Unlimited Love - Bab 137 Sebuah Tamparan Untuknya (1)

“Direktur Ling, direktur harus tenang. Jangan marah pada orang yang sudah mati.”

Asistennya sebenarnya berniat baik untuk membujuk Andrew Ling, ia tidak ingin membuat suasana hatinya semakin buruk, “Orang mati? Apa salah satu matamu melihatnya mati secara langsung? Si brengsek itu tidak mungkin mati semudah itu dan tidak boleh mati semudah itu.”

Asisten itu menatap Andrew Ling dengan kelam. Sepertinya, kali ini pria itu benar-benar marah. Kalau tidak, mana mungkin sikapnya seperti ini? Benar-benar seperti berubah menjadi orang lain.

Ketika Jennie Bai membawa Didi keluar dari ruang makan, polisi baru saja selesai memberikan salam perpisahan kepada Yesi Mo dan beranjak pergi.

“Kakak ipar, mana Andrew?” tanya Jennie Bai sambil menatap Yesi Mo.

“Sudah pergi.”

“Sudah pergi?” Mata Jennie Bai membelalak besar, ia begitu tidak berani mempercayainya, “Ia pergi begitu saja? Ia...”

Yesi Mo mengibaskan tangannya, “Masalah ini tidak bisa dijelaskan hanya dengan sepatah dua patah kata, nanti malam aku akan menjelaskannya padamu. Sekarang aku bawa Didi naik dulu ke atas.”

“Didi, ayo kita pergi.”

Menatap sepasang punggung yang besar dan kecil itu, Jennie Bai merasa dirinya seperti sedang bermimpi dan semua yang terjadi terasa begitu menakjubkan.

Di kamar atas, Yesi Mo memeluk Didi. Pikirannya melanglang-buana dan kekelaman hatinya pun timbul. Hanya ada keselamatan Stanley Yan dalam pikirannya: sudah hampir 20 jam berlalu, apakah Marson Luo sudah menemukan Stanley Yan? Apa luka yang pria itu derita parah?

Kalau bukan karena situasi Didi yang lebih penting, Yesi Mo sesungguhnnya ingin menelepon Marson Luo saat ini juga. Tapi, ia tidak berani dan tidak boleh melakukannya.

Didi masih trauma dan kalau ia tahu bahwa ayahnya mendapatkan musibah, hanya langit yang tahu apakah anak itu akan bertambah gelisah dan panik atau tidak.

Ketika Jennie Bai mengetuk pintu dan masuk, Yesi Mo menatapnya dengan penasaran. Ia melihat Jennie Bai sedang berjalan ke sisi ranjang sambil tersenyum manis lalu duduk, kemudian bertanya sambil tersenyum, “Kenapa kamu tidak pergi beristirahat tapi malah lari kesini?”

“Marson sudah kembali. Kakak ipar, apa kamu mau menemuinya?”

“Marson sudah kembali? Dimana ia?” Yesi Mo membelakkan matanya dan bertanya dengan semangat.

“Di luar pintu. Begini saja, bagaimana kalau aku saja yang menemani Didi?” Selesai berujar, Jennie Bai menjulurkan tangannya dan menarik tangan Didi, “Didi, ibu ada sedikit keperluan. Bibi Jennie yang temani kamu, bagaimana?”

Didi tidak menyahut, namun menunjukkan penolakannya melalui tindakan.

Melihat Didi yang bersembunyi dalam dekapannya, Yesi Mo pun merasa tidak berdaya dan resah.

“Didi sayang, disini sebentar dengan Bibi Jennie, ya? Ibu keluar dulu untuk mengobrol sebentar dengan Paman Marson. Ibu akan cepat kembali, ya?” Yesi Mo memeluk Didi dengan lembut dan mengecup dahinya dengan hangat.

“Tidak mau, aku tidak mau ibu pergi.” Didi menggelengkan kepalanya kuat-kuat seperti gendang. Melihat responnya yang seperti itu, Yesi Mo tahu bahwa ia tidak akan dibiarkan pergi. Akhirnya, ia terpikirkan sebuah cara yaitu dengan cara mendoktrin: ia akan membuat Didi selalu bisa melihatnya.

Didi akhirnya setuju dan Yesi Mo menghadiahnya dengan sebuah ciuman sambil berujar bangga, “Didi benar-benar anak patuh.”

Setelah masuk, Marson Luo mengangguk pada Yesi Mo, “Nyonya muda, tuan muda kecil, Nona Bai.”

“Kesini sebentar denganku, ada sesuatu yang mau kutanyakan padamu.” Yesi Mo perlahan bangkit berdiri dan menyerahkan tangan Didi kepada Jennie Bai, lalu pergi ke teras bersama Marson Luo.

“Ibu...”

Tatapan Didi terpaku lekat pada Yesi Mo. Setelah melihat bahwa ibunya tidak pergi meninggalkannya, ia pun akhirnya kembali tenang.

Begitu mendengar suara langkah kaki di belakangnya berhenti, Yesi Mo yang sedang menatap langit malam di teras pun menolehkan kepalanya dan memberi isyarat bagi Marson Luo untuk menutup pintu. Ia memastikan bahwa suara televisi dari dalam kamar tidak terdengar dan suara dari sini pun tidak akan terdengar didalam. Ia lalu bertanya dengan raut wajah yang tidak tenang, “Apa kamu sudah menemukan Stanley? Bagaimana kondisinya sekarang?”

“Kami sudah mengusahakan yang terbaik, namun sampai saat ini kami belum mendapatkan kabar apapun tentang tuan muda.”

Melihat Marson Luo menggelengkan kepalanya, Yesi Mo pun merasa putus asa namun ia tidak berani menunjukkan keputusasaannya. Tatapan Didi yang hanya berjarak sebatas pintu kaca terus-terusan melekat padanya, membuat Yesi Mo merasa sangat gelisah.

“Bagaimana mungkin bisa begini? Stanley, ia... Apa ia benar-benar tidak akan kembali lagi?”

Suara Yesi Mo terus bergetar sedari tadi, ia tidak bisa menerima semua ini. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana hidupnya tanpa Stanley Yan, bagaimana Didi akan begitu sedih dan hancur tanpa kehadiran ayahnya.

“Nyonya muda, nyonya jangan terlalu khawatir. Tuan muda seharusnya masih hidup, terutama karena kami belum menemukan...” Mayatnya.

“Seharusnya, hahh... Seharusnya?” Suara Yesi Mo dipenuhi keputusasaan.

“Nyonya muda, nyonya jangan seperti ini. Kalau tuan muda tahu nyonya muda seperti ini, hatinya tidak akan merasa tenang.” Marson Luo menghela napas dan menghibur, “Lagipula tuan muda, ia...”

“Aku tidak apa-apa.” Yesi Mo memaksakan seulas senyum dan menggeleng, “Tidak peduli Stanley akan kembali atau tidak, selama mayatnya tidak ditemukan, dalam hatiku ia masih tetap hidup.”

“Nyonya muda, memang sebaiknya nyonya berpikir seperti itu. Tuan muda begitu beruntung, bagaimana mungkin tertimpa masalah semudah ini.”

“Oh ya, Marson, barusan kamu bilang Stanley seharusnya masih hidup. Kenapa kamu bisa bilang begitu?” Yesi Mo yang sudah lebih tenang tiba-tiba teringat akan keraguan di balik kata-kata Marson Luo.

“Sebenarnya seperti ini.” Marson Luo menghela napas lega dan disaat yang bersamaan ia mengangguk lalu mulai menjelaskan.

Jeda waktu antara saat Stanley Yan mulai terjatuh sampai proses penyelamatan dimulai tidaklah panjang. Saat itu, hal pertama yang dilakukan oleh polisi beserta Marson Luo dan orang-orangnya adalah menarik jaring dari bawah ke atas sambil mencari dari tempat dimana Stanley Yan terjatuh ke dalam air.

Berdasarkan perhitungan para ahli, mereka menentukan titik mulai penebaran jaring untuk memastikan bahwa Stanley Yan tidak akan terbawa arus lebih jauh lagi. Seharusnya kalau Stanley Yan ada di dalam sungai, waktu 20 jam sudah lebih dari cukup untuk menemukannya. Tapi sampai sekarang, belum ada berita apapun juga walaupun orang yang disebut si tetua sudah berhasil ditangkap.

Polisi beserta Marson Luo dan orang-orangnya menghabiskan waktu yang lama menyisir bagian tertentu dari sungai, berfokus pada titik dimana mereka menemukan si tetua. Tapi, tetap belum ada berita apapun.

Marson Luo menduga, mungkin Stanley Yan tersapu hingga ke tepian lalu ia berjalan pergi.

“Kalau sesuai dengan ucapanmu, kenapa ia belum kembali juga sampai sekarang?”

Yesi Mo menemukan kejanggalan terbesar dari penjelasan ini, ia terus mencecar pria itu dengan pertanyaan dan membuat Marson Luo berada dalam keadaan terdesak.

“Kemungkinan karena tuan muda mengalami luka yang cukup parah, sehingga ia masih belum sadar.”

Penjelasan Marson Luo yang tidak meyakinkan menyebabkan Yesi Mo mengernyitkan alisnya secara tidak sadar, “Apa kamu sudah menyuruh orang untuk menyisir pinggir sungai?”

“Sudah, dari beberapa jam yang lalu. Polisi juga sudah menyuruh personelnya untuk mendapatkan berita dari orang-orang di sekitar. Aku yakin akan ada hasil yang didapatkan.”

“Segera beritahu aku begitu ada informasi apapun.”

Yesi Mo menundukkan kepala, menatap Didinya yang sedang balas menatapnya dari balik ruangan. Ia lalu memaksakan seulas senyum dan menatap Marson Luo, “Aku mohon bantuanmu untuk masalah ini.”

“Nyonya muda, ucapanmu ini terlalu serius, semua ini tentu saja ini adalah tugasku.” Setelah selesai berujar, alis Marson Luo pun perlahan terangkat, “Oh ya nyonya muda, aku dengar sore tadi Andrew datang kesini? Tidak terjadi apa-apa, bukan?”

“Tidak.” Yesi Mo menggelengkan kepalanya, mengakhiri percakapan mereka.

Tiga hari kemudian. Polisi dan Marson Luo masih belum mendapatkan kabar apapun tentang Stanley Yan. Pria itu seolah lenyap, tidak ada yang tahu dimana keberadaannya dan tidak ada yang tahu apakah ia masih hidup atau tidak.

Polisi pun akhirnya mengeluarkan pernyataan mereka. Stanley Yan, pimpinan Yan Business Group, menghilang. Ini menyebabkan usaha pencarian dan penyelamatan pun menurun beberapa tingkat. Pada akhirnya tidak hanya polisi yang dibekali senjata saja yang ditarik kembali, namun seluruh perahu pencarian yang tersebar di sungai juga ditarik kembali. Mereka hanya memfasilitasi kepolisian lokal untuk mencari informasi, itupun setelah Marson Luo pergi menghadap kepala kepolisian secara pribadi.

Berdasarkan sudut pandang polisi, sia-sia saja melanjutkan pencarian ini. Yesi Mo benar-benar tidak berdaya, dan ia yang tidak putus asa hanya bisa menyuruh Marson Luo mengeluarkan lebih banyak uang untuk mengerahkan lebih banyak orang demi mencari Stanley Yan.

Pagi hari keempat, sekretaris Stanley Yan tiba-tiba berlari datang ke kediaman keluarga Yan dan memberitahu Yesi Mo sebuah kabar buruk.

Yan Business Group kalah dalam aksi anti-kepemilikan Perusahaan Mu. Paling lambat dalam dua atau tiga hari, Yan Business Group akan berganti kepemimpinan.

Pada saat itulah Yesi Mo baru menyadari bahwa selama ini dan Marson Luo dan dirinya mengerahkan seluruh akal mereka untuk mencari keberadaan Stanley Yan, Yan Business Group sedang berada di ujung tanduk dan sekarang akhirnya terjun bebas.

Yesi Mo tidaklah pandai dalam urusan berbisnis, dan hanya ada Marson Luo satu-satunya orang di sisinya yang memiliki kemampuan di bidang itu. Tapi Marson Luo masih berada di pinggir sungai untuk mencari Stanley Yan dan pengawal mengatakan ia sudah tidak menutup matanya selama 30 jam terakhir.

Yesi Mo tidak tega untuk menambah beban pikirannya. Lagipula, belum tentu juga Marson Luo memiliki solusi.

“Nyonya, apa yang harus kita lakukan sekarang?”

“Masalah sudah sampai seperti ini, apa lagi memangnya yang bisa kita perbuat?” Yesi Mo hanya mampu tersenyum getir.

Mata sekretaris itu dipenuhi keputusasaan dan ia menatap Yesi Mo dalam kebingungan, “Apakah akhirnya hanya bisa seperti ini?”

“Kembalilah.” Yesi Mo akhirnya melirik sekretaris itu sekilas dan menghela napas. Ia lalu berjalan ke arah Didi yang berada di atas sofa di ruang tamu yang tak jauh darinya.

Setelah sekretaris itu berjalan pergi, Jennie Bai pun bertanya penasaran, “Kakak ipar, tidak ada masalah di perusahaan bukan?”

“Perusahaan akan diakuisisi.”

“Perusahaan Mu?” Jennie Bai menatap Yesi Mo dengan tidak yakin. Begitu melihat Yesi Mo menganggukkan kepalanya, ia dengan ragu mengernyitkan alisnya dengan tegang dan berujar, “Kakak ipar, kalau tidak begini saja. Aku akan pergi memohon pada Andrew, apalagi sekarang ia adalah kepala manajer Perusahaan Mu. Selama ia mau meringankan, mungkin kita masih memiliki kesempatan.”

“Tidak ada gunanya, ia pasti tidak akan mau membantu.” Benak Yesi Mo tahu bahwa akuisisi Perusahaan Mu atas Yan Business Group kali ini didalangi oleh Andrew Ling, ia bahkan pasti sudah memeriksa setiap detailnya.

Novel Terkait

Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
4 tahun yang lalu

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
4 tahun yang lalu

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
3 tahun yang lalu

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
3 tahun yang lalu

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
3 tahun yang lalu