Marson Luo membalikkan tubuhnya dan berjalan pergi, barulah Yesi Mo menghela napas singkat.

Ia sangat takut apabila Marson Luo benar-benar mengocehinya. Itu pasti akan menjadi perdebatan tidak berguna yang lama dan tentu saja membuang-buang waktu. Suasana hati pun pasti ikut terpengaruh. Kalau itu sampai mempengaruhi kinerja, maka hasil yang didapat juga tidak baik.

Begitu Marson Luo beranjak meninggalkan ruangan Yesi Mo dan kakinya langsung melangkah pergi menuju kantor manajer divisi personalia. Ia menggarangkan wajahnya, duduk di kursi yang terletak di depan meja dan berujar dingin, “Jason Cao! Sebaiknya kamu segera jelaskan dengan sejelas-jelasnya perihal Felix Lu ini. Kalau tidak, kamu tidak perlu menjabat sebagai manajer divisi personalia lagi.”

“Direktur Luo, direktur jangan marah. Aku juga tidak bisa disalahkan dalam masalah ini.” Jason Cao melihat Marson Luo dengan tatapan getir, ia terlihat seperti sedang memakan beberapa kilogram akar obat.

“Tidak bisa menyalahkanmu? Haha. Masalahnya tidak begitu besar, tapi ada satu pihak yang melalaikan tanggung jawabnya.” Marson Luo menggebrak meja, lalu bangkit berdiri dan menatap Jason Cao di bawahnya dengan murka.

“Aku tidak... Tidak menyetujui...” Bibir Jason Cao bergetar hebat, wajahnya pucat pasi.

Seberapa kejam Marson Luo ini, ia mengenal pria itu lebih baik dari siapapun. Tiga bulan lalu, Marson Luo memecat delapan orang pegawai hanya karena masalah kecil di matanya. Tidak hanya memecat asisten manajer, namun juga ada seorang manajer divisi. Bisa dikatakan bahwa Marson Luo ini benar-benar bukan tipe orang yang bisa tahan dengan debu di matanya.

Kalau kamu membuatnya tidak senang, ia tidak akan segan-segan menghancurkan mangkuk nasimu.

“Tidak ada yang melalaikan tanggung jawabnya? Kalau begitu aku tanya padamu, bukankah kamu manajer divisi personalia? Bukankah kamu bertanggung jawab penuh atas rekrutmen pegawai? Bukankah aku secara terang-terangan membuang CV Felix di depan matamu kemarin?”

Ini adalah fakta dan Jason Cao tidak mungkin menyangkalnya, sehingga ia pun hanya bisa mengangguk tanpa henti.

Melihat respon Jason Cao yang seperti itu, Marson Luo pun menjadi semakin marah, “Kalau semua yang kukatakan ini benar, kamu beritahu aku bagaimana mungkin Felix bisa tiba-tiba dilantik menjadi asisten Presdir Mo? Jangan berani-beraninya kamu bilang ini bukan perbuatan iblismu!”

“Direktur Luo, ini fitnah! Aku difitnah!”

Jason Cao sampai berkeringat dingin saking gugupnya dan penjelasannya menjadi terbata-bata.

“Maksudmu, CV Felix entah bagaimana kembali bercampur dengan CV calon-calon lainnya? Kamu sama sekali tidak mengetahuinya? Kamu juga tidak meneleponnya untuk datang ke perusahaan dan melakukan wawancara dengan Presdir Mo kemarin siang?” Marson Luo mengernyit, jelas-jelas agak tidak bisa mempercayainya.

“Be... Betul...” Jason Cao mengangguk cepat, “Sebenarnya saat melihat Felix masuk ke ruangan Presdir Mo, aku merasa ada yang aneh. Aku awalnya ingin mengusirnya, tapi aku juga takut dengan Presdir Mo...”

“Lebih baik kamu berdoa bahwa segala sesuatunya memang seperti yang kamu katakan. Kalau tidak, kamu sendiri sudah tahu bagaimana akibatnya.”

Selesai bicara, Marson Luo menatap Jason Cao dengan dingin lalu membalikkan tubuhnya dan berjalan pergi.

Sesegera setelah Marson Luo berjalan pergi, Jason Cao spontan merosot di kursinya. Ia mengambil ponselnya dengan terburu-buru dan langsung menelepon seseorang. Tapi, orang yang ia telepon di ujung sana tidak kunjung mengangkat teleponnya untuk waktu yang cukup lama.

Setelah mencoba beberapa kali, Jason Cao akhirnya menyerah. Ia mengetik sebuah pesan singkat dan mengirimnya.

Setelah Stanley Yan meninggalkan perusahaan, ia pun pergi ke sebuah kedai kopi yang terletak di ujung jalan untuk menikmati secangkir kopi. Ia baru saja akan bersiap untuk bangkit berdiri dan berjalan pergi, ketika ponselnya tiba-tiba berdering. Ternyata Vivian Luo yang meneleponnya.

“Felix, bagaimana hari pertama kerjamu? Ada tidak orang yang menyusahkanmu? Bagaimana kalau aku meminta ayahku menelepon Presdir Mo dan memintanya untuk memperlakukanmu dengan lebih baik?”

“Tidak perlu, sekarang aku tidak ada di kantor.”

“Tidak ada di kantor? Bukankah ini baru hari pertamamu bekerja? Presdir Mo malah sudah memintamu untuk pergi keluar? Hari ini begitu panas, apakah ia tidak takut kamu akan kepanasan? Felix, bagaimana kalau kamu mengundurkan diri saja? Tenang saja, aku pasti akan menemukan pekerjaan yang lebih baik untukmu.”

“Tidak perlu, aku merasa pekerjaan ini sangat bagus. Sudah dulu ya, aku sibuk.”

Setelah menutup telepon, Stanley Yan pun memutuskan untuk tidak jadi pergi meninggalkan kedai kopi itu dan kembali duduk.

Sambil menikmati pemandangan jalan dan menyesap cangkir kopinya perlahan, benak Stanley Yan kembali teringat akan sikap Marson Luo saat mereka bertemu di luar ruangan Yesi Mo. Stanley Yan benar-benar tidak mengerti mengapa sikap Marson Luo begitu buruk terhadapnya.

Beberapa hari yang lalu mereka bahkan tidak saling mengenal dan juga tidak pernah terlibat dalam acara apapun.

Setelah berpikir untuk waktu yang cukup lama, tiba-tiba Stanley Yan membuka matanya perlahan dan dengan nada tidak percaya bergumam: “Apa jangan-jangan Direktur Luo menyukai Presdir Mo dan menganggapku sebagai saingannya?”

Semakin memikirkannya, ia pun semakin merasa bahwa dugaannya ini betul. Hari sudah semakin siang dan Stanley Yan menimbang-nimbang apakah ia perlu membuat janji untuk bertemu dengan Marson Luo di luar demi membicarakan perihal ini dengan jelas secara tatap muka.

Ia baru saja mengeluarkan ponselnya ketika ia menyadari bahwa ia tidak memiliki nomor telepon Marson Luo. Stanley Yan pun tersenyum tidak berdaya, “Sudahlah, aku akan menjelaskan ini padanya saat masuk kerja di hari Senin besok saja.”

“Felix.”

Stanley Yan mendengar seseorang memanggil namanya, bersamaan dengan sebuah tepukan di pundaknya. Ia menolehkan kepalanya dan melihat seorang gadis berambut pendek.

Gadis ini terlihat biasa saja, wajahnya berbintik-bintik, namun matanya terlihat sangat berkilauan. Dan dari tatapannya ia terlihat benar-benar terkejut, “Wah, ternyata benar-benar kamu, Felix. Aku pikir barusan aku berhalusinasi.”

“Nona, maaf, kamu ini...” Stanley Yan mengernyitkan alisnya dan bertanya pada gadis itu.

“Aku Yanni Guo, teman SMA-mu. Apa kamu tidak mengingatku?”

“Yanni Guo?” Stanley Yan mengulangi nama itu dan berpikir keras untuk waktu yang cukup lama. Akhirnya ia hanya bisa tersenyum tidak berdaya sambil menggeleng, “Maaf, aku benar-benar tidak ingat.”

“Astaga. Kita baru tidak bertemu selama satu tahun, tapi kamu benar-benar tidak mengingatku? Ingatanmu benar-benar buruk, ya?”

Yanni Guo duduk di hadapan Stanley Yan dengan raut mengeluh.

Novel Terkait

Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
5 tahun yang lalu
Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu