Unlimited Love - Bab 132 Orang Yang Terdesak Akan Melakukan Apapun (2)

Setelah menutup telepon, Stanley Yan mengatupkan bibirnya dengan perlahan dan memanggil Marson Luo masuk.

“Tuan muda, tuan memanggilku?”

“Masalah yang aku minta untuk kamu selidiki, bagaimana hasilnya?”

“Sudah ada sedikit petunjuk. Orangtua Rico memang meninggalkan wasiat setelah kematiannya, tapi isi dari wasiat itu masih tidak jelas.”

“Percepat gerakan orang-orang kita, aku tidak ingin berdiam terlalu lama.”

Stanley Yan mengernyitkan alisnya dan Marson Luo mengangguk, “Tuan muda, tuan tenang saja. Paling lambat dalam waktu setengah bulan, aku pasti akan mendapatkan dengan jelas isi wasiat itu.”

“Pergilah.”

Setelah Marson Luo pergi, Stanley Yan perlahan bangkit berdiri dan berjalan menuju jendela. Ia menengadah melihat taburan bintang yang memenuhi langit, sebuah senyum yang terlihat aneh tersungging di sudut mulutnya.

Keesokan paginya ketika Didi dan Tony tahu bahwa Stanley Yan mengijinkan mereka untuk pergi bermain ke luar, kedua anak itu pun menari kegirangan.

Lain hal dengan Melinda Yan yang merasa sedikit tidak tenang, ia mun memaksa untuk ikut pergi bersama.

Stanley Yan dan Yesi Mo membujuknya untuk waktu yang sangat lama, dan akhirnya Melinda Yan pun membatalkan keputusannya.

Di perjalanan, Yesi Mo menelepon Katty Yun dan memintanya menunggu di rumah.

Ketika pertama kali bertemu Katty Yun, Yesi Mo menunjuknya dan memberitahu Tony bahwa wanita itu adalah ibunya. Sebenarnya tanpa perlu Yesi Mo beritahu pun, Tony sudah bisa menebaknya.

Katty Yun menatap Tony dengan terharu dan air matanya bergulir turun. Ia pun menarik Tony masuk ke dalam dekapannya.

Mendengar Tony yang menangis memanggil-manggil ibunya, hati Yesi Mo pun merasa sangat tidak tega. Ia menarik Didi pergi, “Kami akan menunggu kalian di bawah.”

“Ibu, apakah bibi barusan itu benar-benar ibunya Kak Tony?”

Sepanjang perjalanan turun menggunakan lift, Didi bertanya dengan penuh penasaran.

“Tentu saja, mana mungkin ibu melakukan kesalahan dalam hal seperti ini?”

Yesi Mo mengelus kepala mungil Didi, lalu menariknya masuk ke dalam mobil.

Sekitar setengah jam kemudian, Katty Yun pun berjalan turun sambil menggendong Tony. Ia tersenyum sambil menyapa Yesi Mo, lalu naik ke mobil dan meluncur ke taman bermain.

Sepanjang hari, Tony menempel lekat pada Katty Yun dan tidak pernah terlihat sesenang ini.

Ketika waktunya untuk berpisah, Tony terus bergelayut di pakaian Katty Yun dan tidak ingin melepaskannya. Katty Yun dan Yesi Mo harus membujuknya untuk waktu yang lama, barulah Tony akhirnya melepaskan pakaian ibunya dan naik ke mobil.

Yesi Mo menggendong Didi naik ke mobil. Ia baru akan mengucapkan salam perpisahan pada Katty Yun ketika wanita itu tiba-tiba berujar, “Apakah kita bisa mengobrol sebentar?”

“Baiklah.” Yesi Mo mengangguk, lalu dengan cepat tersenyum pada kedua anak yang ada di dalam mobil, “Kalian tunggu sebentar, aku akan segera kembali.”

Katty Yun mengajak Yesi Mo menepi, lalu dengan wajah yang bersyukur berujar, “Terima kasih kamu sudah membawa Tony bertemu denganku.”

“Jangan terburu-buru berterimakasih padaku, tidak akan terlambat apabila kamu mengucapkannya saat kalian sudah berkumpul kembali.”

“Aku tidak berharap itu akan terjadi. Bisa bertemu dengan Tony saja aku sudah sangat puas.” Katty Yun menggeleng sambil tersenyum getir.

“Jangan begitu pesimis. Kesalahpahaman yang terjadi pasti bisa diluruskan suatu saat nanti sehingga kalian bertiga bisa berkumpul menjadi satu keluarga lagi.” Yesi Mo mengangkat kepalanya dan menatap warna langit. Karena sudah semakin menggelap, ia pun berujar sambil tersenyum. “Sudah larut, sebaiknya aku segera membawa mereka pulang kalau tidak bibi akan khawatir.”

Katty Yun dengan tidak rela menatap mobil yang melaju pergi itu. Bibirnya berkerut dan ia pun membalikkan tubuhnya untuk berjalan masuk.

Sepanjang perjalanan pulang, Yesi Mo berulang kali mengingatkan kedua anak itu dengan penuh penekanan bahwa mereka tidak boleh memberitahu siapapun tentang pertemuan mereka dengan Katty Yun.

Ketika Melinda Yan melihat Tony, ada jejak keraguan di matanya. Ia merasa ada yang berbeda dari Tony dibandingkan sebelumnya, namun ia juga tidak bisa mengatakan dengan jelas apa perbedaannya.

Hari kedua peringatan kematian nyonya besar Yan, Melinda Yan mengutarakan niatnya untuk membawa Tony pulang kembali ke Amerika.

Awalnya Yesi Mo tentu saja tidak ingin membiarkan Tony pergi secepat itu, ia ingin mereka tetap tinggal untuk beberapa waktu lagi. Tapi Melinda Yan tetap bersikeras untuk pergi dan akhirnya Yesi Mo hanya bisa mengangguk menyetujui karena ia tidak bisa menahannya lagi.

Siang berselang satu hari sebelum keberangkatan mereka, Yesi Mo membawa Tony bertemu dengan Katty Yun.

Mereka berdua berdiskusi dengan serius, dan malam itu juga Yesi Mo menyuruh seseorang untuk memesankan tiket pesawat ke Amerika bagi Katty Yun.

Pada hari keberangkatan, Stanley Yan, Yesi Mo, dan Didi pergi ke bandara untuk mengantar mereka. Setelah melihat Melinda Yan dan Tony sudah melewati pos pemeriksaan, mata Yesi Mo pun memandang ke sebuah sudut tersembunyi yang berada tidak terlalu jauh. Katty Yun berjalan keluar dari situ mengenakan kacamata hitam, masker dan topi.

“Bersiaplah, kamu juga sudah harus naik ke pesawat. Begitu sampai di Amerika, akan ada orang yang datang menjemputmu. Kamu bisa tinggal ditempatku dulu untuk sementara waktu. Kalau kamu membutuhkan sesuatu, langsung bilang saja, tidak perlu sungkan.”

“Baiklah.” Katty Yun mengangguk lalu membalikkan tubuhnya untuk naik ke pesawat.

Dari awal sampai akhir, Katty Yun tidak menyapa Stanley Yan sama sekali. Alis pria itu mengernyit saat menatap punggung Katty Yun, raut wajahnya terlihat kesal, “Bagaimana bisa wanita itu sama sekali tidak mengucapkan kata terima kasih? Apa ia pikir kamu membantunya adalah sebuah keharusan? Benar-benar hasil didikan yang bagus sekali.”

“Sudahlah, hanya soal terimakasih saja, tidak perlu diributkan! Ayo kita pergi.”

Stanley Yan menatap punggung Katty Yun sekilas, lalu menggendong Didi keluar dari bandara.

Yesi Mo menatap sosok Katty Yun yang sudah berjalan pergi dari gerbang pemeriksaan sebelum ia sendiri berjalan keluar, lalu berbisik dengan suara rendah, “Katty, semoga kamu berhasil.”

Dalam kurun waktu ini, Bella Lan rasanya akan menjadi gila. Ia mengalami mimpi buruk hampir setiap malam. Terkadang saat ia terbangun di tengah malam, ia melihat sosok Rico Mu yang berdiri di depan ranjangnya dan membuatnya takut dan tidak bisa tidur semalaman.

Walaupun ia sudah minum obat secara teratur, namun tetap tidak ada efek apapun. Akhirnya, Bella Lan tidak ada memiliki cara lain selain bergantung pada obat untuk membantunya terlelap.

Tapi mimpi buruk itu terus berlanjut, membuat Bella Lan merasa tersiksa sampai hampir gila. Hanya dalam kurun waktu beberapa hari saja ia menjadi begitu kurus. Dokter di rumah sakit tempat ia memeriksakan kehamilannya pun selalu menyarankan untuk menggugurkan kandungannya saja karena ia yang belakangan ini terus menerus mengkonsumsi obat-obatan, tapi Bella Lan tetap bersikeras ingin melahirkan anaknya.

Ketika Stanley Yan mengetahui bahwa Bella Lan tidak menghiraukan semua perkataan dokter, ia pun menaikkan alisnya. Sifat keras kepala dan paranoid Bella Lan membuat Stanley Yan bisa menebak secara kasar apa isi wasiat orangtua Rico Mu.

“Tuan muda, apakah menurutmu Bella bukanlah seorang wanita gila? Ia minum begitu banyak obat, tapi masih ingin melahirkan anaknya. Apakah ia tidak takut anaknya akan lahir dalam kondisi cacat atau menjadi idiot?”

“Ia tidak gila. Aku pun akan melakukan hal yang sama apabila aku ada di posisinya. Ia tidak memiliki pilihan lain.”

Mata Stanley Yan berkilat, sementara Marson Luo membelalakkan matanya, “Tuan muda, apa menurutmu alasan Bella bisa memiliki kekuatan untuk mengendalikan Perusahaan Mu adalah karena anak di dalam perutnya?”

“Seharusnya memang begitu, tapi benar atau tidaknya hanya bisa kita ketahui setelah isi wasiat itu diketahui.”

“Tuan muda, kalau tidak bagaimana kalau kita mencobanya? Kalau kita terus seperti ini, kita tidak bisa menahannya lagi. Akhir-akhir ini, hati para karyawan mulai goyah. Mereka bilang bahwa perusahaan tidak akan bisa melewati krisis kali ini dan akan bangkrut.”

“Tunggu beberapa waktu lagi.”

Novel Terkait

Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
3 tahun yang lalu
My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
3 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
3 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu