Someday Unexpected Love - Bab 205 Mencari Keluarga Bermarga Guan (2)

Wajah Helena He terlihat kikuk, ingin sekali ia mencari sebuah lubang dan masuk ke dalamnya. Ia menelan air ludahnya dan tanpa senyum sedikit pun bertanya: “Teman, apa tingkat pendidikanmu?”

Helena He merasa seharusnya tidak seperti ini. Sewaktu ia sekolah, nilai pelajaran sastranya benar-benar bagus. Bagaimana mungkin ada orang yang lebih baik darinya...

“Tingkat tertinggi.”

“Tingkat tertinggi?” Helena He membelalakkan matanya: “Tingkat tertinggi itu seberapa tinggi? Master? Profesor?”

“Kurang lebih begitu.”

Jawaban Dennil Du yang ambigu membuat Helena He merasa sangat tidak puas. Ia bahkan tidak tahu tingkat pendidikan suaminya. Ini membuatnya merasa gagal...

Namun saat waktu itu menikah dengannya, ia benar-benar tidak mempertimbangkan sebanyak ini.

“Kamu lulusan universitas mana?”

“Harvard.”

Helena He mengelap keringatnya, Harvard ya. Demi apa?! Itu adalah tempat pembelajaran terbaik di dunia, pantas saja Dennil Du bisa dengan mudah menemukan kesalahan dalam perkataannya. Walaupun Helena He mengeluarkan ijasah kelulusan universitasnya, ia tetap saja tidak enak hati untuk berdebat dengan Dennil Du.

“Sudahlah, waktunya sudah sampai. Ayo kita berangkat.”

Dennil Du melihat jam tangan Rolex di pergelangan tangannya, lalu bangkit berdiri dan membayar.

Kedua orang itu sampai di rumah pertama keluarga bermarga Guan. Seturunnya dari mobil, Helena He menatap apartemen yang kumuh di depan matanya. Seketika itu juga hatinya terasa dingin. Tanpa mengetuk dan hanya melihat rumah yang seperti ini saja sudah membuat hati Helena He mengatakan bahwa ini tidak mungkin rumah keluarga kandung ibu mertuanya. Ini terlalu kumuh.

“Sayang, apakah kita masih perlu menghampiri dan bertanya?” Helena He menanyakan pendapat Dennil Du.

“Bagaimanapun juga kita juga sudah datang, kita tanya saja. Mungkin mereka bangkrut atau terjadi sesuatu.”

Tekad Dennil Du untuk mencari ibunya membuat semua kemungkinan terpikirkan di dalam hatinya.

Helena He mengetuk pintu yang berwarna kehitaman itu. Tidak lama berselang, munculah seorang kakek tua yang membukakan pintu.

“Kalian mencari siapa, ya?”

“Halo kakek. Maaf mau tanya, apakah keluarga kalian bermarga Guan?”

“Iya benar, ada perlu apa?”

“Kalau begitu, apakah anda memiliki seorang putri bernama Amelia?”

Hati Dennil Du serasa tergantung di tengah ruang kosong, sedangkan Helena He menatap kakek tua di hadapannya dengan penuh harap. Mereka berdua sama-sama sedang menunggu jawaban darinya.

“Tidak ada, aku hanya punya seorang putra.” Orang tua itu menggelengkan kepalanya.

“Seorang putra...” Helena He menganggukkan kepalanya dengan putus asa: “Baiklah kalau begitu. Maaf kami sudah mengganggu.”

Ia membalikkan tubuhnya, menaikkan bahunya kepada Dennil Du, dan berkata dengan lesu: “Mungkin keluarga selanjutnya.”

Setelah pergi dari rumah pertama bermarga Guan, terlihat jelas keputusasaan pada suasana hati Dennil Du. Helena He pun menghiburnya: “Tidak apa, bukankah masih ada dua keluarga lagi? Firasatku mengatakan keluarga selanjutnya sangat mungkin menjadi tujuan dari yang kita cari!”

Walaupun mulutnya menghibur Dennil Du, tapi sebenarnya hati Helena He sendiri merasa gelisah. Sekarang hanya ada 2/3 harapan, persentase ini benar-benar kecil...

Kondisi keluarga kedua sepertinya terlihat lumayan. Sesampainya mereka di rumah keluarga kedua, mata mereka menangkap sebuah rumah dengan pilar besar yang bergaya kebarat-baratan. Helena He menggugah semangatnya dan tetap berinisiatif mengetuk pintu. Pada dasarnya Dennil Du adalah seorang laki-laki, kulit mukanya tipis, ditambah lagi ia seorang presdir besar. Kalau ia yang bertanya-tanya ini-itu, sepertinya tidak pantas...

Kali ini yang membukakan pintu adalah seorang anak laki-laki kecil entah berusia berapa. Ia mengedipkan matanya yang besar dan bertanya: “Kakak cari siapa?”

“Adik kecil, di rumahmu ada siapa saja?”

“Di rumah ada papa mama.” jawab anak laki-laki kecil itu dengan jelas dan renyah.

“Tidak ada lagi?”

Anak laki-laki kecil itu mengangguk: “Ya, tidak ada lagi.”

“Kalau begitu, ada kakek, nenek, paman, atau bibi?”

“Kakek dan nenek sudah meninggal, tidak ada paman atau bibi.”

Helena He langsung menundukkan kepalanya, lalu kemudian menengadah lagi: “Kalau begitu, apakah keluargamu punya saudara bernama Amelia?”

“Aku tidak tahu...”

Tepat pada saat itu, terdengar suara seorang wanita dari dalam rumah: “Thomas, kamu sedang bicara dengan siapa?”

“Mama, ada seorang kakak mencari seseorang.”

“Cari siapa ya?” Seorang wanita berusia paruh baya berjalan sampai ke pinggir pintu, wajahnya dengan tidak senang menatap Helena He.

“Nyonya, maaf mau tanya, apakah kalian mengenal Amelia?”

Wanita berusia paruh baya itu dengan kesal dan tidak sabar menjawab: “Tidak kenal.”

“Kalau begitu, apakah keluarga kalian bermarga Guan?”

“Aih, kalian sebenarnya mau apa? Apa hubungannya marga kami dengan kalian!” Wanita itu menundukkan kepala dan menegur putranya: “Lain kali jangan bicara dengan orang asing, sekarang di luar sana semuanya penipu!”

Tidak menunggu sampai Helena He menjelaskan, wanita paruh baya itu pun langsung membanting pintu...

Betapa depresinya Helena He. Ia membalikkan tubuhnya dengan kesal dan berlari ke samping mobil Dennil Du. Ia pun cemberut dan mengumpat: “Ayo pergi, keluarga ini keluarga gila.”

Keputusasaan di mata Dennil Du semakin dalam. Helena He duduk di dalam mobil dan menghela napas berat.

Sekarang hanya tersisa satu keluarga lagi. Kalau ternyata bukan keluarga ini juga, maka sesorean hari ini mereka mencari dengan percuma. Percuma mencari berputar-putar sama sekali tidak masalah, yang lebih penting semua hal ini membuat orang kecewa.

Dan yang lebih penting lagi, tidak masalah jika ia yang kecewa. Tapi jika Dennil Du yang kecewa, itu membuat orang lain merasa sangat sedih.

Rumah keluarga terakhir berjarak lebih jauh dari perkotaan. Sesampainya mereka disana, matahari sudah terbenam. Yang menyapa mereka adalah suasana pedesaan saat matahari sudah terbenam.

Melihat deretan gedung perumahan sederhana di depan matanya membuat hati Helena He terasa dingin. Ia berpikir dalam hati, bagaimana pun juga keluarga Guan tidak mungkin tinggal di tempat seperti ini.

“Dennil, menurutku... Lebih baik kita kembali saja.” Suara Helena He terdengar lesu tatkala ia sambil menarik-narik kemeja Dennil Du.

Dennil Du juga sama putus asanya, tapi ia merasa jauh lebih enggan daripada kecewa.

“Kamu duduk saja di mobil, biar aku yang pergi bertanya.”

Pria itu mengira Helena He sudah lelah, sehingga ia membuka pintu mobil dan berjalan seorang diri ke gedung perumahan.

Novel Terkait

More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
3 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu