Someday Unexpected Love - Bab 172 Perubahan Keluarga Du (2)

Helena He terkejut, sekujur tubuhnya seperti kehilangan nyawa,"Ayah... meninggal?"

Hatinya seketika seperti kosong, dia tidak dapat menahan semua perasaannya dan langsung menangis, menangis tersedu-sedu, saat dia pergi meninggalkan rumah Du, dia telah berjanji pada ayah mertuanya, akan kembali untuk menengoknya, ayah mertuanya juga telah berjanji padanya, akan menjaga tubuhnya, akan tetapi sekarang, dia mengingkarinya, ayah mertuanya juga mengingkarinya, karena dia tidak kembali menengok ayah mertuanya, jadi, ayah mertuanya juga benar-benar tidak menjaga tubuhnya.....

Teringat keinginan ayah mertuanya untuk mencari anak lelakinya yang lain, Helena He semakin sakit hati, selama ini dia selalu mengurung perasaannya sendiri, tidak peduli semua masalah, hingga saat ayah mertua meninggal, dia baru menyadari, ternyata dia adalah seeorang yang begitu tidak jujur.

Tidak ada yang mengetahui hatinya saat ini begitu sakit, sakit hingga hampir mati, salah satunya adalah kabar kematian ayah mertuanya, dan juga masih ada alasan yang lain, yaitu kehilangan Dennil Du, dia harus bagaimana.......

Febri keluar dari toko perlengkapan, melihat Helena He yang menangis seperti itu, dia sangatlah terkejut, kemudian dia jongkok di hadapannya, dan bertanya dengan penuh kecurigaan, "Helena, ada apa?"

"Aku ingin pulang..."

Helena He tidak dapat mengatakan apa-apa lagi, saat ini yang dia inginkan, hanyalah kembali ke rumah Du, ingin memberikan penghormatan kepada ayah mertuanya, dan berada di samping pria yang dia cintai, tidak akan membiarkan dia sendirian menerima kesakitan ini.

Febri mengantarnya hingga ke stasiun bis, dengan wajah penuh air mata, dia pamit kepada Febri, bis pun mulai bergerak, Helena He mengeluarkan kepalanya dari jendela dan dengan suara tertekan, dia berkata pada Febri, "Beritahu Bibi Lucky, aku pasti akan menepati hal yang telah kujanjikan padanya."

"Iya, kamu pasti dapat melakukannya, harus! Jangan menunggu hingga sampai saat tidak dapat mewujudkannya, baru ingin mengejarnya....."

Selama perjalanan 7-8 jam, Helena He menangis, sebelum hari mulai gelap, dia tiba di rumah Du, dari jauh dia melihat ribuan ucapan bunga di depan rumah itu, bendera putih berkibar disana, seisi rumah sangat terasa kesedihan yang sangat mendalam, Helena He perlahan-lahan berjalan mendekati pintu rumah itu, kedua matanya membengkak seperti buah peach, di depan pintu terlihat pembantu rumah tangga juga dengan wajah yang sangat sedih, melihat orang yang datang adalah Nyonya muda, mereka langsung mempersilahkannya masuk.

Matanya tertuju pada foto ayah mertuanya yang ada di atas peti, ekspresinya di foto itu tetap saja begitu tegas, dia sepertinya tidak terlalu suka tersenyum, Helena He selangkah demi selangkah berjalan mendekati peti, dia segera berlutut di lantai, air matanya sekali lagi keluar dari matanya, hanya saja tenggorokannya sakit hingga tidak dapat mengeluarkan suara, hanya air mata mengalir deras.......

"Ayah, aku terlambat." Dia mengangkat matanya yang berkunang-kunang, menatap foto ayah mertuanya, tatapan yang sangat tajam, seperti memiliki banyak perkataan, akan tetapi malah dipendamnya, "Ayah, aku mengerti apa yang ayah ingin katakan, aku juga akan mengingatnya, ayah beristirahatlah dengan tenang..."

Helena He membenturkan dahinya ke lantai sebanyak 3 kali, di samping peti penuh dengan orang-orang, kebanyakan adalah sanak saudara Keluarga Du, yang datang untuk memberikan penghormatan juga ada Marsha Du, dan juga Dennil Du.

Helena He bangkit perlahan, kemudian mengalihkan pandangannya ke kekasihnya di sebelah kiri, hanya beberapa hari tidak berjumpa, dia terlihat begitu lemah, Helena He mengulurkan tangan dan menyentuh wajah Dennil Du, dengan tertekan dia berkata, "Dennil, jangan sedih........"

Dia mengetahui, perkataannya ini tidak tepat, bagaimana mungkin Dennil Du tidak sedih, meskipun dia selama ini tidak pernah berkata di hadapan siapapun dia begitu menyayangi ayahnya, akan tetapi Helena He mengetahui, di dalam hati Dennil Du, selalu menyayangi, dia hanya tidak suka mengutarakan isi hatinya.....

Para tamu yang datang semuany telah pergi, rumah Du yang begitu besar, seketika menjadi kosong, Helena He telah berganti pakaian penghormatan, dengan tenang dia menemani Dennil Du, Dennil Du tidak percaya, Helena He juga tidak berkata apa-apa.

"Telah malam."

Sejak masuk pintu hingga saat ini, ini adalah perkataan satu-satunya yang diucapkannya, Helena He menganggukkan kepala, "Ya, telah malam."

"Kalau begitu kamu pergi istirahat."

"Dennil, aku ingin menjaga peti." Helena He berkata dengan nada tertekan. "Aku bukanlah seorang menantu yang baik, aku sangat bersalah padanya, jadi malam ini aku harus tinggal disini."

Dennil Du seketika terdiam, "Baik."

"Kamu pergi ke atas dan beristirahatlah." Helena He menatapnya dengan penuh iba, "Aku tau kamu pasti beberapa hari ini tidak beristirahat, ayah memang telah pergi, akan tetapi masih ada aku, di kemudian hari, aku tidak akan meninggalkanmu lagi."

Dennil Du mengangkat kedua matanya yang lelah, dan mengganggukkan kepala, "Baik, asalkan itu kamu yang mengatakannya."

Melihat punggung Dennil Du yang sangat rapuh, Helena He menangis dan berlari ke arahnya, dari belakang memeluknya, "Dennil, maaf, aku datang terlambat, aku tidak dapat berada di sampingmu saat kamu sangat terluka, maaf, benar-benar maaaf......"

"Tidak apa." Dennil Du memutar tubuhnya, dan memeluk Helena He, "Kamu telah kembali itu sudah cukup."

Helena He tidak dapat menghentikan tangisannya, hanya dengan teringat kehidupan Dennil Du, dan teringat Dennil Du sekarang menjadi seorang yatim piatu, Helena He langsung merasa sangatlah sedih, Dennil Du, bagaimana bisa menjadi tidak memiliki segalanya.

"Aku benar-benar tidak menyalahkanmu, jangan menangis lagi, kamu seperti ini, hanya membuatku semakin sedih."

Jelas-jelas Helena He sedang menghiburnya, akan tetapi karena tidak dapat menahan semua perasaanya, jadilah seperti sekarang, Dennil Du yang menghiburnya......

"Baik, aku tidak menangis. Dennil, kita semua jangan bersedih."

Helena He menghapus ait mata, dan menghirup-hirup hidungnya, kemudian menunjuk ke arah anak tangga, "Pergi beristirahatlah, janji padaku, kamu harus beristirahat, jangan memikirkan apapun!"

"Eng!"

Novel Terkait

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
5 tahun yang lalu

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
5 tahun yang lalu

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu