Someday Unexpected Love - Bab 31 Perlakuan Tak Adil (1)

Mobil berhenti di gang rumah Helena. Helena He turun dari mobil. Ketika Helena ingin mengucapkan sampai jumpa, Dennil Du juga mengikuti Helena He turun dari mobil.

"Besok kita pergi mengambil akta dulu."

Helena meminta penjelasan, "Kenapa?"

Dennil Du berjalan ke depan Helena lalu mengembangkan sebuah senyuman yang mempesona dan berkata, "Aku baru saja melihat ekspresi redup di wajahmu. Aku khawatir jika terlalu lama akan menimbulkan masalah. Bagaimana kalau nanti kamu mengingkari janjimu?"

Helena tidak mempercayai kata-kata Dennil Du. Pria itu pernah berkata akan memberikannya kesempatan penuh, bagaimana bisa dirinya akan mengingkari janji pada pria itu?

"Apakah kamu baru saja memakiku?" Tatapan redup mata Helena yang hanya berlangsung beberapa menit, tidak disangka di sadari oleh Dennil Du.

"Begini saja. Apakah kamu mengaku bahwa tadi kamu benar-benar kecewa?" Tanya Dennil sambil tersenyum. Kedua tangan pria itu dilipat di depan dadanya, lalu berkata: "Ayo bilang saja pada kakak. Kenapa kamu tadi kecewa?"

“……”

Kakak? Benar-benar menggelikan!

Hari kedua di jam kerja. Helena menerima panggilan telepon dari Dennil Du. Helena baru saja menyelesaikan rapat dengan departemennya.

"Halo. Ada apa?" Tanya Helena sambil memeluk map berisi dokumen sambil tangannya yang lain mengambil ponsel.

“Aku di depan perusahaanmu. Keluarlah.”

Helena He menghentikan langkah kakinya terkejut: "Apa yang kamu lakukan? Aku masih bekerja."

"Mengambil akta. Bukankah semalam aku sudah memberitahumu?"

"Jadi yang kamu bilang sungguh-sungguh?" Helena He benar-benar tidak menganggap serius ucapan pria itu semalam. Helena berpikir bahwa pria itu bercanda.

Dennil Du tidak ingin membuang waktunya untuk bicara kepada Helena apakah hal ini palsu atau tidak. Dennil Du langsung berucap: "Keluarlah." Lalu Dennil Du memutuskan sambungan telepon.

"Halo? Halo?" Helena He memanggil beberapa kali pada teleponnya. Setelah memastikan bahwa teleponnya telah terputus, Helena langsung buru-buru berlari ke depan pintu perusahaannya.

Sebuah mobil Maybach berwarna hitam berhenti dengan lagaknya di tengah pintu masuk sebuah perusahaan. Dennil Du memakai kacamata hitam sambil bersandar pada kursi mobil.

"Kenapa kamu mematikan teleponnya?" Tanya Helena He sambil terengah-engah mengarah ke sebuah mobil dengan jendela yang terbuka.

"Pagi ini aku masih ada 2 rapat. Mana ada waktu yang banyak?" Ucapnya sambil memijat pelipisnya. "Naiklah."

Helena mencebik kesal lalu berkata: "Untuk apa mengambilnya kalau kamu sibuk. Tidak usah ambil saja..."

Dennil Du membuka pintu mobilnya. Tubuhnya yang tinggi tepat berada di depan Helena, kedua tangan pria itu diletakkan di atas bahu Helena lalu berkata: "Kamu harus tahu, tidak semua wanita memiliki kesempatan pergi ke kantor kependudukan bersamaku."

Dibandingkan seperti ini oleh pria itu, bukan berarti Helena memiliki kesempatan untuk mengenalnya. Jika saja bukan karena kecelakaan itu....

"Asisten He, apakah dia pacarmu?" Dari belakang tubuh Helena He terdengar suara bertanya menyelidik. Dengan canggung Helena He memutar kepalanya.

“……Ya.”

Orang yang bertanya pada Helena adalah orang yang baru saja naik jabatan menjadi manajer, Gery Cheng. Dengan penasaran Gery mengamati Dennil Du. Di matanya tergambar jelas rasa kagum.

"Bagus. Pacarmu sangat luar biasa."

Sepertinya manajer baru ini sama sekali tidak mengenal Dennil Du. Untuk menghindari tatapan penuh selidik Gery Cheng, Helena buru-buru berkata: "Manajer, apakah aku boleh izin untuk bekerja setengah hari?"

"Boleh." Setelah mendapatkan persetujuan dari Gery Cheng, Helena dengan cepat masuk ke dalam mobil.

Sesampainya di kantor kependudukan, Helena melepaskan pegangan tangannya, "Aku tidak membawa kartu identitas dan kartu keluargaku."

Dengan wajah tenang Dennil Du mengeluarkan ponselnya lalu menelpon seseorang: "Asisten Niko, bagaimana dengan barang yang ku suruh siapkan?"

"Baik. Cepatlah kemari, aku sudah sampai."

Dennil Du memutuskan panggilan. Helena bertanya dengan curiga: "Siapa?"

"Asistenku."

Baru saja berhenti bicara, dari sebuah mobil asisten Niko keluar lalu membungkuk dalam-dalam kepada Helena: "Selamat pagi, nyonya."

Helena dibuat kaget olehnya asisten Niko, lalu buru-buru mengibas-ngibaskan tangan: "Jangan panggil begitu. Kami belum menikah..."

Asisten Niko tertawa: "Bukankah sudah sampai di kantor kependudukan? Sebentar lagi kalian akan menikah!"

Dennil Du memukul kepala asisten Niko: "Apanya yang menikah? Mana barangnya?"

Asisten Niko menghentikan senyum nakalnya. Dari dalam tas kerja, asisten Niko dengan hormat mengeluarkan kartu keluarga dan kartu identitas. "Presdir Dennil, ini barangnya."

"Bukankah itu milikku?" Tanya Helena sambil merebut berkas tersebut.

"Bagaimana bisa kartu identitas dan kartu keluargaku ada di kamu?" Tanya Helena lagi terkejut.

"Presdir Dennil memerintahku untuk pergi ke rumah anda mengambilnya." Asisten Niko menjelaskan.

"Kau...." Helena menatap ke arah Dennil Du. Dirinya tidak bisa berkata-kata.

"Apakah kedua orangtuanya membicarakan sesuatu?" Tanya Dennil Du.

Asisten Niko menepuk-nepukkan dadanya: "Pastinya. Tapi mengikuti saran dari presdir, semuanya sudah ku bereskan."

"Apa maksudnya?" Helena He mengernyit.

"Aku akan memberikan contoh pada kalian." Asisten Niko berdeham kecil.

"Apa? Kalian ingin kartu identitas dan kartu keluarga putriku? Apa? Kalian ingin membawa putriku pergi mengambil akta pernikahan?"

Asisten kembali ke suara aslinya lalu menjelaskan: "Ini adalah ibu nyonya Helena yang berkata. Selanjutnya adalah ayah dari nyonya Helena..."

"Oh tidak! Apakah putriku segampang ini? Bagaimana bisa asal pergi mengambil akta pernikahan? Bukankah hidupku selama dua puluh tahun ini sia-sia?!"

Suara asisten Niko kembali menjadi suara wanita yang nyaring: " Paman Steven, bukankah orang yang akan menikahi putri kita adalah keluarga kaya dan berpengaruh? Aku tak menyangka mereka masih ingin menguasai kita!"

"Ini keterlaluan. Kami tidak bisa menyetujui pernikahan ini!"

Pertunjukkan asisten Niko selesai. Dennil Du langsung menyemburkan tawanya. Helena masih berdiri di tempat yang sama. Wajahnya memerah kesal dan malu....

"Berdasarkan petunjuk dari presdir, aku memberikan sebuah cek uang di hadapan mereka. Sikap mereka langsung berubah 180°, tidak hanya kartu identitas dan kartu keluarga yang diberikan, mereka juga memberikan pesan untuk ku sampaikan pada anda."

"Oh, pesan apa?" Dennil Du bertanya sambil tertawa.

"Kami menyambut menantu Dennil untuk datang ke rumah kami...." asisten Niko hampir berteriak menyebutkan kalimat ini lalu setelah itu menjadi tawa keras yang tak berhenti.

Helena He hanya ingin mencari sebuah lubang lalu masuk ke dalamnya. Dirinya merasa malu memiliki orang tua yang seperti ini. Dirinya selalu menjaga kehormatannya, tapi karena selembar cek uang, semuanya menjadi tidak berarti!

Asisten Niko telah menyelesaikan tugasnya lalu undur diri. Ketika asisten Niko akan pergi, Helena mengkritik Dennil Du dengan kesal: "Kamu sangat senang, kan? Keserakahan orangtuaku membuatmu merasa berhasil, kan?!"

Melihat Helena begitu marah, Dennil Du dengan lembut menenangkannya: "Jangan berpikir terlalu banyak. Aku hanya merasa bahwa orangtuamu lucu."

Helena tidak menerima hiburan dari Dennil Du. Dia langsung membalikkan tubuhnya berjalan pergi. Dennil Du menarik lengan Helena lalu berkata: "Tidak ada maksud aku merendahkanmu. Dibandingkan denganmu, keluargaku juga tidak setinggi itu."

Ucapannya benar-benar sangat tulus, membuat Helena tersentuh. Dennil Du bisa mengingat perlakuan tidak adil yang diterima oleh Helena He. Hal itu sangat langka dan berharga.

Prosedur akta pernikahan berjalan dengan lancar. Keluar dari kantor kependudukan, Dennil Du mengangkat akta pernikahan yang ada di tangannya, lalu bergurau dan berkata: "Setelah itu kamu akan menjadi bagian dari keluargaku."

Saat itu, Helena He pernah berpikir lama akan kalimat ini: "Pernikahan adalah kehidupan baru bagi wanita."

Memikirkan ayah dan ibu mertuanya kelak, Helena He memandang langit lalu menghembuskan napas panjang: "Kali ini, tidak dengan keluarga yang baik juga....."

"Apa yang kamu bisikan?" Tanya Dennil Du penasaran.

"Bukan apa-apa " Helena berjalan dengan perasaan kecewa. Jika mengatakan bahwa jalan yang pernah ia lewati sebelumnya penuh dengan kekecewaan dan harapan kosong, maka jalannya di masa datang, juga sama dipenuhi oleh duri.

Novel Terkait

Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
4 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu