Someday Unexpected Love - Bab 244 Ibu Mertua Guan (2)

Suara nyonya itu sangat serak, rona wajahnya juga sangat putih pucat. Auranya memang sangat baik, dalam sekali pandang terlihat bahwa ia adalah wanita yang berasal dari keluarga berada.

Ia membalikkan tubuhnya dan berjalan ke dalam. Helena He mengikuti langkah kakinya yang berjalan masuk. Melihat figur punggungnya dari jarak yang sangat dekat membuat Helena He semakin bertambah yakin bahwa wanita ini dan dirinya sendiri pernah dipertemukan oleh takdir satu kali. Ia adalah ibu mertuanya, Nadya Guan.

“Duduklah.” Nyonya itu dengan ramah menunjuk sebuah sofa dan menggantikan tugasnya untuk menuangkan segelas jus.

Kedua orang itu berhadap-hadapan seperti saling memperhatikan satu dengan yang lainnya. Nyonya itu pun berkata: “Aku sama sekali tidak terkejut kalau kamu bisa mengenaliku dalam sekali lihat.”

Dengan perkataannya yang seperti ini, nyonya itu seolah mengakui bahwa ia memanglah Nyonya Guan.

“Dengan sengaja kamu tinggal sebagai tetangga di sebelahku, ditambah lagi setiap malam kamu memainkan piano sebagai upaya untuk menarik perhatikanku. Sekarang, tiba-tiba kamu menyanyikan sebuah lagu yang sangat akrab ditelingaku. Jika aku dapat mengenalimu dalam sekali lihat, seharusnya lebih tepat dikatakan ini adalah hasil yang kamu harapkan. Tentu saja kamu tidak akan merasa terkejut.”

Tersirat nada gerutu dalam perkataan Helena He ini. Sebenarnya, ia memang sedang menyalahkannya. Walaupun waktu itu Tuan Du mengkhianati pernikahan, tetap saja wanita ini tidak bisa pergi begitu saja saat ia berkata ingin pergi. Apalagi begitu pergi, ia langsung pergi selama belasan tahun. Dimana keberadaannya selama bertahun-tahun itu? Apakah ia pernah mengkhawatirkan bagaimana kehidupan putra-putrinya?

Helena He pun teringat akan kesendirian dan ketidakberdayaan yang dialami Dennil Du. Ia teringat akan penghancuran diri sendiri yang dilakukan Tony Lou. Teringat dengan kakak perempuan tertua yang harus berpura-pura menjadi orang gila dan idiot selama 20 tahun. Teringat bagaimana ia harus menahan malu demi tugas penting yang diembannya. Mengingat kondisi mereka semua membuat Helena He merasa ia punya kualifikasi untuk menyalahkan wanita yang ada dihadapannya ini.

“Aku tahu kamu sedang menyalahkanku. Faktanya, aku tidak mengharapkan maaf dari siapapun.”

Helena He terkejut dan menatapnya curiga: “Kenapa?”

“Karena kondisi keluarga Du bisa berubah seperti sekarang ini bukan hanya kesalahan Albert seorang, aku juga bertanggung jawab didalamnya.”

“Kamu tahu kondisi keluarga Du sekarang?”

Nyonya Guan menangguk: “Aku tahu.”

“Kalau kamu memang tahu kenapa kamu tidak bertanya dan menggali lebih lanjut?”

“Aku tidak berdaya…”

Helena He langsung bangkit berdiri dan dengan amarah yang besar mengkritiknya: “Mereka semua adalah anak kandungmu sendiri! Tapi hanya dengan sebuah kalimat tidak berdaya, kamu langsung memutuskan hubungan?! Apakah kamu pernah terpikiri betapa inginnya Dennil menemukanmu? Apakah kamu pernah terpikir tentang putrimu yang sudah masuk ke dalam jalan sesat? Sekarang dimana keberadaannya? Apakah kamu juga tahu bagaimana hidup putra kecil yang kamu bawa keluar dari keluarga Du? Apakah ada orang yang memperhatikannya?!”

Wajah Nyonya Guan semakin pucat, lingkar matanya juga memerah. Ia berujar sambil sesenggukan: “Kamu jangan terlalu emosi. Duduklah dulu dan dengarkan penjelasanku.”

Helena He meredakan dan mengontrol amarah dan dendam didalam hatinya kemudian duduk kembali.

“Sebenarnya selama belasan tahun ini, walaupun aku tidak ada di rumah keluarga Du, namun aku mengetahui dengan jelas segala sesuatu yang terjadi di keluarga Du. Aku sangat ingin pulang, namun aku tidak bisa kembali. Itu semua karena aku ingin melindungi anak-anakku, maka aku tidak bisa pulang…”

“Apa maksudmu?”

“Dari awal aku sudah tahu bahwa Sinta Dou berselingkuh dengan Hadi Shi. Aku juga tahu mereka saling bekerja sama untuk menipu Albert, tapi semua ini tidaklah penting karena mereka hanya sebagai pelaku untuk membantu seseorang. Orang itu ia lebih menyeramkan dari iblis, namanya adalah Wibowo Zhong. Selama 30 sekian tahun ia adalah tuan muda dari keluarga kaya, orang tuanya pebisnis, ditambah lagi ada janji perjodohan antara aku dengannya. Tapi tidak ada seorang pun yang pernah terpikirkan bahwa ibu Albert yang juga ibu mertuaku adalah seseorang pebisnis yang sangat berbakat. Waktu itu ia dapat mengalahkan banyak sekali perusahaan, termasuk salah satu di dalamnya adalah perusahaan Zhong. Karena bangkrut, ayah Wibowo Zhong memutuskan untuk bunuh diri dengan lompat dari gedung. Ibunya juga sangat marah sampai sakit dan tidak bisa bangun dari kasur. Setahun lamanya ia hidup dipenuhi kebencian dan dendam. Saat Wibowo menghadapi kesulitan terbesar dalam hidupnya itu, orangtuaku malah memutuskan janji perjodohan kami dan malah menikahkanku dengan keluarga Du. Saat itu Wibowo sangat mencintaiku, namun saat ia tahu bahwa aku malah menikah dengan musuhnya, ia pun hancur. Kepahitan yang memukulnya berulang-ulang kali membuatnya berubah menjadi iblis. Pada malam pertama pernikahanku, ia datang ke depan jendelaku. Ia mengumpat dan mengutukku bahwa seumur hidup ini aku tidak akan bisa mendapatkan kebahagiaan, dan itu berlaku juga untuk anak-anak dan cucu-cucuku. Mereka semua ia kutuk agar tidak bisa mendapatkan kebahagiaan. Ia mau orang yang telah menorehkan luka kepadanya mendapat ganjaran malapetaka atas semua kejahatan yang dilakukan kepadanya!”

“Saat aku sudah menikah dan masuk kedalam keluarga Du, aku tahu bahwa Albert tidak menyukaiku. Ditambah lagi karena umpatan dan kutukan yang ditujukan padaku, waktu itu fisik dan mentalku terasa lelah dan membuatku semakin malas bertanya-tanya. Walaupun aku tahu ia memiliki wanita lain diluar sana, aku juga tidak merasa sedi. Karena didalam benakku mulai berpikir, tidak peduli seribut apapun, aku tidak akan mendapatkan kebahagiaan. Oleh karena itu sepanjang hari aku jadi depresi hampir sama seperti mayat hidup. Sampai pada suatu hari, aku sudah tidak tahan lagi dengan tekanan batinku dan aku bersiap untuk pergi diam-diam. Aku pikir asalkan aku pergi, kutukan Wibowo di malam pertamaku itu tidak akan menjadi kenyataan. Namun aku salah. Tidak ada dendam kesumat yang akan menguap dan menghilang hanya dengan kepergian seseorang. Aku tidak rela berpisah dengan putra kecilku yang baru lahir, jadi aku membawanya pergi. Tapi aku sama sekali tidak terpikir bahwa kemanapun aku berjalan, selalu ada orang yang membuntutiku, apalagi target mereka adalah putra kecilku. Suatu malam, segerombol orang berpakaian hitam menerobos kamarku dan ingin membunuhnya. Saat aku mendengar suara, aku tahu bahwa itu adalah Wibowo Zhong. Aku berlutut di hadapannya memohon agar tidak melukai anakku. Hari itu ia akhirnya tidak bertindak, namun ia mengancam saat ia pergi bahwa ini adalah terakhir kali ia berbelas kasihan untuk tidak bertindak. Seterusnya mulai saat itu, perjalanan balas dendamnya dimulai…”

“Aku menggendong anakku yang malang dan menangis sepanjang malam. Akhirnya demi keselamatannya, aku memutuskan untuk memberikannya agar diasuh orang lain. Aku menemukan orang yang mengasuhku waktu kecil yang juga adalah nenek Tony. Aku memohon supaya ia bersedia menerima Tony dan ia setuju. Aku memberitahukan semua kondisiku kepadanya dan memohonnya untuk tidak memberitahu Tony identitasnya apapun yang terjadi di masa depan supaya ia bisa menjalani sebuah kehidupan bahagia seperti orang biasa. Ini adalah sebuah permohonan sederhana dari seorang ibu. 20 tahun. Walaupun aku tahu ia hidup dalam kondisi yang tidak baik, aku tetap tidak berani mengakuinya. Kekuatan jahat Wibowo semakin lama semakin kuat, bahkan ia membunuh orang dengan mudah seperti lalat. Di kurun waktu ini, kami pernah bertemu sekali. Ia mengancamku dengan berkata, bahwa begitu aku pulang ke keluarga Du, ia akan langsung membinasakan Du sekeluarga…”