Unlimited Love - Bab 136 Benar, Memang Sedang Mempermainkannya (2)

Saat makanan mereka tiba, Jennie Bai juga ikut masuk ke dalam.

Yesi Mo lalu bertanya padanya apakah ia sudah makan atau belum dan Jennie Bai menjawab sudah. Ia lalu meminta mereka untuk makan saja dan tidak perlu mempedulikannya.

Selesai makan, Yesi Mo bertanya pada Jennie Bai sambil meminta orang untuk beres-beres, “Oh ya, apa sudah ada berita tentang Stanley?”

“Sampai saat ini masih...” Jennie Bai belum sempat selesai berbicara, ketika Didi bergelayut dengan gelisah pada Yesi Mo dan meminta, “Ibu, aku mau ayah, aku mau ayah. Aku takut sekali...”

“Didi, jangan takut. Ayah ada sedikit urusan, setelah selesai baru bisa menjenguk Didi. Yang patuh, ya.”

Setelah menenangkan dan menghiburnya untuk waktu yang cukup lama, barulah Didi bisa tenang. Setelah itu, Yesi Mo tidak berani lagi mengungkit tentang apa yang terjadi pada Stanley Yan di depan Didi apapun yang terjadi.

Kondisi Didi saat ini benar-benar tidak baik, ia tidak kuat menerima rangsangan apapun.

Jennie Bai pun menghela napas dalam hati saat itu, diam-diam merasa beruntung.

Awalnya, ia masih memikirkan bagaimana caranya untuk menghibur Yesi Mo, bagaimana caranya ia bisa melewati krisis ini. Tapi sepertinya dalam kurun waktu dekat Yesi Mo tidak mungkin bertanya padanya tentang keberadaan Stanley Yan.

Setidaknya, ia tidak mungkin bertanya sebelum kondisi Didi kembali pulih seutuhnya.

Sore harinya, Yesi Mo menemani Didi untuk kembali melakukan terapi psikis. Setelah itu, barulah ia membawa Didi keluar dari rumah sakit dan pulang ke kediaman keluarga Yan.

Baru saja ia masuk ke pintu gerbang kediaman keluarga Yan, Yesi Mo langsung menyadari ada aura yang tidak tepat di dalam rumahnya. Tapi, ia tidak dapat menagatakan bagian mana yang terasa tidak tepat.

Yesi Mo menemani Didi naik ke kamarnya di lantai atas dan dengan mudah menidurkan Didi. Baru saja Yesi Mo membuka pintu dan hendak berjalan keluar, ia pun menyadari Didi yang baru saja tertidur di ranjang tiba-tiba duduk. Didi menjulurkan tangannya seolah mau menarik Yesi Mo dan dengan menyedihkan berujar, “Ibu, jangan pergi.”

“Ibu tidak kemana-mana, ibu disini menemani Didi. Anak baik, cepat tidur, ya.”

Yesi Mo berjalan beberapa langkah menghampiri Didi. Dalam sekali gerakan, ia menarik tangan Didi lalu kembali membaringkannya diatas ranjang dan dengan lembut menatapnya.

Didi memeluk tangan Yesi Mo dengan erat, kemudian barulah ia bisa perlahan-lahan memejamkan matanya.

Dengan cepat, hembusan napas Didi yang lembut dan tenang lalu perlahan terdengar. Kali ini, Yesi Mo tahu Didi sudah terlelap.

Dengan lembut ia mengulurkan tangannya untuk melepaskan tangan Didi yang melingkar di tangannya, namun ia tetap tidak dapat melepaskannya meskipun sudah berusaha sebisa mungkin. Yesi Mo juga tidak berani terlalu mengerahkan tenaganya, sehingga ia hanya bisa membiarkan Didi bergelayut padanya.

Detik dan menit pun terus berlalu dan langit mulai gelap gulita dalam sekejap. Saat terdengar suara ketukan pintu dari luar, Yesi Mo memalingkan kepalanya dan berujar pelan, “Masuk.”

Ia melihat Jennie Bai yang mendorong pintu dan berjalan masuk. Dengan wajah gelisah yang tidak menyenangkan, ia pun berujar, “Kakak ipar, Andrew datang. Ia bilang mau bertemu denganmu.”

“Andrew? Untuk apa ia datang?” Yesi Mo mengernyit dan bertanya dengan ragu.

“Ia datang...” Jennie Bai ragu untuk waktu yang cukup lama, kemudian barulah ia mengambil napas dalam dan menceritakan keseluruhan ceritanya pada Yesi Mo. Setelah mengetahui isi perjanjian antara Stanley Yan dan Andrew Ling, tiba-tiba Yesi Mo mengernyitkan alisnya dan raut wajahnya menjadi sedikit aneh.

“Kakak ipar, kamu kenapa?” Jennie Bai menatap Yesi Mo dan bertanya dengan penasaran.

“Tidak apa. Kamu beritahu ia bahwa sekarang aku tidak dalam kondisi yang memungkinkan untuk menemuinya. Suruh ia datang lain hari.” Yesi Mo menatap Didi sekilas dan berujar pelan.

“Ia bilang harus menemuimu hari ini juga. Kakak ipar, sepertinya kali ini Andrew akan benar-benar bertindak. Apa yang harus kita lakukan? Apa kita benar-benar harus menyerahkan semuanya padanya?” Jennie Bai terlihat tidak senang.

Dengan raut wajah yang dingin, Yesi Mo memberikan isyarat pada Jennie Bai untuk membantunya. Jennie Bai berjongkok di belakang tubuh Yesi Mo dan mengulurkan tangannya. Kemudian, barulah Yesi Mo bisa mencodongkan tubuhnya dan berbisik di samping telinga Didi, “Didi, tangan ibu pegal. Kita ganti posisi, ya?”

Padahal Yesi Mo hanya mencobanya saja, namun tidak disangka sepertinya Didi yang sedang berada di alam mimpi mendengar suaranya. Kali ini, Didi perlahan melonggarkan tangannya.

Begitu tangan Yesi Mo tertarik keluar, ia langsung memasukkan tangan Jennie Bai ke dalam tangan Didi dan berujar pelan, “Jennie, kamu gantikan aku sebentar. Aku pergi menemui Andrew. Kalau ada pergerakan dari Didi, kamu langsung suruh orang untuk memberitahuku.”

“Baik, kakak ipar. Cepatlah pergi dan cepatlah kembali. Biar aku saja yang menjaga Didi, tidak akan ada masalah.”

“Kalau begitu aku pergi dulu.” Saat akan beranjak pergi, Yesi Mo melihat Didi sekilas dengan tidak tenang. Kemudian dengan langkah ringan dan gerakan tangan yang lembut, ia membuka pintu dan berjalan keluar.

Saat turun ke lantai bawah, Yesi Mo dapat melihat dengan jelas Andrew Ling yang berada di kursi rodanya sedang berada di depan meja kecil di ruang tamu. Pria itu mengangkat kepalanya untuk tersenyum manis pada Yesi Mo.

“Katanya kamu mencariku?” Yesi Mo berjalan ke hadapan Andrew Ling dan bertanya.

“Benar.” Andrew Ling menengadah, ia kemudian menatap Yesi Mo dari atas ke bawah dan dengan penasaran berujar, “Sepertinya kamu cukup bersemangat, ini sedikit di luar perkiraanku.”

“Apa maksudmu?” tanya Yesi Mo tidak mengerti.

“Haruskah aku menjelaskan sejelas-jelasnya padamu? Sejujurnya, aku merasa Stanley tidak begitu berharga. Ia begitu mencintaimu, demi kamu ia bersedia merelakan segala sesuatunya. Sekarang hidup matinya sedang tidak jelas dan keberadaannya tidak diketahui, tapi kamu tetap bisa duduk dengan mantap. Harusnya aku bilang kamu terlalu tenang atau terlalu berhati dingin?”

Andrew Ling menatap Yesi Mo dengan raut senyum yang tidak tulus.

“Apa kamu bilang? Coba kamu katakan sekali lagi, apa yang terjadi pada Stanley?” Hati Yesi Mo langsung dirambati kecemasan, dengan tidak tenang ia bertanya dan menatap Andrew Ling.

“Melihat sikapmu ini sepertinya kamu tidak tahu. Semalam saat Stanley pergi menyelamatkanmu dan anakmu, ia bertarung dengan begitu sengit dengan para penculik iu. Akhirnya ia terluka dan didorong oleh ketua penculik itu, mereka berdua terjun ke dalam sungai. Tim SWAT dan Marson sudah mencari mereka selama belasan jam, namun sampai sekarang jejaknya belum ditemukan. Sekarang kamu sudah tahu, bukan?”

Wajah Yesi Mo berubah seketika itu juga. Kenapa ia sama sekali tidak menyangka bahwa kejadiannya seperti ini?

Tidak disangka terjadi hal seperti ini kepada Stanley Yan. Setelah ia sadar dan melihat Didi, segenap hatinya tertumpah pada Didi. Yesi Mo sengaja mengabaikan segala hal lain di sekitarnya.

Yesi Mo bahkan sampai tidak terpikir untuk bertanya pada Marson Luo yang pergi ke tempat perkara tentang kejadian ini. Ia mengira pria itu sedang mengejar penculik bersama Stanley Yan. Siapa yang menyangka kalau ternyata ia justru pergi mencari Stanley Yan?

Semua hal yang sebelumnya terjadi yang tidak terpikirkan olehnya, sekarang perlahan-lahan menjernihkan semua hambatan dalam benaknya.

Yesi Mo sangat khawatir, sangat cemas, sangat gelisah, namun ia sama sekali tidak menampakkannya dalam raut wajahnya. Ia memendamnya sekuat tenaga dalam hati, tidak ingin Andrew Ling dapat melihat titik lemahnya ini.

“Dengan rautmu yang seperti ini, kelihatannya hati kecilmu cukup tegar. Kukira kamu akan menangis sampai pingsan.” Andrew Ling menggeleng melecehkannya.

“Ingin melihat aku menangis? Lebih baik kamu tunggu di kehidupan selanjutnya.” Yesi Mo balas menatap Andrew Ling dengan dingin dan sinis.

Andrew Ling memang datang untuk bertindak, namun Yesi Mo tidak ingin terlihat gampangan. Ia baru bisa bertarung dengan Andrew Ling jika raut yang ditampilkannya cukup tenang.

“Baiklah, tidak usah membicarakan hal ini lagi.” Andrew Ling hanya tersenyum, tidak ingin berkomentar. Ia lalu memberikan isyarat pada asisten di belakangnya untuk memberikan sebuah kontrak pada Yesi Mo. Yesi Mo mengambilnya dan dengan asal membolak-balikkan beberapa halamannya, lalu menutup kontrak itu perlahan dan mengernyitkan alisnya. Ia kemudian bertanya, “Apa maksudmu?”

“Maksudku sangat mudah.” Andrew Ling tersenyum dingin, “Kalian harus pergi dari sini, tempat ini sekarang adalah milikku.”

“Milikmu?” Yesi Mo tertawa. Ia menimbang kontrak yang ada dalam genggamannya, kemudian bertanya dengan raut datar, “Atas dasar apa?”

“Atas dasar kontrak di tanganmu. Kamu sendiri sudah melihatnya dengan jelas, Stanley sudah menyerahkan bangunan vila ini termasuk semua barang di dalamnya kepadaku. Apalagi kontrak itu sudah ia tandatangani sendiri. Tidak mungkin sampai hal seperti ini kamu tidak mengenalinya lagi, bukan?”

“Tentu saja aku mengenali tanda tangan Stanley. Lalu kenapa?” Yesi Mo tertawa dingin melecehkannya.

“Yesi, kamu jangan tidak menghargai kebaikanku. Kalau bukan atas dasar pertemanan baik kita dulu, aku tidak mungkin datang sendiri kesini untuk bicara semua hal omong kosong ini denganmu. Aku akan menyuruh orang untuk langsung mengusirmu. Kuberi kamu waktu setengah jam. Segera bawa pergi semua orang-orangmu, atau aku akan memanggil polisi!”

“Aku tidak akan pergi. Kalau kamu mau memanggil polisi, panggil saja. Aku sangat sibuk, aku tidak bisa menemanimu. Tunggu sampai polisi datang, baru panggil aku lagi.” Selesai bicara, Yesi Mo langsung membalikkan tubuhnya dan berjalan naik kembali ke lantai atas.

“Kamu pikir aku tidak berani? Karena kamu tidak mengambil kebaikanku, jangan salahkan aku yang tidak melihat hubungan baik kita di masa lalu.”

Yesi Mo menghentikan langkahnya dan melihat ke arah pelayan wanita yang berada tidak jauh darinya lalu berkata, “Nanti tolong bantu aku seduhkan segelas teh seruni untuk Tuan Ling. Jangan sampai memperlakukan Tuan Ling dengan kasar. Mengerti?”

Selesai bicara, Yesi Mo tidak mempedulikannya lagi dan kembali ke kamar Didi.

“Sudah, kamu pergi dan istirahatlah sejenak. Biar aku saja disini.” Yesi Mo berjalan menghampiri untuk menggantikan Jennie Bai.

“Kakak ipar, ia... sudah pergi?” Jennie Bai melihat Yesi Mo dengan penasaran dan wajahnya dipenuhi raut tidak percaya.

Bagaimanapun juga, Andrew Ling adalah seorang pria yang tidak akan melepaskan tangannya sebelum keinginannya tercapai. Bagaimana mungkin ia pergi dengan begitu mudahnya? Apakah mungkin mereka sudah mencapai kesepakatan?

“Ia masih di bawah, sepertinya tidak akan pergi dalam waktu singkat. Tidak usah mempedulikannya, lakukan saja apa yang seharusnya kamu lakukan. Anggap saja ia hanya angin lalu.”

“Kakak ipar, sebenarnya apa yang terjadi?”

Novel Terkait

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
4 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
3 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu