Someday Unexpected Love - Bab 244 Ibu Mertua Guan (1)

Pada hari-hari yang menggelisahkan seperti ini, suatu hari ia menyadari suatu hal yang sangat aneh.

Ada beberapa gedung vila disamping vila yang ditinggalinya, yang berjarak paling dekat berada tepat disampingnya. Saat ia pindah tinggal disini, tidak ada orang yang menghuni vila itu, namun tiba-tiba suatu hari ada seseorang yang datang menempatinya dan orang itu adalah orang yang sangat aneh.

Di pagi hari ia hampir tidak pernah keluar rumah, tapi begitu malam tiba, suara piano yang berdenting dari dalam vila pun terdengar. Musiknya sangat sendu, terutama bagi seseorang yang berada di negara asing dan setiap hari merindukan Dennil Du. Setelah Helena He mendengarkan lagu itu untuk pertama kalinya, tentu saja ia menangis semalaman. Ia kira pemiliknya hanya mengutarakan perasaannya saja. Helena He sama sekali tidak menyangka bahwa di malam hari berikutnya, lagi-lagi ia mendengar suara piano yang didentingkan semalaman. Awalnya, Helena He sangat tidak terbiasa dengan kebiasaan dan rutinitas yang seperti ini, namun ia juga tidak enak hati untuk pergi mengutarakan pendapatnya. Ia hanya bisa menahan diri dan secara perlahan ia mulai terbiasa sampai-sampai ia tidak dapat tertidur tanpa suara dentingan piano setiap malamnya.

Saat sebuah kebiasaan menjadi sesuatu yang wajar sampai menjadi sebuah ketergantungan, ia mulai penasaran. Sebenarnya orang aneh seperti apa yang tinggal di vila sebelahnya? Ia tidak pernah keluar rumah di pagi hari, tapi malam harinya ia memainkan piano. Aktivitas seperti ini benar-benar tidak bisa dimengerti oleh orang-orang pada umumnya.

Sampai akhirnya pada suatu hari, Helena He tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya. Ia memanfaatkan sinar bulan yang mulai terbit, dan dengan perut besarnya ia melewati rerumputan untuk pergi menghampiri tetangganya.

Ia berjalan ke samping pintu dan berniat untuk mengetuk pintu, namun kemudian ia merasa tindakannya terlalu terburu-buru. Akhirnya Helena He bersandar di celah pintu dan memandang kedalam. Ia ingin melihat sebenarnya seperti apa orang yang menghuni vila ini. Sorot matanya melewati celah pintu yang sempit, pandangannya bergerak secara perlahan melihat kedalam ruang tamu yang sangat besar. Tiba-tiba, pergerakan matanya itu terhenti. Ia melihat pemilik yang memainkan piano itu ternyata adalah seorang wanita. Punggung wanita itu membelakanginya, tubuhnya terbalut pakaian Cheongsam berwarna hitam. Ia mengenakan rompi berwarna ungu, rambutnya tersanggul rapi, tubuhnya terlihat ramping dan rapuh. Wanita itu sedang mabuk dalam suara dentingan pianonya, ia sama sekali tidak sadar saat ini ada orang yang sedang diam-diam mencuri pandang memperhatikannya.

Entah mengapa, Helena He merasa tidak asing dengan figur wanita itu. Ia menekan bel pintu, namun sepertinya si penghuni tidak ada maksud untuk membukakan pintu. Walaupun Helena He telah menekan bel dengan lama, namun tetap tidak ada respon appaun dari dalam. Dengan lunglai, ia kembali ke tempat tinggalnya dan berbaring diatas kasur di kamarnya. Pikirannya dipenuhi oleh bayangan figur seorang nyonya yang tadi dilihatnya.

Sosok wanita itu tidaklah asing, auranya pun sangat baik dan yang terpenting adalah wanita itu juga mengenakan Cheongsam. Tidak terelakkan, Helena He mengaitkan orang yang memainkan piano itu dengan wanita yang ia temui pada malam kematian ayah mertuanya, namun dengan cepat pula ia kembali tidak yakin. Wanita itu adalah ibu Dennil Du, bagaimana mungkin bisa begitu kebetulan seperti ini? Lagipula ia juga berada di Las Vegas. Helena He merasa ia tidak bisa memutuskan sesuatu hanya dengan mengandalkan bayangan figur. Ia juga tidak yakin apakah yang memainkan piano itu adalah perempuan Amerika atau bukan.

Terpikir sampai sini, Helena He pun merasa lega. Tidak ingin lagi berpikir sembarangan, bayangan didalam benaknya pun dengan cepat tergantikan oleh Dennil Du.

Hari-hari yang tenang pun kembali berlalu selama beberapa hari. Tiba-tiba pada suatu malam, Helena He menyadari bahwa suara dentingan piano menghilang. Ia berjalan ke teras dan melihat kearah vila sebelahnya. Lampu ruangan vila itu menyala, namun tidak ada sedikitpun jejak suara piano.

Setelah berdiri beberapa saat, Helena He membalikkan tubuhnya kembali ke dalam rumahnya, bersiap untuk mematikan lampu dan tidur. Begitu lampu dimatikan, sekelilingnya pun menggelap. Rasa kantuk pun perlahan menjalar. Perkiraan waktu persalinan yang sudah semakin mendekat membuatnya merasa begitu lelah, bukan hanya fisiknya namun juga secara psikisnya.

“Tahun itu, butiran salju jatuh pada bunga Sakura yang mulai bermekaran di ujung rantingnya. Tahun itu, disamping kolam Huaqing tertinggal terlalu banyak kesedihan….”

Samar-samar dari kejauhan, terdengar nada lagu yang pernah Helena He dengar di telinganya. Ia mengira dirinya sedang bermimpi, namun lagu itu makin lama semakin terdengar jelas seperti tepat berada disamping telinganya. Begitu dekat... Begitu dekat…

“Marchella…”

Helena He langsung terduduk tegak. Dengan keringat yang mengucur di punggungnya, ia pun menyalakan lampu. Apakah Marchella Du yang bernyanyi di dalam mimpinya? Kenapa lagu yang pernah menyulitkannya begitu lama malah sekali lagi kembali muncul di dalam dunianya?

“Tahun itu…”

Suara lagu yang terayun dari luar jendela mengejutkannya. Helena He menggunakan selimut untuk membalut tubuhnya. Kenapa sudah sampai di Amerika, tempat sejauh ini, ia tetap masih bisa mendengar suara yang begitu ia benci? Siapa? Sebenarnya siapa?

Dengan susah payah Helena He pun turun dari kasur dan bergegas turun sambil mengenakan sebuah jaket. Suara lagu itu berasal dari tetangganya. Seketika, tubuh Helena He terasa kaku. Tapi dengan cepat seperti ia tersadar dari mimpi dan bergegas menghampiri dengan tangan yang diletakkan di pinggangnya.

Tok Tok...

Dengan sekuat tenaga Helena He memukul pintu vila itu. Walaupun hari ini ia memukul pintu itu sampai hancur, ia harus bertemu dengan penghuni di vila ini! Harus bertemu!

Kali ini, ia hanya memukul beberapa kali saja untuk dibukakan pintu. Saat ia melihat nyonya yang berdiri dihadapannya, Helena He seperti tidak sadar dan refleks memanggilnya: “Ibu mertua Guan…”

Tidak ada keraguan apapun lagi, Helena He dengan sangat yakin memanggilnya. Ibu mertua Guan.

Kenapa Helena He bisa begitu yakin? Karena nyonya yang ada dihadapannya ini memiliki mata yang terlalu mirip dengan Dennil Du. Begitu miripnya sampai saat Helena He melihatnya, ia tidak sabar untuk segera masuk ke dalam pelukannya, mencurahkan semua keluh kesah dan beban pikirannya.

“Masuk dan bicaralah di dalam.”

Novel Terkait

Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
3 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
3 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
4 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu