Someday Unexpected Love - Bab 250 Bagian Final (7)

Perlahan berjalan mendekat kearah pundaknya, menjangkaunya kemudian melingkarkan tangannya ke tubuhnya, bersandar di atas bahunya, dengan suara serak berkata: “Maaf......”

Sudut bibir Helena He bergetar, sebuah air mata menetes dari sepasang matanya yang tertutup ke atas tangan Dennil Du, sudah tiga tahun ia tak pernah menitihkan air mata, dan mengira hari ini juga tidak akan menitihkan air mata, tetapi di saat ini, mendengar dia berkata maaf, ia tak dapat membendung kembali air matanya......

“Mengapa harus minta maaf? Karena kamu tida membiarkan ku mati bersama mu, atau karena kamu memang tidak mati, tetapi membiarkan ku berfikir jika kamu telah mati, kemudian merasa bersalah sehingga barulah kamu mengatakan maaf?”

Helena He melemparkan sebuah pertanyaan tegas, tubuhnya mulai gemetaran......

“Semuanya, penderitaan yang telah kamu rasakan, kekhawatiran, kerinduan dan juga kesedihan mu......”

“Tidak perlu, sakit pun telah terlanjur sakit, sedih pun telah terlanjur sedih, apa gunanya mengatakan maaf sekarang? Tidak semua kata maaf mendapatkan jawaban tidak apa-apa, hati ku sedari tiga tahun yang lalu telah mati, mengapa kamu masih kembali? Kenapa masih kembali, apakah tidak boleh begini saja? Biarkan aku mengira kamu telah mati, apakah tidak bisa membiarkan aku melalui hidup ku dengan damai!!”

Kalau dia tidak kembali, maka dia tidak akan mengetahui bahwa ternyata hatinya masih sangat sakit, dan masih belum benar-benar mati......

“Apakah kamu sedang menyalahkan aku? Membenci ku? Benci karena aku membohongi mu? Saat itu aku juga terpaksa melakukannya, apakah kamu pikir membiarkan ku melepas mu, menjauh dari mu, hatiku tidak terasa sakit? Tiga tahun ini, darah ku tak lagi mengalir setiap detiknya, berkali-kali aku berpikir untuk mengabaikan semuanya dan bertemu dengan mu, tetapi pada akhirnya mereka di kendalikan oleh masalah masing-masing, jika musuhmu belum di musnahkan, mungkin giliran berikutnya mungkin adalah perpisahan yang akan terjadi di antara kita, sudah pernah sekali mengalami hidup mati dan berpisah, apakah kamu masih ingin merasakannya sekali lagi?! Bagi ku sekali saja sudah cukup, sungguh, sekali saja sudah cukup!”

Dennil Du memeluknya dengan erat, air mata mengalir ke atas pundak Helena He, air mata yang panas itu tidak mungkin dapat mencuci bersih kepahitan yang di alaminya selama tiga tahun, Helena He melepaskan dirinya dari pelukaan Dennil Du, gemetar di tubuhnya semakin berambah hebat: “Walau pun kamu ingin bekerja keras, aku juga pasti akan mendukung mu, dapat membawa anak kita dan menjauh dari mu, suatu saat kamu telah berhasil, barulah bertemu dengan mu, tapi mengapa, sepatah kata pun tak kamu tinggalkan, kemudian menghilang begitu saja, dan membiarkan aku berpikir kamu telah mati, membuat hati ku menjadi mati rasa dan memotong urat nadi ku sendiri, membuat aku menangis sampai seluruh air mata ku habis, membiarkan ku mengambil tembakan dan membunuh orang pertama kalinya demi membalaskan dendam untuk diri mu, mengapa pada saat telah melewati begitu banyak kepahitan, sebaliknya kamu malah kembali lagi? Bagai mana cara mu membuat diriku menghadapi luka di masa lalu tersebut?

Dennil Du menutup matanya dengan perasaan perih, secara paksa ia sekali lagi menariknya ke dalam pelukannya, memeluknya dengan sangat erat: “Helena, kamu begitu bodoh, kalau kamu tau bahwa aku belum mati, apakah kamu tidak akan merasa begitu menderita? Kalau kamu tidak menderita, bagaimana Wibowo Zhong dapat begitu yakin, bahwa aku benar-benar telah mati, hidup ini mengandalkan taruhan, tidak ada jaminan untuk menang, dan juga tidak ada seratus persen kekalahan, jika ingin menghancurkan semua halangan, maka kita harus banyak berkorban, apakah kamu mengerti......”

“Aku tidak mengerti, juga tidak ingin mengerti, aku benci kamu Dennil, aku benci kamu...... aku benci kamu......”

Akhirnya ia tak dapat menahan emosi di dalam hatinya kemudian menangis dengan sejadi-jadinya, tangisannya seakan mengguncang langit dan bumi, layaknya mengeluarkan semua air mata yang tidak ia teteskan selama tiga tahun ini, tangannya memukul kearah pria yang berada di depan hadapannya, Dennil Du tegak berdiri dan tak bergerak sedikit pun, kemudian ia bersumpah kepadanya, kalau semua ini dapat membuat ia lebih baik, maka ia rela jika dirinya di pukul hingga mati sekali pun.

Sudah begitu lama emosi Helena He tidak bergejolak sangat dahsyat seperti ini, ia memukul sembari memarahinya, jelas-jelas tenaganya telah habis, tetapi ia tetap tidak ingin menghentikan tangannya, sampai ketika Dennil Du menggenggam pergelangan tangannya, mencium wajahnya yang penuh dengan air mata, perilakunya yang tak berdaya tersebut akhirnya terhentikan.

Tubuhnya terjatuh lunglai kedalam pelukannya, Dennil Du memeluknya, kemudian menutup pintu dan meletakkannya ke atas tempat tidur, mencium berkali-kali ke arah wajahnya, sampai ketika ia mencium kering semua ari matanya, lalu berputar ke arah bibirnya, melembabkan kekeringan bibirnya dengan sebuah kehangatan, beserta lidah yang berputar, terasa begitu dalam dan begitu akrab......

Helena He terbangun di tengah malam, memergoki Dennil Du yang sedang menatapnya lekat-lekat.

“Kenapa tidak tidur?”

Setelah melewati keadaan yang sangat emosional, akhirnya ia kembali tenang seperti semula, di depannya adalah kebahagiaan yang bisa ia raih, selagi ia mengulurkan tangannya.

“Tidak berani tidur, sama seperti mu, khawatir jika semuanya hanyalah sebuah mimpi, setelah terbangun, semuanya hanyalah ilusi belaka.”

Akhirnya Helena He mengulurkan tangan kearahnya, mengulurkan tangan kearah kebahagiaannya: “Dennil, apakah telah merasakannya? Aku benar-benar ada, sama dengan mu.”

Asalkan dapat bertahan sampai akhir, suatu saat pasti akan ada hari dimana seluruh awan sirna dan merebakkan sinar matahari, setelah melalui siklus yang menyakitkan, akhirnya membuat keduanya mengerti, jika tidak gampang untuk berkata menyerah, pada akhirnya cinta tidak akan berubah menjadi dingin.

Kepulangan Dennil Du membuat villa yang awalnya sunyi senyap menjadi penuh dengan kehidupan, juga penuh dengan canda dan tawa, selanjutnya, mereka mencari kembali harta peninggalan keluarga Du, kemudian membangun kembali momentum yang telah hilang!

Helena selalu menyimpan arloji tersebut dengan sangat baik, ia tau ketika Dennil Du memberikannya arloji tersebut bertujuan untuk menyerahkan harta peninggalan keluarga Du kepadanya, tetapi ia malah tidak tertarik dengan semua itu.

Bahkan ia membenci arloji tersebut, kalau bukan dia, orang yang di cintainya tidak akan mati, selama tiga tahun ia bahkan tak berani melihhatnya barang sekali pun itu.

“Dennil, apakah kemu melihat sebuah misteri di dalamnya?”

Dennil Du mengambil arloji yang telah di amatinya selama satu setengah hari lamanya, tetapi ia tidak menemukan petunjuk apa pun.

Helena berbaring di satu sisi, dan membantunya mengamati, tetapi sama saja, dia juga tidak menemukan apapun.

Nyonya Guan mengenduskan nafasnya: “Kalau memang sekarang belum dapat meneliti mengenai hasilnya, pelan-pelan saja, kalian cepat makan, makan siangnya telah dingin.”

Meletakkan arloji tersebut dengan perasaan depresi, keduanya duduk di kursi meja makan, Helena He bertanya suram: “Dennil, apakah tanpa arloji ini , tidak ada cara lain untuk mengambil uang tersebut?”

“Em, karena nominalnya terlalu besar, jadi prosedurnya sangat ketat.”

“Kalau kita tetap tidak menemukan apapun juga bagaimana?”

“Tidak mungkin, selama memiliki hati untuk menerobos, akan selalu menemukan jalan keluar untuk hal-hal yang paling mendalam sekalipun.

Di dalam malam, Helena gelisah tak dapat tidur, ia benar-benar ragu, arloji yang begitu kecil, dapat menyimpan kode di bagian mana?

“Dennil, apakah kamu sudah tidur?”

“belum.”

“Kamu juga sedang memikirkan arloji itu?”

“Em.”

Ia mengenduskan nafas sedalam-dalamnya: “Kakek juga benar-benar, kalau waktu itu dia memberi mu arloji tersebut, mengapa tidak memberikan kodenya sekalian, membuat kita sekarang menjadi tidak dapat makan dan tidak bisa tidur, kalau seperti ini terus, belum lah uang tersebut di tarik, kita sudah k.o duluan.”

“Kakek tidak memberi tahunya waktu itu mungkin juga karena ada alasan.”

“Bisa ada alasan apa? Mungkin dia berfikir kamu cukup pintar, memberimu sebuah arloji yang permukaannya hanyalah terdapat huruf alfabet, selain itu tidak ada apa pun, apakah kamu dapat menebaknya kodenya hanya dengan menggunakan kepintaran mu saja?”

Dennil du diam tak bersuara, seketika itu juga ia beranjak dan duduk, ia tersentak dan menepuk-nepuk dahinya: "Benar juga, mengapa aku tidak terpikir!"

Novel Terkait

My Tough Bodyguard

My Tough Bodyguard

Crystal Song
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
3 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
3 tahun yang lalu
Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu