Unlimited Love - Bab 135 Harga Sebuah Keserakahan (2)

Setelah berujar, si tetua membuka telapak tangannya dan mengangkatnya dengan senang. Stanley Yan sedikit mengernyit, lalu mengangguk perlahan, “100 milyar? Baik, aku berikan.”

“Maaf, sepertinya kamu salah mengerti maksudku. Yang aku mau bukan 100 milyar, tapi 1 triliun. Sebagai direktur Yan Business Group, tidak mungkin uang sekecil ini kamu tidak punya, bukan?” Si tetua tertawa dingin.

“Aku benar-benar tidak memiliki uang sebanyak itu. Walaupun Yan Business Group bernilai puluhan triliun, namun uang tunai yang dapat dipergunakan tidak lebih dari puluhan milyar. Akku baru saja menarik 20 milyar secara tunai, jadi paling banyak aku hanya bisa menarik 100 milyar lagi. Hal ini pun masih perlu menghubungi bank untuk melakukan proses transfer darurat melalui jalur khusus, sepertinya tidak mungkin bisa diantarkan kesini dalam satu jam.”

Stanley Yan tersenyum getir menatap si tetua, sedangkan si tetua balas memicingkan matanya dan tersenyum dingin, “Tuan Yan, apa kamu sedang mempermainkanku? Apa kamu tidak takut memprovokasiku dan membuatku langsung membunuh istri beserta anakmu?”

“Istri dan anakku ada di tangan kalian, bagaimana mungkin aku berani memprovokasimu? Aku berkata yang sejujurnya. Kamu tunggu dulu, biarkan aku berpikir.” Stanley Yan menundukkan kepala dan terdiam untuk waktu yang lama. Tepat saat si tetua yang menunggu sudah hampir kehilangan kesabarannya, ia baru mengangkat kepalanya, “Kalau tidak begini saja, beri aku rekening bank kalian. Aku akan menyuruh orang keuanganku untuk langsung mentransfer uanganya ke bank kalian.”

“Boleh juga caramu ini.” Si tetua mengangguk dan mencibirkan bibirnya pada si codet.

Si codet langsung mengerti maksudnya dan ia mengeluarkan secarik kertas dari dalam sakunya, lalu memberikannya pada Stanley Yan, “Ini rekening bank Swiss kami, suruh orangmu untuk mentransferkan uangnya ke rekening ini.”

Stanley Yan menatap kertas itu sekilas setelah menerimanya, ternyata memang bukan nomor rekening bank lokal. Rekeningnya benar-benar tidak serupa dengan rekening bank lokal, kelihatannya memang benar rekening bank Swiss.

“Baik, sekarang juga aku hubungi orang keuanganku.” Stanley Yan mengangguk kemudian mengeluarkan ponselnya. Saat ia membalik ke sebuah nomor telepon dan hendak meneleponnya, si codet tiba-tiba merebut ponsel Stanley Yan dan melihatnya dengan seksama. Yang ia lihat di layar tentu saja adalah nomor Manajer Feng. Setelah ia memastikannya, barulah ia mengangguk pada si tetua.

“Tetua, memang benar ini nomor telepon Manajer Feng, orang keuangan Yan Business Group.”

“Kembalikan ponselnya padanya.” Si tetua mengangguk dengan puas dan memberikan isyarat pada si codet untuk mengembalikan ponsel Stanley Yan padanya.

Stanley Yan dengan tidak senang mengernyitkan dahinya dan menatap si codet sekilas, lalu menyambungkan panggilannya.

“Manajer Feng, ini aku, Stanley. Sekarang masih ada berapa banyak uang di rekening bank perusahaan yang bisa digunakan?”

“Tidak sampai 120 milyar, direktur. Kenapa tiba-tiba menanyakan hal ini?”

“Tunggu sebentar.” Stanley Yan menutup mikrofon ponselnya dan menatap si tetua dengan tidak berdaya, “Kamu juga sudah mendengarnya, memang tidak begitu banyak uang di rekening bank kantor.”

“Pergi pinjam saja. Tidak peduli cara apapun yang kamu pikirkan, pokoknya uangnya harus terkumpulkan.” Si botak menggeram dengan teriakan pada Stanley Yan.

“Botak, tutup mulutmu. Kamu tidak ada hak untuk bicara disini.” Si tetua memberikan raut dingin dan mencaci si botak. Ia lalu tersenyum sambil menatap Stanley Yan, “Aku juga bukan orang yang berkata tidak masuk akal. 100 milyar ya 100 milyar, suruh mereka transfer sekarang juga.”

“Tetua, kamu...” Si botak dengan kaget menatap si tetua, wajahnya dipenuhi raut tidak mengerti.

Ia benar-benar tidak dapat mengerti apa yang dipikirkan oleh si tetua, kenapa ia bisa begitu mudahnya meringankan Stanley Yan. Uang yang mereka bicarakan senilai 900 milyar, ditambah dengan uang senilai 20 milyar sebelumnya dan 600 milyar yang sudah disetujui majikan mereka. Masing-masing dari mereka paling sedikit bisa mendapatkan hampir 200 milyar.

Dengan adanya uang ini, cukup bagi mereka dan keluarga mereka untuk hidup makmur dan sejahtera sampai beberapa generasi.

“Dasar idiot, kamu tidak mengerti dengan semakin menunda maka masalah akan semakin cepat datang? Pergi mati saja kamu, jangan ribut disini.” Si codet sudah sangat membenci si botak dan ingin sekali merobeknya.

Mata Stanley Yan berkilat cerah sesaat, lalu ia langsung menyembunyikannya secepat kilat. Ia menatap si tetua sekilas dan berujar ragu, “Kalau begitu, aku suruh mereka mentransfer uangnya sekarang juga?”

Melihat si tetua yang tidak bicara, Stanley Yan segera menyingkirkan tangannya yang menutup mikorofon ponselnya dan berujar pelan. “Manajer Feng, sekarang juga kamu transfer 100 milyar melalui internet ke rekening bank ini...”

Selesai berujar, Stanley Yan membacakan nomor rekeningnya. Manajer Feng yang berada di ujung telepon sana tercengang sesaat, “Direktur, tindakan kamu ini melanggar aturan. Uangnya ada di rekening perusahaan. Tanpa ada persetujuan dari jajaran direksi, walaupun kamu adalah direkturnya, tapi kamu tetap tidak memiliki hak untuk menggunakan uang itu.”

“Jangan bahas aturan denganku. Kalau kamu berani tidak mendengarkan perintahku, besok kamu tidak usah datang ke kantor lagi dan cepat musnah dari hadapanku.” maki Stanley Yan dengan marah.

Manajer Feng ragu sesaat kemudian barulah menghela napas, “Baiklah, aku akan mendengarkanmu. Tapi kalau sampai jajaran direksi bertanya, kamu harus menjelaskan sejelas-jelasnya pada mereka.”

“Tentu saja, ini adalah perintahku padamu dan tidak ada sangkut-pautnya denganmu. Kalau mereka tidak puas, suruh mereka datang mencariku.”

“Baik, kalau begitu sekarang juga akan aku lakukan. Tapi mungkin harus menunggu dua sampai tiga menit, sekarang juga aku bangun dan menyalakan komputer.”

Mata si tetua, si codet, dan orang-orang lainnya penuh dengan senyum keserakahan setelah mendengar kata-kata Manajer Feng.

Jangan lihat uang 100 milyar ini kalau dibandingkan dengan uang senilai 600 milyar. Tapi kalau mereka mengambil uang itu masing-masing, uang sejumlah ini juga merupakan jumlah yang membuat mereka menganga.

Melihat uang sejumlah ini akan masuk ke dalam rekening mereka, setelah urusan ini selesai, masing-masing dari mereka semua akan menerima sejumlah milyaran. Bukankah ini sama saja dengan durian runtuh.

Stanley Yan menundukkan kepala dan memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya, matanya sedikit berkilat. Ia lalu mengangkat kepalanya dan berujar dengan suara rendah, “Hal yang kujanjikan pada kalian sudah kulakukan, bagaimana dengan hal yang kalian janji lakukan untukku?”

“Untuk apa terburu-buru? Setelah uangnya masuk, baru kita bicarakan. Siapa yang tahu, jangan-jangan kamu sedang mempermainkan aku dan saudara-saudaraku?”

Melihat si tetua yang melambaikan tangannya dengan santai, Stanley Yan memicingkan matanya melihat orang-orang yang ada di ruangan itu sedang mencibir dan mencemoohnya, “Mempermainkan kalian? Apakah menurut kalian aku berani untuk itu? Istri dan anakku masih ada di tangan kalian, jumlah kalian juga begitu banyak. Apakah mungkin kalian masih takut padaku yang hanya seorang diri?”

“Benar, tetua. Kita dengan orang sebanyak ini apa masih mungkin takut dengan ia seorang? Siapa dari kita yang tidak bisa mengatasinya? Bahkan dengan sebelah tanganku saja aku bisa meratakan tubuhnya. Kalau tidak, bagaimana kalau kita serahkan saja istri dan anaknya dulu? Dengan begitu, ia semakin tidak mungkin memainkan trik apapun. Apalagi wanita dan anak kecil ini berasal dari pernikahan sebelumnya.” Si botak menatap Stanley Yan sekilas dengan sinis, “Kalau tidak, ia akan merasa kita takut padanya.”

Si tetua mendelik pada si botak, ada sedikit ketidakrelaan dalam hatinya untuk menyerahkan Yesi Mo dan Didi pada Stanley Yan. Tapi saat ia melihat wajah Stanley Yan dipenuhi raut yang melecehkan dan menyepelekan, suasana hati yang buruk dalam sekejap langsung melebihi batasnya. Tapi ia tidak langsung menyetujui ucapan si botak. Sebaliknya, ia menatap si codet. “Telepon si monyet kurus.”

Si codet mengangguk, lalu mengeluarkan ponselnya dan menelepon. Setelah menutup telepon, si codet dengan tenang menggelengkan kepala pada si tetua.

Si tetua menghela napas singkat, sebersit gangguan terakhir yang mengganjal hatinya pun terangkat. Ia memberikan isyarat untuk menyerahkan Yesi Mo dan Didi pada Stanley Yan.

Kedua pria yang mengangkat Yesi Mo dan Didi pun melepaskan mereka, lalu dengan asal melempar mereka ke atas lantai. Stanley Yan secepat kilat menyongsong mereka dan menangkap mereka masuk ke dalam pelukannya.

“Didi, jangan takut. Ayah disini sekarang, tidak akan terjadi apa-apa lagi. Ayah berjanji padamu.”

Novel Terkait

Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
3 tahun yang lalu

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu